“Daftar Kematian Kelas 3-B”
Bab 2 – Pertarungan Pertama di Lorong
Riku Hayashida
“Tsune… dia makin deket!”
Tatsune Arakawa
“Tenang. Jangan kasih liat lo takut.”
Tentara hantu itu melangkah maju. Sepatu botnya menghantam lantai kayu, bunyinya seperti palu godam. Bayonet berkilau di ujung senapan, terarah lurus pada mereka.
Riku Hayashida
“Jangan kasih liat takut? Gue udah setengah mati nahan buat nggak kabur tau!”
Tatsune Arakawa
“Kalau lo lari, kita udah mati.”
Riku Hayashida
“Kalau kita lawan, apa nggak sama aja?”
Tatsune Arakawa
"Nggak itu berbeda, Bedanya: kalau kita lawan, masih ada peluang.”
Hembusan angin dingin menerpa. Bau mesiu dan darah segar seakan nyata, padahal perang sudah berakhir puluhan tahun lalu.
Riku Hayashida
“Oke… gue akan cover lo dari belakang.”
Tatsune Arakawa
“ cover? Lo bahkan nggak bawa senjata.”
Riku Hayashida
“Ya kali gue lempar penghapus papan tulis?!”
Tatsune Arakawa
“…ya, kalo kena mata mungkin lumayan.”
Tentara hantu itu mengeluarkan teriakan. Suara asing bercampur parau, seperti jeritan manusia yang dipaksa bangkit dari kubur.
Riku Hayashida
“AAAAAAAA dia teriak, Tsune!!”
Tatsune Arakawa
“Jangan kuping lo yang mikir, tapi tangan lo yang gerak!”
Bayonet meluncur menusuk ke arah Tatsune. Dengan cepat, ia menangkisnya pakai besi patah kursi. Dentuman logam melawan logam terdengar nyaring, membuat lorong bergema.
Riku Hayashida
“Gila… lo bisa tahan?!”
Tatsune Arakawa
“ ya tentu, tapi ini Belum tentu bisa dua kali.”
Bayonet itu bergetar, lalu ditarik kembali. Tentara hantu menyerang lagi dengan kecepatan tak wajar. Tatsune nyaris tidak sempat mengelak, tubuhnya terdorong ke belakang.
Tatsune Arakawa
“Gue nggak apa-apa… Cuma—ARGH!”
Pisau bayonet menyayat lengannya. Darah segar menetes di lantai, bercampur dengan noda darah lama yang tak pernah hilang dari lorong itu.
Riku Hayashida
“Lo berdarah! Kita harus kabur, Tsune!”
Tatsune Arakawa
“Kalau kita kabur, mereka bakal ngejar sampai kita bener-bener masuk daftar kematian itu.”
Riku Hayashida
“Terus lo maunya gimana?!”
Tatsune Arakawa
“Kita harus kalahin dia. Kalau nggak… kita nggak bakal bisa keluar dari sekolah ini.”
Tatapan Tatsune penuh tekad, meski tubuhnya mulai gemetar karena luka. Sementara itu, tentara hantu itu bersiap menusuk lagi.
Riku Hayashida
“Oke… oke… gue bakal bantu lo.
Tapi serius, gimana caranya bunuh sesuatu yang udah mati?!”
Tatsune Arakawa
“Kalau dia berasal dari masa lalu… mungkin masa lalu juga bisa ngalahin dia.”
Riku Hayashida
“Apa maksud lo—”
Tiba-tiba, buku 1944 yang ada di tangan Riku bergetar sendiri. Halamannya terbuka ke bagian bertuliskan “Unit 3-B, Hilang dalam pertempuran.” Tulisan tinta merah di samping nama mulai bersinar samar.
Riku Hayashida
“Tsune… bukunya… kayak hidup.”
Tatsune Arakawa
“Gunain itu!”
Riku Hayashida
“Hah? Mana mungkin gue ngelempar buku bisa ngalahin hantu bersenjata?!”
Tatsune Arakawa
“Coba dulu, jangan banyak bacot!”
Dengan nekat, Riku mengangkat buku itu dan menghadapkannya ke tentara hantu. Cahaya merah dari tinta menyilaukan lorong. Tentara itu berhenti menyerang, matanya kosong mulai bergetar.
hantu tentara
“Nama… nama… dipanggil… kembali…”
Riku Hayashida
“Tsune… kayaknya dia bereaksi.”
Tatsune Arakawa
“Teruskan! Baca namanya!”
Riku Hayashida
“O-oke… Shinjiro Takeda—Hilang dalam pertempuran!”
Begitu nama itu disebut, tubuh tentara hantu tersebut bergetar hebat. Bayonetnya jatuh menghantam lantai, lalu tubuhnya meledak jadi serpihan cahaya merah yang perlahan menghilang.
Riku Hayashida
“…Lo liat itu barusan?”
Tatsune Arakawa
“Iya. Nama mereka… kunci buat ngelawan.”
Riku Hayashida
“Jadi… buku ini bukan cuma arsip. Ini senjata.”
Lorong kembali sunyi. Tapi keheningan itu tidak bertahan lama. Dari balik bayangan, terdengar puluhan langkah kaki lain. Suara sepatu bot tentara, semakin banyak, semakin dekat.
Riku Hayashida
“Tsune… jangan bilang…”
Tatsune Arakawa
“Yap. Itu bukan satu-satunya.”
Riku Hayashida
“Sial… mereka semua datang.”
Tatsune Arakawa
“Kayaknya malam ini… baru dimulai.”
Bayangan tentara-tentara lain muncul di lorong. Jumlahnya tidak terhitung, memenuhi kegelapan sekolah tua itu. Sementara di tangan Riku, buku 1944 bergetar semakin keras, seperti ingin memaksa halaman-halamannya dibaca habis malam ini.
Riku Hayashida
“Tsune… kalau mereka semua ada di buku ini, berarti kita harus baca satu per satu nama mereka?!”
Tatsune Arakawa
“ya, Kalau perlu sampai pagi, dan kita harus lakuin itu.”
Riku Hayashida
“…Lo tau nggak sih, ini bukan ujian sekolah. Ini ujian hidup dan mati.”
Tatsune Arakawa
“Sama aja. Bedanya, kalau gagal… remedialnya di neraka.”
Puluhan bayonet terangkat serentak, berkilau di bawah cahaya bulan. Tragedi kelas 3-B yang terkubur sejak 1944 kini terulang kembali, dan hanya dua siswa itu yang berdiri di lorong kematian.
Comments