Bab 2 Pagi Pertama di Sweet Anya

Jam 5 pagi, distrik barat masih berkabut. Adrian berjalan menuju Sweet Anya dengan ransel sederhana, jeans, dan kemeja flanel. Tidak ada jas mahal, tidak ada parfum mewah—hanya aroma sabun yang bersih.

Begitu pintu terbuka, lonceng kecil cling! berbunyi. Anya sudah berdiri di balik meja, rambutnya dikuncir tinggi, apron penuh tepung, dan tatapan “aku sudah bangun dari jam 4 pagi” di wajahnya.

“Pagi, Raka!” sapa Anya ceria. “Kamu datang tepat waktu. Plus satu poin.”

Adrian tersenyum kecil. “Terima kasih, bos.”

“Panggil aku Anya aja. ‘Bos’ bikin aku berasa tua.”

Ia langsung menyerahkan apron dan sepasang sarung tangan. “Pertama, kamu bantu aku angkat karung tepung 25 kilo itu ke rak atas.”

Adrian melirik karungnya. “Baik.”

Lima detik kemudian…

Dug! Karungnya nyaris jatuh menimpa meja.

Anya menahan tawa. “Kamu kuat, tapi tekniknya nol. Nih, lihat ni angkat pakai kaki, bukan punggung. Kalau kamu sakit punggung di sini, aku nggak punya asuransi pegawai.” ujar Anya sembari mengangkat karung tepung itu dengan muda

Adrian atau Raka yang melihatnya pun sangat kaget menatap Anya dengan kagum.

Setelah menata tepung, Raka diberi tugas menggulung adonan roti.

“Lihat nih caranya,” ujar Anya sambil mempraktikkan gerakan memutar adonan hingga halus. “Gampang, kan?”

Raka mencoba. Hasilnya… adonan malah terlempar sedikit ke lantai.

Anya menatapnya, lalu meletakkan tangan di pinggang.

“Wah, ini prestasi. Baru lima menit kerja udah bikin roti jadi korban.” ujar Anya dan itu membuat Raka malu

---

Kedatangan Pelanggan Pagi

Jam 7, pelanggan pertama mulai berdatangan. Bu Narti, tentu saja, menjadi yang pertama.

“Nak Anyaaa…” seru Bu Narti sambil melirik Adrian. “Wah, pegawai barunya tinggi, ganteng, dan… jomblo nggak, Nak?”

Anya memutar mata. “Bu Narti, ini toko roti, bukan biro jodoh.”

Adrian menunduk sopan. “Pagi, Bu.”

Bu Narti tersenyum lebar. “Pagi, Nak. Kalau kamu betah kerja di sini, Tante traktir roti keju sebulan penuh.”

Anya cepat-cepat memotong. “Bu, jangan goda pegawai baru saya. Dia bisa kabur.”

Dua anak kecil, Mika dan Rani, datang sambil berbisik-bisik. “Kak Anya, pegawai baru itu kayak pangeran di drama TV!”

Anya pura-pura serius. “Kalau pangeran, berarti dia harus belajar nyapu dulu. Biar kakinya terbiasa sama lantai dunia nyata.”

Anak-anak cekikikan, Adrian menahan senyum di balik meja.

Tidak lama toko mulai ramai. Seorang remaja perempuan datang bersama temannya, pura-pura melihat-lihat roti padahal matanya ke Raka terus.

“Mas, roti keju ini enak nggak?” tanya salah satunya sambil menunduk malu-malu.

“Enak banget,” jawab Raka sopan.

Anya langsung nyelutuk dari belakang, “Kalau mau beli, beli aja. Jangan ganggu pegawai saya, nanti dia grogi dan roti saya gosong.”

Suasana toko pecah oleh tawa pelanggan lain. Raka menggeleng pelan—Anya benar-benar tidak ada filter.

---

Sepanjang hari, Adrian bekerja sambil memperhatikan Anya. Ia melihat bagaimana gadis itu tertawa pada pelanggan, memotong roti dengan cekatan, dan selalu mengingat pesanan orang. Tidak ada jarak antara dirinya dan orang-orang di sini.

Saat seorang kakek datang dengan uang pas-pasan, Anya diam-diam memasukkan dua roti ekstra ke kantongnya. “Bonus buat cucu di rumah,” katanya sambil tersenyum.

