Luna mengekor di belakang ayahnya, menaiki tangga melingkar ke lantai dua kantor yang sibuk itu. Jantungnya berdebar, bukan karena takut, melainkan karena antisipasi. Syarat apa yang akan ayahnya ajukan?
Mereka berhenti di depan sebuah rak buku besar yang terbuat dari kayu gelap. Duke Arslan mendorong beberapa buku tebal secara bersamaan. Terdengar suara KLIK pelan, dan sebagian rak buku itu bergeser ke dalam, menampakkan sebuah lorong yang remang-remang.
"Ini ruang rahasia yang Ayah buat saat kecil," jelas Duke dengan nada nostalgia. "Awalnya hanya untuk menyembunyikan permen, tapi sekarang isinya sedikit berbeda."
Aroma khas logam tua, belerang, dan kayu manis samar tercium dari dalam saat mereka melangkah masuk. Sebuah bola sihir yang tertanam di langit-langit menyala terang, dan napas Luna tercekat.
"Gila... Apa teknologi sihir semaju itu? Yang barusan tadi sensor gerak, kan?" batinnya kagum.
Aluna terpana. Dia pernah melihat gedung pencakar langit dan laporan keuangan dengan angka triliunan, tapi tidak ada satupun dari pengalaman itu yang bisa menyiapkannya untuk pemandangan ini. Skala dunia fantasi memang berbeda.
Tumpukan koin emas menjulang lebih tinggi dari tubuhnya. Di sisi lain, permata mentah sebesar kepalan tangan berkilauan dari peti-peti yang terbuka.
Pedang dan zirah magis tersusun rapi di dinding, masing-masing memancarkan aura samar dan mengeluarkan bau manis yang khas. Luna ingat, di game dikatakan item dengan energi magis tinggi akan mengeluarkan aroma unik.
"Pedang Suci milik Alther Miraglen juga dideskripsikan mengeluarkan aroma melati. Apa itu berarti semua senjata di sini setara dengan pedang itu?"
Namun, puluhan artefak misterius yang berserakan di lantai seperti mainan terlupakan ini tampak jauh lebih bernilai.
Melihat ekspresi putrinya, Duke Arslan tersenyum tipis. Ia mengambil satu koin emas dari sakunya dan melemparkannya ke gundukan raksasa itu. Koin itu mendarat dengan suara denting pelan sebelum menghilang di lautan emas.
"Setiap kali Ayah merasa gagal, setiap kali Ayah membuat keputusan bisnis yang buruk atau tidak melakukan kesepakatan dengan sempurna, Ayah akan masuk ke tempat ini dan melemparkan satu koin emas," jelasnya.
"Setiap koin ini adalah sebuah pelajaran, Luna. Sebuah pengingat bahwa kekayaan tidak dibangun dari kesuksesan semata, tetapi dari tumpukan kegagalan yang berharga."
Luna menatap gundukan emas itu dengan mata terbelalak.
"Seriusan? Segunung koin emas ini... hasil dari kegagalan? Ini bukan gudang harta keluarga Velmiran!?"
"Sekarang, tentang syarat Ayah," Duke Arslan berkata, suaranya kembali serius. "Uang sakumu akan lebih dari cukup saat bersekolah nanti. Jadi, jangan khawatir."
Dia tersenyum. "Syarat Ayah adalah, kamu tidak hanya akan menghabiskan uang. Kamu harus belajar cara mengelolanya juga."
Luna mengerjap. "Mengelola?" Tatapannya menajam. Mengelola bisnis? Luna Velmiran yang hanya bisa pergi ke pesta dan berdansa? Berbisnis?
Melihat perubahan di mata putrinya, Duke mendadak panik. "Ti-tidak perlu skala besar, tentu saja! Skala toko kecil pun tidak apa. Sesuatu yang kamu sukai! Contohnya seperti salon milik Countess Kalia atau butik Baroness Judith!"
Luna diam, otaknya berputar cepat. Ia ingat, di akhir cerita game, Luna Velmiran memang diperlihatkan mengelola sebuah butik besar dan memulai industri permodelan, tapi ia pikir itu hanya nama di atas kertas saja. Ternyata... Luna benar-benar membangunnya dari nol? Luna yang sepanjang cerita kerjanya mengeluh dan berpesta?
Membuka toko kecil itu tidak mungkin. Hampir mustahil malahan.
Keluarga Velmiran itu sangat memanjakan si bungsu Luna. Jika ia membuka butik, semua anggota keluarga pasti akan datang membantu. Kakak laki-lakinya akan berinvestasi penuh padanya, ibunya akan mencarikan orang yang terampil untuknya, dan kakak perempuannya akan mempromosikan bisnisnya ke seluruh bangsawan kalangan atas.
Reputasi dan kecantikan Luna sendiri sudah menjadi iklan berjalan.
Kalau Luna yang sepeeti itu memutuskan untuk membuka butik... maka butik-butik lain di ibukota akan hancur dalam hitungan hari, termasuk butik Baroness Judith sekalipun. Kekuatan putri keluarga Duke bukan main besarnya.
