TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN

TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN

RIAN TIDAK PULANG

Alea membuka mata, cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden. Ia meraba sisi tempat tidur di sebelahnya, dingin dan kosong. Rian belum pulang lagi semalam. Helaan napas lolos dari bibirnya. Pernikahan ini memang bukan atas dasar cinta yang membara, melainkan perjodohan yang diatur oleh kedua keluarga.

Sejak kecil, Alea selalu mengagumi Rian. Rian adalah sosok yang selalu ada, teman bermain, teman berbagi cerita, dan satu-satunya pria yang berhasil mencuri hatinya. Namun, setelah pernikahan ini terjadi, Rian seolah berubah. Ada kalanya Rian begitu perhatian dan menyayanginya, membuat Alea merasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Tapi di saat lain, Rian bersikap dingin dan acuh, seolah Alea hanyalah orang asing di rumah ini.

Alea bangkit dari tempat tidur, hatinya diliputi perasaan campur aduk. Cinta, harapan, dan sedikit kekecewaan bercampur menjadi satu. Ia berjalan menuju jendela, menatap halaman belakang dari kamarnya. Mungkin, pikirnya, hari ini Rian akan pulang dengan senyuman dan pelukan hangat. Atau mungkin, hari ini akan menjadi hari yang sama seperti kemarin, penuh dengan tanya dan ketidakpastian.

Alea meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Dengan sedikit ragu, ia mencari nama Rian di daftar kontaknya. Jantungnya berdegup lebih kencang saat menekan tombol panggil.

Tut... tut... tut...

Tidak ada jawaban. Alea menghela napas. "Ke mana sih dia?" gumamnya pelan.

Dicobanya sekali lagi.

Tut... tut... tut...

Tetap tidak ada jawaban. Alea mulai merasa khawatir. "Angkat dong, Yan," bisiknya.

Setelah beberapa kali mencoba menelepon tanpa hasil, Alea akhirnya menyerah. Ia membuka aplikasi pesan dan mulai mengetik.

"Sayang, kamu di mana? Kok semalam nggak pulang? Aku khawatir banget."

Alea menatap layar ponselnya, menunggu balasan. Setiap notifikasi yang muncul membuatnya berharap, tapi ternyata bukan dari Rian.

"Ya ampun, ke mana sih dia? Nggak biasanya begini," Alea bergumam sambil menggigit bibirnya. Ia mencoba menenangkan diri, tapi rasa khawatir terus menghantuinya.

Dengan perasaan gundah, Alea akhirnya memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur. "Sudahlah, mungkin nanti juga ada kabar," gumamnya mencoba menenangkan diri. Ia melangkah menuju kamar mandi, membiarkan air hangat menyiram tubuhnya, berharap dapat mengusir sedikit rasa khawatir yang menghantui.

Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, Alea turun ke lantai bawah. Rumah mewah itu terasa sepi tanpa kehadiran Rian. Alea dan Rian memang berasal dari keluarga berada, sehingga semua pekerjaan rumah tangga sudah diurus oleh para asisten.

Alea berjalan menuju ruang makan, di mana meja sudah tertata rapi dengan berbagai hidangan lezat. Namun, nafsu makannya hilang entah ke mana. Ia hanya mengambil sedikit nasi dan beberapa potong buah, lalu duduk dengan tatapan kosong.

"Non Alea sarapan dulu, nanti sakit," ujar Bi Inah, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di keluarga itu.

Alea hanya tersenyum tipis. "Iya, Bi. Ini Alea makan," jawabnya lirih.

Bi Inah menatap Alea dengan prihatin. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran non majikannya itu. "Den Rian belum pulang ya, Non?" tanyanya hati-hati.

Alea menggeleng pelan. "Belum, Bi. Alea juga nggak tahu dia di mana."

Bi Inah menghela napas. "Sabar ya, Non. Mungkin Den Rian lagi ada urusan penting."

Alea hanya mengangguk tanpa menjawab. Ia tahu Bi Inah hanya berusaha menghiburnya, tapi hatinya tetap saja tidak tenang. Ia berharap Rian segera pulang dan memberikan penjelasan.