Adrian menatap pemandangan itu dengan rasa hangat di dada. Dia… masih sama.

---

Menjelang siang, Anya menyuruh Adrian memanggang roti keju. “Timer-nya 15 menit. Kalau gosong… kamu yang makan semuanya.”

Adrian mengangguk mantap. Tapi kemudian, Bu Narti datang lagi sambil mengajak ngobrol panjang. Adrian lupa waktu.

Hasilnya? Aroma gosong memenuhi toko.

Anya menatap oven, lalu menatap Adrian dengan ekspresi “aku sudah menduganya”. “Selamat, Raka. Kamu bikin roti rasa arang. Inovasi yang… tidak akan pernah dijual di sini.”

Semua pelanggan tertawa. Adrian ikut tersenyum, meski diam-diam malu.

---

Saat toko agak sepi, Anya dan Adrian duduk sambil makan roti yang gagal.

“Gosong… tapi masih lumayan,” gumam Adrian.

Anya menatapnya. “Kamu nggak nyerah kan? Banyak pegawai baru yang kabur setelah hari pertama.”

“Aku nggak gampang kabur,” jawab Adrian singkat.

Mata mereka bertemu sebentar, tapi Anya buru-buru berdiri. “Oke, pangeran roti gosong, waktunya lanjut kerja.”

-----

Setelah jam makan siang, Anya memberi kesempatan Raka membuat roti sendiri.

"Raka kemari, aku akan memberi kamu tantangan untuk di coba di hari pertama" ujar anja sembari menyiapkan bahan adonan roti

"Akan aku coba sebagai ujian" jawab kara

“Tentu saja anggap ini ujian. Kalau rotimu layak jual, kamu lulus tahap satu,” katanya sambil menyilangkan tangan di dada.

Raka mulai mencampur bahan. Ia mengikuti instruksi, tapi karena belum terbiasa, ia menakar garam terlalu banyak.

Begitu roti matang, Anya mencobanya… lalu langsung minum air putih.

“Raka… ini roti atau camilan laut? Asinnya kayak air pantai,” komentarnya.

Raka menggaruk kepala. “Saya ulang lagi.”

Anya tersenyum geli. “Santai aja. Semua orang juga pernah gagal. Tapi kalau gagal dua kali, saya bakal nyuruh kamu jadi kasir aja.”

Mereka pun tertawa bersama

---

Sore harinya, setelah toko mulai sepi, Anya duduk di meja dekat jendela sambil menghitung pemasukan.

Raka duduk di seberangnya, pura-pura sibuk merapikan buku catatan, padahal ingin mengajak bicara.

“Kamu udah lama buka toko ini?” tanyanya.

Anya mengangguk. “Dari umur empat belas. Dulu punya orang tua, tapi enam tahun lalu mereka kecelakaan. Sekarang semua aku urus sendiri.”

Raka menatapnya, mencoba menyembunyikan rasa kagumnya. “Kamu hebat.”

Anya tertawa kecil. “Hebat apanya? Ini cuma toko roti kecil. Yang penting aku bisa bikin orang senang lewat makanan.”

Menjelang tutup, Bu Narti kembali untuk membeli roti terakhir.

“Eh, pegawai baru masih di sini. Bagus, belum kabur,” candanya.

Anya menjawab sambil tertawa, “Bu, doain aja besok dia nggak kapok.”

"Tapi Tante yakin, dia gak akan kabur" ujar Bu Narti

"Kenapa Bu?" tanya Anya

"Bosnya cantik walau cerewet" jawab Bu Narti sembari tertawa

"Gak papa Bu cerewet saya suka " jawab Raka spontan dan itu membuat Bu Narti dan Anya memandang Raka cepat

Raka yang di pandang pun jadi gugup dan tersenyum kaku, " maksudnya saya suka kerja di sini" jelas Raka

"

---

Setelah toko tutup, Anya menyerahkan sebotol air dan berkata, “Kamu lulus hari pertama. Besok jam 5 lagi, oke?”

Adrian tersenyum. “Oke.” Raka tersenyum. Dalam hati, ia tahu satu hal hari pertamanya di sini jauh lebih berarti daripada semua rapat megah di gedung tinggi. Dan ia tidak sabar untuk kembali besok.

Begitu ia berjalan pulang, ia memegang kalung berbentuk bintang di sakunya. Satu langkah lebih dekat… pikirnya.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!