Gendhis menghargai kedatangan semua tamu pada upacara pemakaman ayahnya. Sang adalah seorang penganut agama Katolik yang taat, meskipun ayahnya itu selalu mengatakan bahwa ia bukanlah orang Katolik yang baik.
“Jangan tiru Papa, Ndis. Besok kalau kamu sudah dewasa dan berkeluarga, harus lebih sering ke gereja, memohon kepada Tuhan untuk ampunan atas dosa-dosa kita. Berikan contoh yang baik buat keluargamu,” ujar Sang sewaktu Gendhis masih remaja.
“Papa rajin ke gereja, kok,” jawab Gendhis pendek.
Sang tersenyum tipis, kemudian membelai rambut anak perempuannya itu pelan. “Nggak cukup, Ndis. Karena dosa Papa banyak, tiap Minggu ke gereja nggak bakal bisa menghapus semua dosa-dosa Papa.”
Gendhis tidak pernah bisa menerima penjelasan sang ayah. Namun, di kemudian hari, ia sungguh menjadi seorang umat Katolik yang taat, seperti permintaan Sang.
Karena menjadi sosok yang dihormati, tidak heran, tamu yang hadir untuk memberikan penghormatan terakhir mereka kepada Sang datang menumpuk. Bahkan pada requiem, atau misa untuk orang yang telah wafat, orang-orang beragam latar belakang agama berada di dalam gereja ataupun menunggu di luar. Mereka berniat hadir menghantarkan dan mengantarkan Sang menuju ke kehidupan berikutnya.
Gendhis melihat banyak orang yang ia kenal cukup baik. Ada Adijaya Sulaiman, yang juga panjang umur, meski usianya memang berada beberapa tahun lebih muda dibanding ayahnya, duduk di kursi roda di bagian paling belakang dalam gereja. Dulu ia adalah mantan rekan kerja Sang, seorang Editor in Chief kantor media dimana mereka bekerja bersama selama bertahun-tahun.
Ada pula Ernawati Juang bersama anak dan cucu-cucunya. Ia dahulu juga rekan kerja sang ayah, seorang SEO (Search Engine Optimization) specialist, yang sempat bertugas lama di Singapura untuk kemudian kembali ke Indonesia beberapa tahun sebelum masa pensiunnya.
Gendhis hampir-hampir hapal semua rekan kerja ayahnya. Sang selalu terbuka dan informatif dalam hal ini. Sang memiliki social skill yang tinggi dimana memang diperlukan di dalam profesinya tersebut. Itu sebabnya, Gendhis berserta saudara-saudaranya juga sedikit banyak dilibatkan dalam sisi hidup ayahnya yang satu itu.
Sebenarnya, masih banyak teman dekat atau kenalan ayahnya yang Gendhis tahu. Namun, banyak dari mereka juga sudah terlebih dahulu dipanggil oleh Tuhan walaupun kerabat mereka, baik istri, suami, atau anak-anaknya, hadir di dalam upacara kematian tersebut.
Gendhis memindai seluruh ruangan dan mendapati satu sosok lagi yang ia kenal dengan baik. Orang itu juga salah satu rekan ayahnya yang masih diberkati dengan kesehatan sehingga masih dapat menikmati kehidupan. Ie Ie Sia Sia, begitu ia biasa memanggilnya.
Wanita Tionghoa 70-an tahun itu adalah seorang Buddhis. Cukup taat, tetapi sama seperti Sang, Sia Sia menolak untuk digambarkan demikian.
“Gendhis, kita semua terikat dengan karma. Ie Ie punya terlalu banyak beban di hidup Ie Ie yang ini. Ie Ie tidak punya waktu untuk memperbaiki hidup supaya karma Ie Ie baik untuk kehidupan selanjutnya. Jadi, yang kamu lihat sekarang bukan karena Ie Ie orangnya taat. Ie Ie Cuma ingin merasa damai, paling tidak untuk kehidupan yang ini,” ujarnya suatu kala.
Gendhis ingat betul pada suatu masa. Ia berada di kantor ayahnya, DisPLAY Media. Gendhis sudah remaja saat itu, kelas 10, alias 1 SMA. Ia mengadu kepada ayahnya mengenai masalah di sekolah. Perundungan, seperti layaknya masalah awam yang dihadapi remaja. Sebagai anak perempuan satu-satunya, dan termasuk yang paling disayang, Gendhis dijemput sang ayah dan dibawa serta ke kantor.
Gendhis menceritakan semua masalah dan keluh kesahnya kepada Sang. Kelegaannya sang anak perempuan disempurnakan ketika ia bertemu Sia Sia secara tak sengaja.
“Ie Ie dengar sedikit dari Papa kamu soal bullying di sekolah. Jangan khawatir, Ie Ie kan juga perempuan, jadi pasti tahu masalah kamu. Pasti ada kelompok anak perempuan yang resek sama kamu, kan?”
Gendhis memicingkan matanya, terkejut. “Kok, Ie Ie tahu? Papa cerita?”
Sia Sia menggelengkan kepalanya. “Nggak lah. Papa kamu nggak cerita sampai situ. Cuma, kamu kan anaknya cantik, sama seperti Mama kamu. Populer, pinter lagi. Ya, cewek kayak gitu di sekolah pasti jadi magnet iri dengki cewek-cewek lain,” ujar Sia Sia sembari tersenyum.
Dari situlah awal kedekatan Gendhis dan Sia Sia, walaupun sebenarnya Gendhis sudah mengenal Sia Sia sejak ia masih kecil. Saat remaja itulah baru Gendhis tahu bahwa Sia Sia merupakan sosok perempuan yang seru dan dapat dipercaya.
