Bukan Kamu, Bukan Dia
Langkah Vania terhenti di depan gerbang SMA Garuda, tempat awal mulainya ia jatuh cinta dalam diam yang teramat dalam. Mitos bahwa cinta pertama tak pernah terwujud ternyata bukan isapan jempol. Ia adalah buktinya. Vania menghela napas berat, melihat dengan jengah area sekolah.
Kakinya melangkah dengan berat, matanya menyapu lautan manusia yang hadir dalam acara reuni klub sastra. Mencari sahabatnya yang sejak pagi sudah memaksanya untuk datang, padahal ia menolak, jelas alasannya tak ingin bertemu Jalu—cinta pertamanya.
Vania mengeluarkan ponsel, mencari nama di daftar kontak, lalu menelponnya.
“Okta! Lo di mana sih? Dicariin dari tadi gak nongol-nongol!” Ia mulai kesal, sebab sudah setengah jam dia menunggu sahabatnya itu. “Ngumpet di mana sih lo?”
“Sorry-sorry, tadi ngobrol dulu sama pak satpam. Kangen gue udah lama gak ketemu.” Jawab Okta enteng. Terdengar gelak tawa di seberang sana, Vania yakin itu akan berlangsung lama.
“Jadi lo masih di depan ? Pagi-pagi udah spam tapi baru dateng juga?” Vania menggeleng, heran dengan kelakuan sahabatnya itu.
Ia pun berbalik, hendak menjemput Okta dan bruk! Vania menabrak seorang pria. Dia Hampir terjatuh, tapi dengan sigap pria itu meraih tangannya.
“Kamu gak papa?” tanya pria itu cemas.
Tangan hangat yang menyentuh kulit Vania, membuat lidahnya tiba-tiba kelu, saat matanya mengenali wajah di hadapannya. Pria itu adalah Jalu Prasetya, sosok yang selama ini berusaha ia lupakan mati-matian. Vania terdiam, bibirnya kaku. Bahkan menyapa pun ia tak sanggup.
Jalu mengernyitkan dahinya, melihat Vania yang tiba-tiba mematung. Lalu detik berikutnya, ia baru mengenali wajah Vania yang terlihat familiar baginya.
“Kamu ... Vania ya? Bener kan?” tanya Jalu, ia menyambut dengan senyum lebar dan uluran tangan.
Vania hanya membalas dengan senyum setengah hati, ia mengusap telapak tangannya yang berkeringat dingin, sebelum meraih tangan hangat itu.
“Waahh ... udah lama yah kita gak ketemu. Dua tahun ada kali.” Jalu menatap Vania sejenak, senyum khasnya membuat jantung Vania berdebar.
“Udah bukan anak SMA, makin cantik aja.” Godanya sembari tertawa.
“Apa sih kak? Biasa aja, lah.” Vania tertawa kecil, pipinya mendadak merona. Kupu-kupu yang sempat hilang kini kembali menari. Ternyata, perasaan itu belum mati.
“Kak Jalu kesini sendiri?” ujar Vania, jemari lentiknya menyelipkan sehelai anak rambut ke belakang telinga.
“Oh, nggak. Itu sama pacar. Dia lagi ngambil dompetnya di mobil.” Ujar Jalu dengan santai.
Dan kalimat itu kembali meremukkan hatinya. Baru saja dia merasa di atas awan, sekarang tersungkur oleh kenyataan. Lagi-lagi Vania terdiam, tak tahu harus merespon apa. Ingin rasanya ia kabur, namun langkahnya tak sanggup, ia terlalu lemas.
“Tuh orangnya,” Jalu melambaikan tangan pada seseorang di antara kerumunan. “Sayang! Di sini!” serunya memberi arah pada sang kekasih.
Wanita dengan rambut tergerai anggun melangkah ke arah mereka. Berjalan bak model yang menguasai panggung. Tangannya bergelayut manja di lengan Jalu. Refleks Vania merapikan kemeja dan rambut cepol asalnya.
