Makan Masakan Laras

Oliver duduk di kursi ruang rapat pabrik dengan wajah masam. Matanya menatap berkas-berkas di atas meja. Ia masih kesal karena dipaksa mengunjungi ladang, berdiri di tengah tanah becek dan batang tebu yang menempel di sepatunya. Itu pengalaman paling tidak berguna menurutnya.

“Aku nggak ngerti kenapa Papa ngotot soal beginian,” gumamnya, sambil menyandarkan tubuh ke kursi.

Di depannya, Roni berdiri sambil memeriksa catatan. Asisten itu tidak menanggapi keluhan Oliver. Sudah terlalu sering ia mendengar protes seperti itu. Roni hanya menunggu giliran untuk menyampaikan laporan.

“Pak Oliver,” katanya akhirnya, “hari ini giliran petani menyerahkan tebu ke gudang pabrik. Pak Brata ingin Anda hadir untuk memastikan alur distribusi berjalan lancar.”

Oliver mendengus kasar. “Lagi? Aku disuruh ngurusin mereka lagi? Sudah ada staf bagian lapangan, kan? Suruh saja mereka yang bereskan.”

Tatapan Roni tajam. “Saya tidak mengulangi pesan Papa anda dua kali, Pak. Kalau Anda tidak ikut, saya akan laporkan.”

Oliver terdiam, menutup mulut dengan jengkel. Ancaman itu sederhana tapi efektif. Ia tahu benar, jika ayahnya mendengar lagi keluhan atau laporan buruk tentang dirinya, konsekuensinya bisa berat.

“Fine,” katanya singkat. “Aku datang. Tapi jangan harap aku bakal berbaur sama orang-orang kampung itu.”

Gudang pabrik sore itu ramai. Truk-truk kecil dari desa berdatangan membawa batang-batang tebu yang baru dipanen. Beberapa karyawan pabrik sigap menimbang dan mencatat data.

Oliver berdiri di sisi paling jauh, berusaha tidak menghirup aroma tanah dan daun tebu yang menusuk hidungnya. Jas mahal yang ia kenakan tampak terlalu berlebihan di tengah suasana penuh debu.

Di antara kerumunan, tampak seorang pemuda desa yang mencolok. Tubuhnya tegap, kulitnya legam terbakar matahari, tapi senyumnya tetap ramah. Ia mengenakan kaos polos dan celana kerja sederhana. Pemuda itu mengatur jalannya bongkar muat dengan cekatan.

“Dia Jaya,” bisik salah satu petani kepada staf pabrik. “Anak muda desa yang selalu bantu kami antar hasil panen. Orangnya rajin dan bisa dipercaya.”

Oliver melirik sekilas. Baginya, Jaya tidak ada bedanya dengan buruh kasar lain. Namun, jelas terlihat jelas bahwa petani-petani sangat menghargainya. Keramaian bertambah saat Laras muncul dari arah gerbang. Gadis itu mengenakan baju polos sederhana warna biru muda dan membawa rantang besar. Senyumnya mengembang, matanya berbinar saat menyapa orang-orang di sekeliling.

“Bapak, ini makan siangnya,” ucapnya sambil menyerahkan rantang kepada ayahnya yang baru selesai menurunkan ikatan tebu.

Seisi gudang sontak berubah lebih hangat. Petani-petani menyapa Laras dengan ramah. “Wah, ada Laras! Bawa apa lagi hari ini?”

Laras terkekeh kecil. “Cuma masakan biasa, Pak. Sayur lodeh sama tahu goreng.”

Oliver yang berdiri agak jauh mendengus. “Ckck… gadis kampung ini lagi.”

Laras lalu menoleh ke arah staf pabrik. Dengan polosnya ia berkata, “Kalau bapak-bapak dan mas semua belum makan, saya bawakan lebih. Bisa dimakan bareng.”

Roni langsung menyambut tawaran itu dengan ramah. “Wah, terima kasih, Laras. Kebetulan sekali.”

Staf pabrik lain ikut mengangguk senang. Mereka menghampiri dengan wajah antusias.

Oliver memutar bola matanya. “Sungguh norak,” desisnya.

Jaya segera menghampiri Laras, membantu membawakan rantang. “Biar saya yang tuangin, Ras,” katanya ramah.

Laras tersenyum, pipinya merona. “Wah makasih, Mas Jaya.”

Interaksi keduanya tidak luput dari perhatian petani lain. Beberapa menggoda, “Kalian berdua cocok banget.”

Laras hanya terkikik malu, tidak menanggapi serius. Jaya menunduk, tapi senyum kecilnya tidak bisa ia sembunyikan.

