Cinta Manis Aroma Roti
11 Tahun Lalu
Hujan deras mengguyur kota kecil. Payung biru polkadot milik Anya yang berusia sembilan tahun hampir terbalik diterpa angin. Gadis kecil itu berlari menyusuri gang sempit, berniat pulang setelah membeli roti keju kesukaannya.
Di ujung gang, ia melihat seorang remaja laki-laki sekitar lima belas tahun, Adrian, berlari dengan wajah pucat dan napas tersengal. Di belakangnya, dua pria asing berbadan besar mengejar.
Refleks tanpa pikir panjang, Anya berlari ke arah Adrian.
“Hei! Cepat ikut aku!” serunya lantang.
Adrian, terkejut tapi tak punya pilihan, mengikuti langkah kecil itu. Anya membukakan pagar rumah kosong milik tetangganya, lalu menariknya masuk ke gudang belakang. Mereka bersembunyi di balik tumpukan karung beras.
Pria-pria itu lewat, tak sadar mereka bersembunyi di sana. Adrian menghela napas lega… sampai menyadari lutut Anya berdarah karena tergelincir di lantai licin.
“Kamu luka!” ucapnya panik.
Anya hanya meringis sambil mengibaskan tangan. “Ah, cuma gores. Yang penting kamu nggak ketangkep.”
Adrian menatap gadis kecil yang baru saja menolongnya, lalu melepas kalung perak dengan liontin bintang dari lehernya.
“Simpan ini. Kalau kita ketemu lagi… kamu akan tahu siapa aku.”
Anya tersenyum lebar. “Oke! Tapi inget, aku suka roti keju!”
"Tentu aku akan mengingatnya" ujar Adrian
Hujan mereda. Mereka berpisah, tanpa tahu butuh waktu sebelas tahun untuk bertemu kembali.
11 Tahun kemudian
Pagi itu, cahaya matahari memantul lembut di kaca etalase toko roti mungil bernama Sweet Anya. Aroma manis roti yang baru keluar dari oven menyeruak ke udara, memanggil siapa saja yang lewat untuk mampir. Di atas pintu, lonceng kecil cling! berbunyi setiap kali pintu terbuka.
Anya, gadis 20 tahun dengan rambut cokelat gelap yang dikuncir tinggi, berlari kecil di balik meja kasir sambil membawa dua loyang roti keju yang masih mengepulkan asap. Pipinya memerah karena panas, tapi senyumnya tidak pernah pudar.
“Panas, panas… hati-hati ya, Bu Narti, rotinya masih baru keluar!” serunya sambil menyerahkan kantong kertas kepada pelanggan langganannya.
Bu Narti, seorang ibu-ibu ramah yang selalu datang jam segini, terkekeh. “Nggak apa-apa, Nak. Biar rotinya anget pas sampe rumah. Lihat kamu kerja begini, Tante pengen ngenalin kamu ke keponakan Tante, lho.”
Anya tertawa sambil mengipas wajahnya dengan tatakan roti. “Aduh, Tante… saya udah kenyang dikenalin sama keponakan orang. Lagian nanti keponakannya naksir sama roti saya, bukan sama saya.”
Beberapa pelanggan yang sedang mengantre tertawa mendengar jawabannya. Anya memang seperti itu—blak-blakan, ceplas-ceplos, dan selalu bikin suasana hangat.
Di sudut ruangan, radio kecil memutar lagu ceria. Suasana toko roti ini seperti rumah kedua bagi para pelanggan tetap. Ada bangku panjang di dekat jendela tempat anak-anak sering duduk sambil menunggu orang tua mereka, ada juga rak penuh selai dan toping yang dijual bebas.
Sementara itu di pusat kota…
Di lantai tertinggi gedung kaca berkilau, Adrian Aurelius Bramasta duduk di balik meja kerjanya. Jas hitamnya rapi, dasi biru tua terikat sempurna, dan wajahnya seperti terpahat—tenang, dingin, dan sulit terbaca.
Namun, matanya kini menatap sebuah foto kecil di tangannya: potret kalung perak berbentuk bintang yang pernah ia berikan sebelas tahun lalu.
“Sudah hampir putus asa, ya?” ujar Jordan, asisten pribadinya yang masuk sambil membawa berkas.
Adrian mengangkat pandangan. “Aku nggak akan berhenti sampai ketemu. Dia menolongku saat tak seorang pun mau… aku berhutang nyawa padanya.”
Jordan menghela napas. “Tapi, bos, petunjuknya cuma dua: dia suka roti keju dan punya kalung itu. Kota ini besar, nyarinya kayak cari jarum di tumpukan jerami.”