Namun, masalahnya itu Luna Velmiran, bukan Aluna. Wanita yang seumur hidupnya hanya memakai seragam, tahu apa soal fashion? Selain itu, mengelola bisnis secara langsung bukan bidangnya.
"Tapi... siapa juga yang akan menolak tawaran emas seperti ini? Aku cuma minta modal untuk mendekati Riven, malah dapat posisi CEO di keluarga Duke! Ini 100% pasti sukses besar!" batinnya berkecamuk.
Duke menatap wajah putrinya yang hanya diam. "Apa aku sudah kelewatan?" pikirnya cemas. "Aku tidak ingin Luna membenciku, tapi... demi kebaikannya, aku harus tegas."
"Sejak kamu menolak masuk Akademi, Ayah khawatir kamu akan tumbuh menjadi boneka cantik tanpa kekuatan untuk melindungi dirimu sendiri." Duke melanjutkan, suaranya melembut.
Luna mengangguk. Dia mengerti akar ketakutan Duke. Pernikahan Politik. Duke takut jika putri bungsunya akan dijadikan alat politik untuk kepentingan tertentu. Keluarga Velmiran memang tidak akan pernah setuju akan hal tersebut, tetapi para penatua dan bangsawan di bawah kekuasaan Duke Velmiran pasti memiliki pemikiran lain.
Terlebih, Luna adalah alat politik yang sangat sempurna. Penampilan dan reputasi terjamin. Secara silsilah dan posisinya dalam keluarga pun sempurna.
Luna anak ke empat dan tiga kakaknya sudah memenuhi tiga posisi wajib yang harus diisi oleh keluarga bangsawan.
Kakak laki-laki pertamanya, Andrew Velmiran, memenuhi tugas militer dan mengabdi sebagai ksatria kekaisaran.
Kakak kedua, Hendrick Velmiran, mengambil posisi pewaris Duke yang ditinggalkan oleh kakak pertama mereka dengan sangat baik.
Lalu untuk posisi sosialita, kakak perempuannya, Lady Aylin, telah berhasil membangun koneksi yang luas baik di kalangan atas, menengah, maupun bawah.
Posisi Luna benar-benar sempurna sampai-sampai dia mendapatkan ratusan lamaran dari berbagai tempat tiap tahunnya. "Haruskah aku katakan ini derita menjadi cantik?" Aluna membatin.
Duke Arslan yang tidak menginginkan hal tersebut pun berniat menyerahkan beberapa bisnis keluarga Velmiran kepada Luna. Ini baru awalnya saja.
"Namun, hari ini, untuk pertama kalinya, Ayah bisa melihat kilat ambisi keluarga Velmiran di matamu. Ayah ingin mengasah potensi itu." Duke Arslan maju dan meletakkan tangannya di bahu Luna.
"Ayah tidak akan selamanya ada di sini. Kamu harus bisa berdiri di atas kakimu sendiri, di atas fondasi kekuatan Velmiran yang kokoh."
"Saya mengerti, Ayah," jawab Luna. Suaranya terdengar lebih mantap dari yang Duke Arslan kira. "Saya menerima syarat Ayah."
Duke Arslan tersenyum puas. "Kamu tidak perlu terburu-buru. Mulai di akademi nanti, kirimkan laporan bulanan tentang bagaimana kamu menggunakan uangmu, investasi apa yang kamu buat, dan informasi apa yang kamu dapatkan. Jika kamu melihat peluang bisnis, Ayah akan carikan orang kompeten untuk membantumu. Anggap ini pelajaran pertamamu."
"Baik, Ayah. Saya akan melakukannya," jawab Luna sambil membungkuk hormat.
Senyum tulus dan bangga akhirnya merekah di wajah Duke Arslan. "Kalau begitu, sebagai tanda dimulainya kontrak kita..." Duke memalingkan wajah, tetapi ujung telinganya yang memerah kelihatan.
"Ehem... i-ini bukan hadiah... anggap saja ini ujian pertamamu. Pilihlah satu harta paling bernilai di sini. Kamu boleh membawanya."
Tawaran yang menggiurkan. Mata Luna menjelajahi ruangan dengan tatapan seorang analis. Pedang legendaris beraroma buah persik dan zirah ksatria wanita berkilauan tampak menggoda, tapi ia bukan petarung.
"Aku butuh sesuatu yang lebih strategis, yang cocok untuk dibawa seorang Lady, sebuah senjata rahasia yang tidak terduga!"
Ia berjalan anggun memutari ruangan, memindai setiap sudut. Matanya lalu terpaku pada sebuah benda kecil yang berkilau di atas tumpukan permata. Ia berjalan mendekat dan mengambilnya.
Sebuah cincin perak sederhana dengan batu safir biru di tengahnya. Namun yang membuat jantungnya berdebar adalah ukiran samar di permukaan batu itu.
VVIP
"Kenapa... Kenapa paket mimpi indah ada di sini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments