Hendra merasa bersalah ketika melihat Yuni menangis, apalagi selama ini Yuni tidak pernah berkeluh kesah terhadap dirinya.
Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku tega sekali membuat Yuni menangis? Padahal selama ini Yuni merupakan sosok Istri, Menantu, dan Ibu yang baik, bahkan dia tidak pernah berkeluh kesah terhadap ku, tapi aku malah membuat Yuni semakin merasa sedih, ucap Hendra dalam hati.
Hendra menghela napas panjang ketika menyadari kesalahan yang telah dirinya lakukan, sampai akhirnya Hendra meminta maaf atas semua perkataan yang telah menyakiti perasaan Yuni.
"Sayang, maafin aku ya, aku tidak bermaksud menyakiti perasaan kamu apalagi sampai membentak kamu. Aku tau kalau selama ini aku sudah salah karena menjadikan kamu sebagai tulang punggung keluarga, aku juga sadar jika aku lebih mementingkan keluargaku dibandingkan dengan kamu dan Anak-anak," ucap Hendra dengan menangkup kedua pipi Yuni.
Yuni yang tidak mau terus berdebat dengan Hendra hanya diam mendengar perkataan Suaminya tersebut, apalagi dia takut jika kedua Anaknya sampai mendengar perdebatan antara dirinya dan Hendra.
"Yun, kamu tau sendiri kalau gaya hidup Mama seperti kaum sosialita, Mama bahkan sampai meminta aku mengkredit mobil supaya bisa pamer terhadap Teman-temannya, belum lagi biaya kuliah Dela yang mahal, ditambah dengan Kak Rani yang selalu meminta uang untuk jajan Anak-anaknya, jadi uang gajiku saja tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan mereka," sambung Hendra.
Yuni hanya bisa mendengarkan keluh kesah Suaminya. Meski pun sebenarnya dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Hendra yang lebih mementingkan semua kebutuhan keluarganya dibandingkan dengan Anak dan Istrinya sendiri.
Ternyata sosok Suami yang aku harapkan bisa menjadi sandaran, bahkan tidak pernah mengerti apa yang aku inginkan.
Aku ingin sekali tinggal terpisah dari keluarganya, aku ingin membangun rumah tanggaku sendiri tanpa campur tangan dari Ibu serta kedua saudara perempuannya. Apa aku salah jika menginginkan semua itu?
Selama ini aku bahkan sudah mengesampingkan kebutuhan keluargaku demi keluarganya, tapi yang aku dapatkan bukanlah ucapan terimakasih, melainkan hinaan dan cacian, karena selama ini aku hanya di anggap sebagai Pembantu bukan Menantu, ucap Yuni dalam hati dengan menahan sesak dalam dadanya.
Setelah merasa lebih tenang, Yuni dan Hendra ke luar dari dalam kamar mereka, apalagi dari tadi Mama Meti terus berteriak memanggil Yuni.
Hendra dan Yuni langsung menghampiri Mama Meti yaitu Ibu Mertua Yuni yang sudah terlihat menunggu di meja makan.
"Yuni, apa kamu lupa menyiapkan makanan untuk kami?" teriak Mama Meti dengan membanting tudung saji yang berada di atas meja makan.
"Maaf Ma, Yuni belum sempat memasak."
Yuni yang merasa kecapean karena baru pulang bekerja sampai lupa untuk memasak, apalagi Yuni langsung berdebat dengan Hendra, bahkan dia belum sempat mengambil kedua Anaknya yang ia titipkan di rumah tetangga.
Yuni sebenarnya tidak tega menitipkan Anaknya pada orang lain, tapi Mama Meti tidak mau repot mengurus kedua Anak Yuni dengan alasan harus membantu Rani menjaga kedua anaknya, jadi Yuni terpaksa memakai jasa tetangga untuk menjaga Anak bungsunya yang masih berusia dua tahun selama ia pergi bekerja.
"Dasar Menantu tidak punya otak, bisa-bisanya kamu sampai lupa masak. Apa kamu sengaja ingin membuat kami mati kelaparan?" teriak Mama Meti lagi.
Sebagai seorang Istri dan Menantu yang baik, Yuni selalu bersikap sopan kepada Suami serta Mertuanya, meski pun balasan yang ia dapatkan tidak pernah sesuai dengan yang dirinya harapkan.
"Tunggu sebentar ya Ma, Yuni mau masak dulu."