Adrian hanya tersenyum tipis. “Kadang… jarum itu yang akan menunjukkan dirinya sendiri.”
Fase Pencarian
Sudah bertahun tahun ini Adrian secara diam-diam mengirim tim kecil untuk mencari gadis berkalung bintang yang suka roti keju. Mereka menyusuri pasar, festival kuliner, bahkan kafe-kafe roti di pinggiran kota.
Sampai suatu sore, laporan baru datang.
“Bos, ada toko roti kecil di distrik barat, namanya Sweet Anya. Pemiliknya perempuan muda, selalu pakai kalung perak… dan menu andalannya roti keju,” kata salah satu anggota timnya.
Adrian terdiam beberapa detik. “Sweet Anya…” gumamnya, seperti mencicipi namanya di lidah.
Jordan menyeringai. “Sepertinya jackpot.”
“Bisa jadi. Tapi… aku nggak mau langsung muncul sebagai ‘Adrian Aurelius si CEO kaya’. Aku mau lihat siapa dia sebenarnya. Aku mau tahu apakah dia masih orang yang sama… atau tidak.”
Jordan mengerutkan kening. “Maksud bos…?”
“Aku akan datang sebagai orang biasa. Melamar jadi pegawainya.” jawab Ardian
Kembali ke Toko Roti
Jam menunjukkan pukul sembilan pagi ketika lonceng pintu cling! berbunyi lagi. Anya sedang sibuk memotong roti gandum saat seorang pria tinggi masuk. Ia mengenakan kemeja putih sederhana, celana jeans gelap, dan sneakers. Tidak ada jas mahal, tidak ada arloji mewah hanya kesan rapi yang entah kenapa memikat.
“Selamat pagi! Mau beli roti apa?” sapa Anya sambil tersenyum.
Pria itu, yang sebenarnya adalah Adrian, menatap Anya lekat jantungnya pun tiba tiba berdetak cepat, lalu pandangan ketempat lain sebelum menjawab, “Sebenarnya… saya lihat papan lowongan di luar. Saya mau melamar kerja.”
Beberapa pelanggan yang masih antre langsung pasang telinga. Jarang ada pria setampan itu melamar kerja di toko roti.
Anya memandangnya dari atas sampai bawah. “Kamu yakin kuat? Ini toko roti, bukan kafe estetik, tapi Kita angkat karung tepung, bukan gelas kopi cantik dan toko ini bukan cari model iklan roti ”
Adrian menahan senyum. “Saya kuat.”
“Bangun subuh bisa?”
“Bisa.”
“Bersihin loyang gosong?”
“Bisa.”
“Bisa tahan sama bos cerewet?”
“…Bisa.”
Anya mengangkat alis, lalu mengulurkan tangan. “Oke, mulai besok. Namamu siapa?”
“Raka,” jawab Adrian, memberikan nama samaran tanpa ragu.
Interaksi Kocak
Begitu Adrian keluar, Bu Narti langsung nyeletuk ke Anya, “Nak, kalau pegawai baru ini jomblo, Tante siap jadi mak comblang!”
Anya terkekeh. “Bu, jangan. Nanti pegawainya malah kabur karena takut sama bosnya.”
Di meja kasir, dua anak kecil Mika dan Rani menarik apron Anya.
“Kak Anya, pegawai baru itu kayak pangeran di TV!” bisik Rani.
Anya pura-pura serius. “Pangeran apaan? Kalau dia pangeran, aku suruh dia nyapu halaman dulu, biar kakinya nggak sakit jalan di dunia nyata.”
Anak-anak itu cekikikan.
Malam Sebelum Hari Pertama
Di apartemennya, Adrian membuka laptop, mempelajari resep roti dari internet. Jordan yang datang membawakan dokumen hanya bisa geleng-geleng, “Bos, ini konyol. Anda belajar bikin roti jam segini?”
Adrian menatap layar sambil berkata, “Kalau aku mau tahu siapa dia sebenarnya, aku harus masuk ke dunianya. Kalau dia terima aku meski aku cuma ‘pegawai roti biasa’… berarti dia tulus.”
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Kadek Ariani
awal cerita udh bagus.mudah" sampai akhir cerita lanjutany bagus ya..semangat lanjut upny ya..jgn lama"dtungguin lo
2025-08-09
3
Rohmi Yatun
awal cerita yang menarik... semoga lanjut sampe end ya.. dah masuk favorit ni Thor🙏
2025-08-10
0
Retno Palupi
semoga ceritanya bagus sampai akhir, semangat update kak
2025-08-09
0