Padahal, sewaktu lebih muda, ia pernah iseng bertanya pada Papanya, “Pa, Ie Ie Sia Sia itu nggak nikah-nikah ya? Padahal cantik. Tapi mungkin karena aneh ya orangnya?”
Sang terkekeh. “Aneh gimana?”
“Hmm … gayanya itu. Terus kayak ADHD gitu,” ujar Gendhis hati-hati.
Sang malah semakin tertawa. “Iya, memang ADHD dia. Ie Ie Sia Sia juga tahu, kok. Dia kan orang seni, Ndis. Tidak heran kalau orang seni seperti itu perilakunya.”
Gendhis setuju. Namun, bedanya, beberapa tahun kemudian ia paham bahwa keanehan diri seorang Sia Sia bukanlah kelemahannya, tetapi malah membuatnya menjadi sosok yang unik.
Setahu Gendhis, Sia Sia memang tidak menikah sepanjang hidupnya. Padahal berani sumpah Gendhis beranggapan bahwa Sia Sia adalah salah satu sosok perempuan yang paling cantik yang pernah ia lihat sepanjang hidup selain Florentina, ibunya sendiri.
Sewaktu masih muda, Sia Sia memiliki selera fesyen yang tinggi. Busana bergaya Korean atau Japanese style tidak lepas dari penampilannya. Tubuhnya yang tinggi itu mendukung setiap baju yang ia kenakan. Belum lagi wajah orientalnya yang manis sekaligus cantik nan megah di saat yang sama, membuat sosok Sia Sia tidak terlupakan di pikiran seorang gadis remaja seusia Gendhis saat itu.
Gendhis pernah berpikir bahwa Sia Sia memiliki sifat yang buruk sehingga tidak memiliki pasangan dan jodoh. Sia Sia memang cerewet. Topik pembicaraannya suka melompat-lompat ketika sedang berbicara. Belum lagi leluconnya cenderung garing dan tidak lucu. Pandangan matanya liar, tidak selalu fokus, tetapi malah kerap memandang datar da kosong. Parahnya lagi, Sia Sia sebenarnya introver. Berbeda dengan ibunya yang cenderung diam, Sia Sia luar biasa talkative tetapi tidak paham situasi dan kondisi. Ini karena sebagai social skillnya bisa dikatakan buruk.
Hanya saja, setelah bertahun-tahun mengenalnya, Gendhis sadar bahwa tidak memiliki jodoh bukanlah ketidakberuntungan bagi seorang Sia Sia. Gendhis berada di pihak rekan kerja ayahnya itu. Ia menjadikan Sia Sia sebagai sosok perempuan kuat, mandiri, dan ‘mahal’.
“Gendhis malah senang Ie Ie Sia Sia sendirian, Pa,” ujarnya acak dan tiba-tiba kepada Sang suatu masa saat ia sudah berada di bangku kuliah.
Sang menatap wajah anak perempuannya itu, kemudian seperti biasa, terkekeh. “Maksudnya?”
“Ya, Ie Ie Sia Sia terlalu istimewa. Cowok biasa akan menganggap dia cantik, tapi gila,” Gendhis tertawa, “… tapi sebenarnya ia hanya terlalu istimewa. Nggak ada laki-laki yang bisa seimbang dengannya, Pa.”
Sang tertawa lepas. “Dia memang gila, kok. Saking gilanya, kalau kamu bilang dia gila di depan wajahnya, dia pasti langsung setuju. ‘Bener, aku memang gila!’ gitu katanya.” Sang kembali tertawa. Bersama Gendhis.
Setelah misa kematian selesai, Sia Sia bersapaan dengan orang-orang yang ia kenal, termasuk Adijaya Sulaiman, Ernawati Juang, berserta anak-anak dan cucu-cucu pensiunan mantan rekan kerja Sang Rakyan.
Gendhis mengampiri mereka, sahabt-sahabat ayahnya sewaktu masih muda dan senang bekerja itu, menyalami dan memeluk mereka untuk kesekian kalinya hari ini. Ia bersama Damar dan Jati menerima bela sungkawa.
“Gimana kabarnya, Flo?” sapa Ernawati Juang sembari memberikan pelukan hangat kepada temannya itu.
Keriput yang menghiasi kulit keduanya sama sekali tidak memusnahkan kecantikan yang masih menggantung di usia senja mereka.
“Baik, Kak Juang. Baik-baik saja,” jawab Sia Sia pendek.
Gendhis tahu bahwa nama lengkap Sia Sia adalah Florencia Salim. Panggilan akrab keluarga dan orang-orang terdekatnya, terutama kerabat Tionghoa, adalah Sia Sia, yang diambil dari silabel akhir namanya, Florencia. Namun, orang-orang kantor biasa memanggilnya Flo, termasuk Adijaya Sulaiman, Ernawati Juang, dan tentunya Sang Rakyan, ayahnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
🏡s⃝ᴿ 𝕸y💞🅰️nny 🇮🇩🍁❣️
nanti aku lanjut baca... interesting
2025-08-06
1
🏡s⃝ᴿ 𝕸y💞🅰️nny 🇮🇩🍁❣️
apakah ada sesuatu dengan si Le le?
2025-08-06
1
🏡s⃝ᴿ 𝕸y💞🅰️nny 🇮🇩🍁❣️
Flo? aaah... oke.. oke... jd sepertinya surat td untuk this Flo?
2025-08-06
1