Oliver menyaksikan semua itu dari kejauhan. Ada rasa jengah dalam dirinya. Bukan cemburu, tentu saja. Baginya, itu semua hanya tontonan konyol. Gadis kampung yang terlalu lugu dan pemuda desa yang jelas-jelas menaruh hati. Tak lama, semua orang duduk melingkar di lantai gudang, menikmati hidangan dari rantang Laras. Bau harum sayur lodeh menyebar, membuat suasana akrab. Roni duduk bersama mereka, menerima sepiring penuh. Begitu pula staf pabrik yang lain. Mereka tampak menikmati dengan tulus.

Oliver berdiri terpaku. “Aku tidak akan makan itu,” katanya ketus.

Semua kepala menoleh, keheningan singkat menyelimuti ruangan. Mereka tidak tampak kaget lagi walau tetap ada perasaan tidak enak sebab tempo hari Oliver juga menolak makan bersama.

Roni berdiri dan menatap Oliver lama. Suaranya berbisik, tapi tegas seperti pisau. “Pak Oliver, dengar baik-baik. Papa anda meminta saya melaporkan setiap langkah Anda di sini. Kalau Anda menolak suguhan mereka, saya pastikan kabar itu sampai ke telinga beliau. Dan Anda tahu apa akibatnya.”

Oliver melotot. “Kau berani mengancam aku?”

Roni tidak bergeming. “Saya tidak mengancam. Saya hanya menjalankan perintah sesuai tugas saya. Jadi silakan makan sekarang… atau Anda harus bersiap-siap menghadapi kemurkaan Pak Brata.”

Laras menatap bingung, wajah Oliver dan Roni terlihat menegang.

Akhirnya, dengan wajah terpaksa, Oliver berjalan mendekat dan duduk di lingkaran. Ia mengambil piring, lalu menyeruput satu sendok.

Matanya melebar sesaat, rasa gurih kuah lodeh, pedas sambal, dan renyahnya tempe goreng membuat lidahnya terkejut. Tampilannya sangat berbeda dari dugaan.

“Hmm…” gumamnya tanpa sadar.

Laras tersenyum lega. “Kalau kurang lauk, saya tambahin ya Om.” Ia dengan lugu menaruh sepotong tempe ke piring Oliver.

Oliver terdiam, menatap gadis itu. Tidak ada rasa malu atau sungkan di wajahnya, tapi tidak juga ada raut sengaja atau mencari perhatian. Terlihat tulus namun ia enggan mengakuinya. Ia seolah memberi makan semua orang tanpa membeda-bedakan.

Ketika mereka sudah duduk melingkar, Jaya tampak sibuk menuangkan sayur lodeh ke mangkuk Laras. “Ras! kamu juga harus makan, jangan cuma milikirn perut kami. Kamu kan udah repot masak.”

Laras tersenyum polos. “Wah, makasih ya Mas Jaya. Tapi saya bisa kok ambil sendiri.”

“Biar aku aja,” sahut Jaya cepat, senyumnya lebar.

Beberapa petani yang melihat hanya saling senggol, menahan tawa. Laras sama sekali tidak menangkap maksud Jaya. Ia malah balik menawarkan, “Mas Jaya juga harus banyak makan, nanti capek lagi kalau ngangkut tebu.”

Oliver yang duduk tak jauh hanya mengangkat alis tinggi. Dalam hati ia mendengus, Astaga, caper banget tuh cowok. Dan gadis norak ini bahkan nggak sadar sama sekali.

Petani lain tertawa hangat, suasana makan siang sederhana itu penuh tawa dan obrolan riang. Oliver sendiri masih diam. Rasa masakan itu masih menempel di lidahnya membuatnya bingung. Bagaimana mungkin makanan kampung bisa seenak ini?

Namun, ia buru-buru menepis pikirannya. Tidak, ini konyol. Makanan di restoran adalah seleraku.

Sore menjelang, semua orang bubar dengan wajah puas. Laras membereskan rantangnya, dibantu oleh Jaya. Para petani berpamitan sambil menyalami staf pabrik.

Oliver kembali ke mobil dengan wajah masam. Roni menyusulnya dari belakang.

“Lihat, Pak,” kata Roni tenang, “hubungan dengan petani akan makin baik kalau ada kebersamaan seperti ini.”

Oliver tidak menjawab. Ia hanya bersandar di kursi mobil, menutup mata.

“Gadis norak…” gumamnya pelan.

Roni menoleh ke sebelahnya, seperti mendengar sesuatu dari orang keras kepala ini. Melihat matanya terpejam, ia mengalihkan pandangan. Mungkin tadi hanya salah dengar.