“Siapa?” Tanyanya dengan jutek. Matanya memperhatikan Vania dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seolah menguliti tubuhnya, mencari kesalahan yang ada.
“Kenalin, ini adik kelasku waktu SMA, Namanya Vania. Van, kenalin ini pacarku. Agnes.” Ujar Jalu, masih dengan senyum manisnya. Sedangkan Vania memaksa senyum karirnya. Namun, tidak untuk Agnes, ia tampak membisikkan sesuatu pada Jalu, tanpa melepas tatapannya pada Vania bagai kucing yang takut ikannya di curi.
“Kalau gitu kita duluan ya, Van. Agnes lagi nyari buku.” Ucapnya pamit.
Vania hanya mengangguk, dan tersenyum tipis, berharap dapat menyembunyikan perasaannya yang kacau. Ia menatap nanar punggung Jalu yang semakin menjauh, tiap langkahnya menarik satu per satu kenangan, seperti film yang diputar paksa.
Keramahan yang ia sangka sebuah ketertarikan, justru membuatnya terluka. Vania tahu, tapi ia tetap berharap. Hingga akhirnya, Jalu bersama gadis lain. Luka itu belum hilang, masih bernanah di dalam hatinya.
“Selama ini aku mengharapkan apa sih?” gumamnya pelan, ia meremas dadanya yang terasa sesak.
Hingga sebuah tepukan di pundak menyadarkannya dari lamunan. Sebab, Vania tak kunjung menyahut saat Okta datang menyapa.
“Lo sesedih itu ya nungguin gue?” tanyanya heran, melihat Vania diam sendirian seperti seorang anak kecil yang kehilangan ibunya.
“Gara-gara lo nih!” Vania berjongkok, membenamkan wajahnya, perasaannya kini kacau tak beraturan.
“Kenapa sih?” tanya Okta tercengang, menatapnya tajam karena membuat mereka jadi bahan tontonan.
Okta menarik Vania menuju kantin. Duduk di meja paling pojok menghindari tatapan orang-orang yang tadi penasaran. Vania meminum botol mineral sebanyak mungkin dalam sekali teguk. Mencoba menenangkan hati dan pikirannya yang sempat kalut. Sedangkan Okta masih sabar menunggu dengan tangan terlipat di dadanya.
“Lo masih belum move on juga? Ya ampun, Van...” Okta hanya memutar matanya seolah bosan. Saat mendengar penjelasan Vania tentang kejadian sebelum dirinya datang.
“Apa sih bagusnya si Jalu itu? Wajahnya aja standar, menang bacotnya doang. Orang lewat juga pasti dirangkul sama dia.” Ujarnya dengan nada kesal. Vania hanya tersenyum kecut, merasa terejek. Namun, mana bisa ia mengatur dengan siapa dia harus menyukai seseorang. Semua itu berjalan apa adanya tanpa bisa ia kendalikan.
“Gue kenali sama seseorang ya, masa lalu itu akan hilang dengan datangnya orang baru.” Usul Okta yang dibalas gelengan oleh Vania.
“Kasian lah, nanti cowoknya cuma jadi pelarian Nggak mau gue.” Tolak Vania.
“Terus mau sampai kapan lo galau terus?” tanya Okta, gemas dengan sikap Vania yang plin-plan.
Vania hanya mengangkat bahunya, ia juga tak tahu sampai kapan nama Jalu terus bersarang di hatinya. Ekor matanya masih menangkap postur tegap Jalu dari kejauhan. Meski sudah dua tahun tak bertemu, satu toleh saja cukup untuk mengenalinya di antara banyaknya manusia.
“Cinta kadang gak tau arah, Ta. Datang tiba-tiba dan ... gak semuanya bisa pulang.”
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Jemiiima__
halooo km yg ditiktok itu bukan sii?
2025-09-03
1
Via Aeviii
Hai aku mampir kk ...🤗
Bagus k, saya suka yg temanya sekolahan gini. jadi kangen masa” skolah 😄
2025-09-12
1
Lylindaceae
Menarik..
yuk, move on yuk, Van 😌
2025-08-27
1