Selesai menyantap sarapan yang terasa hambar, Alea kembali ke kamarnya. Ia meraih ponselnya, memeriksa sekali lagi apakah ada pesan atau panggilan dari Rian. Nihil. Hatinya mencelos. Dengan helaan napas panjang, Alea meletakkan kembali ponselnya di atas meja.

"Sudahlah," bisiknya pada diri sendiri. "Nggak mungkin juga aku nungguin dia terus."

Alea kemudian beranjak menuju lemari pakaiannya. Ia memilih setelan yang nyaman namun tetap modis, sesuai dengan citranya sebagai pemilik butik. Hari ini, ia harus profesional dan fokus pada pekerjaannya.

"Aku harus tetap produktif," gumamnya sambil memoleskan sedikit riasan di wajahnya. "Nggak boleh terus-terusan sedih begini."

Setelah merasa penampilannya cukup baik, Alea mengambil tas kerjanya dan bersiap untuk pergi. Sebelum keluar kamar, ia melirik sekali lagi ke arah ponselnya, berharap ada keajaiban. Namun, layar itu tetap kosong.

"Ya sudah," ucapnya pasrah. "Semoga saja nanti ada kabar baik."

Alea pun melangkah keluar kamar, meninggalkan kesunyian dan kekhawatiran di belakangnya. Ia mencoba menyibukkan diri dengan pekerjaannya, berharap dapat melupakan sejenak masalah rumah tangganya.

Alea menekan tombol starter, dan mesin mobilnya meraung halus. Ia menginjak pedal gas, meninggalkan rumah mewahnya menuju butik yang menjadi salah satu sumber penghasilannya. Di sepanjang perjalanan, pikirannya masih tertuju pada Rian, namun ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan mendengarkan musik dari radio.

Sesampainya di butik, Alea disambut hangat oleh para karyawannya. Ia membalas sapaan mereka dengan senyum ramah, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang masih menghantuinya.

"Selamat pagi, Mbak Alea," sapa salah seorang karyawannya.

"Pagi, semua," jawab Alea. "Gimana kondisi butik hari ini?"

"Alhamdulillah, Mbak. Ramai seperti biasa," jawab karyawan tersebut.

Alea mengangguk lega. Ia kemudian menuju ruang kerjanya dan mulai memeriksa laporan penjualan, stok barang, dan keuangan butik. Ia teliti memeriksa setiap detail, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

"Mbak, ini laporan penjualan minggu ini," ujar seorang karyawan sambil menyerahkan sebuah map.

Alea menerima map tersebut dan mulai membacanya dengan seksama. Ia juga memeriksa laporan stok barang, memastikan tidak ada kekurangan atau kelebihan yang signifikan.

"Oke, stok barang aman. Penjualan juga bagus. Tingkatkan terus ya," ujar Alea kepada para karyawannya.

Ia berharap dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan, ia bisa melupakan sejenak masalahnya dengan Rian. Namun, bayangan suaminya itu tetap saja muncul di benaknya. "Dia lagi apa ya sekarang?" pikirnya.

Setelah menyelesaikan sebagian besar pekerjaannya, Alea memutuskan untuk bersantai sejenak. Ia menikmati teh hangat yang disiapkan oleh salah seorang karyawannya sambil duduk di sofa empuk di ruang kerjanya. Matanya menerawang, pikirannya masih melayang-layang memikirkan Rian.

Tiba-tiba, suara notifikasi pesan WhatsApp memecah keheningan. Alea segera meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut. Matanya membulat saat membaca pesan dari Bi Inah: "Non, Den Rian sudah pulang ke rumah."

Tanpa pikir panjang, Alea langsung bangkit dari kursinya. Hatinya berdebar kencang, antara lega dan penasaran. Ia meraih tas dan kunci mobilnya, lalu bergegas keluar dari ruang kerjanya.

"Saya pamit duluan ya, semua," ucap Alea kepada para karyawannya dengan nada sedikit terburu-buru.

"Iya, Mbak. Hati-hati di jalan," jawab salah seorang karyawannya.

Alea membalas dengan senyuman singkat, lalu melangkah cepat menuju mobilnya. Ia menyalakan mesin mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang menuju rumah. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!