Terpopuler

Comments

Ratih Tupperware Denpasar

Ratih Tupperware Denpasar

lanjut kak

2025-08-24

0

lihat semua
Episodes
1 Tragedi Kubangan Lumpur
2 Motor Bebek Butut
3 Oliver tidak Jadi Berkencan
4 Ke Ladang Para Petani
5 Makan Masakan Laras
6 Oliver Terjatuh
7 Bermalam di Gubuk
8 Tidak Bisa Hilang dari Pikiran
9 Lulus
10 Day 1 Laras
11 Demi Bapak Laras Kuat
12 Laras Pingsan
13 Khawatir tapi Gengsi
14 Digrebek Warga
15 Menikah dengan Laras
16 Sah
17 Malam Pertama Yang Menyakitkan
18 Diterima dengan Baik
19 Penampilan Baru Laras
20 Dunia Malam Oliver
21 Semakin Menjadi
22 Di Kirim ke Pelosok
23 Pasutri Baru Pindah
24 Pertama Kali Satu Ranjang
25 Mulai Bekerja di Pabrik
26 Jejak Kecurangan
27 Aktivitas Pasutri di Desa
28 Butuh Tapi Gengsi
29 Laras ke Pabrik
30 Kecupan
31 Hubby
32 The Forgotten Princess of the Tyrant Emperor
33 Sipaling Hubby
34 Gagal Lagi
35 Berhasil Juga
36 Rencana Oliver
37 Diatas Kertas?
38 Jatuh Cinta?
39 Kedatangan Selena
40 Putusin Selena
41 Membujuk Laras
42 Belah Duren
43 Gemasnya Laras
44 Laras Nakal
45 Ganti Pentungan
46 Tidak Goyah
47 Pergi
48 Oliver Kalang Kabut
49 Zonk
50 Oliver Semakin Frustasi
51 Di Hati A yang Keluar B
52 Ajaran Soraya
53 Misi Jatah Oli
54 Tragedi Masak Memasak
55 Laras Berubah
56 Berjuang Memenuhi Keinginan Laras
57 Semakin Memburuk
58 Oliver Junior
59 Hoha Hohe Masa Lalu
60 Pusing Tujuh Keliling
61 Menyelesaikan Persoalan Mantan
62 Random tapi Bikin Klepek-klepek
63 Dikira Bocil
64 Gara-gara Lipbalm
65 Kejutan
66 Mirip Wajahnya, Jangan Kelakuannya
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Tragedi Kubangan Lumpur
2
Motor Bebek Butut
3
Oliver tidak Jadi Berkencan
4
Ke Ladang Para Petani
5
Makan Masakan Laras
6
Oliver Terjatuh
7
Bermalam di Gubuk
8
Tidak Bisa Hilang dari Pikiran
9
Lulus
10
Day 1 Laras
11
Demi Bapak Laras Kuat
12
Laras Pingsan
13
Khawatir tapi Gengsi
14
Digrebek Warga
15
Menikah dengan Laras
16
Sah
17
Malam Pertama Yang Menyakitkan
18
Diterima dengan Baik
19
Penampilan Baru Laras
20
Dunia Malam Oliver
21
Semakin Menjadi
22
Di Kirim ke Pelosok
23
Pasutri Baru Pindah
24
Pertama Kali Satu Ranjang
25
Mulai Bekerja di Pabrik
26
Jejak Kecurangan
27
Aktivitas Pasutri di Desa
28
Butuh Tapi Gengsi
29
Laras ke Pabrik
30
Kecupan
31
Hubby
32
The Forgotten Princess of the Tyrant Emperor
33
Sipaling Hubby
34
Gagal Lagi
35
Berhasil Juga
36
Rencana Oliver
37
Diatas Kertas?
38
Jatuh Cinta?
39
Kedatangan Selena
40
Putusin Selena
41
Membujuk Laras
42
Belah Duren
43
Gemasnya Laras
44
Laras Nakal
45
Ganti Pentungan
46
Tidak Goyah
47
Pergi
48
Oliver Kalang Kabut
49
Zonk
50
Oliver Semakin Frustasi
51
Di Hati A yang Keluar B
52
Ajaran Soraya
53
Misi Jatah Oli
54
Tragedi Masak Memasak
55
Laras Berubah
56
Berjuang Memenuhi Keinginan Laras
57
Semakin Memburuk
58
Oliver Junior
59
Hoha Hohe Masa Lalu
60
Pusing Tujuh Keliling
61
Menyelesaikan Persoalan Mantan
62
Random tapi Bikin Klepek-klepek
63
Dikira Bocil
64
Gara-gara Lipbalm
65
Kejutan
66
Mirip Wajahnya, Jangan Kelakuannya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!