"Kalau aku nunggu kamu selesai memasak, bisa-bisa aku mati kelaparan, apalagi bahan-bahan masakan di rumah juga sudah habis. Kamu memang tidak pernah becus mengurus keluarga," ujar Mama Meti dengan bertolak pinggang.
Hendra hanya diam tanpa mengeluarkan satu patah kata pun untuk membela Yuni sehingga Yuni selalu merasa kecewa terhadap Suaminya tersebut.
"Hendra, kenapa kamu bisa memiliki Istri yang sangat bodoh? Dari dulu Mama sudah bilang kalau dia tidak pantas menjadi Istri kamu. Seharusnya kamu menikahi perempuan yang sederajat dengan keluarga kita, bukan seperti dia yang hanya bisa menjadi benalu," ujar Mama Meti.
Lagi lagi Hendra hanya diam ketika mendengar perkataan Ibunya yang selalu bermulut pedas terhadap Yuni.
"Kamu jangan diam saja, sebaiknya sekarang kamu cepat ganti baju supaya kita bisa segera makan di Restoran. Tadi Mama dengar di dekat sini ada Restoran yang baru buka, jadi Mama ingin sekali mencicipinya, apalagi kata orang-orang makanan di sana sangat enak," ujar Mama Meti.
Setelah Mama Meti selesai bersiap, Mama Meti bergegas memanggil Rani dan Dela serta kedua Cucu kesayangannya yang sedang bermalas-malasan di dalam kamar.
"Rani, Dela, ayo kita pergi makan di Restoran yang baru buka itu," teriak Mama Meti, sontak saja kedua saudara perempuan Hendra beserta kedua Keponakannya bergegas menghampiri Hendra dan Mama Meti yang sudah terlihat bersiap untuk pergi.
"Ayo cepat Ma, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah tidak sabar ingin makan di Restoran," ujar Dela dengan antusias, begitu juga dengan Rani dan kedua Anaknya.
Yuni yang mengira jika dirinya beserta kedua Anaknya akan di ajak makan di Restoran juga, mengatakan akan mengambil kedua Anaknya terlebih dahulu.
"Kalau begitu Yuni ambil Anak-anak dulu sebentar ya Ma."
"Memangnya kamu mau pergi ke mana? Apa kamu pikir kami akan mengajakmu? Jangan mimpi kamu Yuni, seorang Pembantu tidak pantas makan dengan majikan, karena kamu hanya akan membuat kami malu saja," ujar Mama Meti sehingga membuat hati Yuni semakin berdenyut sakit.
"Iya benar. Kamu itu tidak pantas makan bersama kami. Aku malu punya Kakak ipar seorang cleaning service seperti kamu," ejek Dela.
"Seharusnya kamu sadar diri. Lihat tubuh kamu yang kotor dan bau itu," sindir Rani dengan tersenyum mengejek.
Hendra ingin sekali membela Yuni, apalagi sikap Mama Meti, Dela dan Rani sudah benar-benar keterlaluan, tapi Hendra selalu takut menjadi Anak durhaka, sampai akhirnya Hendra mengurungkan niatnya ketika hendak angkat suara.
"Ayo Hendra, kita berangkat sekarang. Mama sudah tidak sabar ingin cepat-cepat memakan makanan yang enak-enak," ujar Mama Meti dengan menarik tangan Hendra ke luar dari dalam rumah.
Yuni hanya bisa menatap nanar kepergian Hendra beserta keluarganya. Dia kembali merasa kecewa karena Hendra selalu diam serta lebih menuruti semua keinginan Keluarganya tanpa memikirkan perasaan Yuni.
Baru saja kamu meminta maaf kepadaku Mas, tapi lagi-lagi kamu membuat aku kecewa. Kamu adalah Imamku, tapi ternyata kamu lebih memilih menjadi Boneka keluargamu, ucap Yuni dalam hati dengan menitikkan air mata.
Terimakasih banyak bagi yang sudah berkenan membaca Karya-karya receh saya. Mohon dukungannya dengan like dan subscribe, sehat dan sukses selalu untuk semuanya 🙏
*
*
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ninik
Thor jgn terlalu melecehkan perempuan dong aku setiap baca novel ketemu cerita yg terlalu melecehkan seorang istri lsg ku hapus g jadi baca karna apa seorang anak laki2 memang milik ibu sampai kapanpun tp bukan berarti seorang ibu boleh menguasai anak laki lakinya dgn dalih jadi anak durhaka karna anak laki2 kalau sudah nikah doa istri lah yg akan sampai kelangit bukan lagi doa ibunya
2025-08-01
0
Patrick Khan
jgn salah yuni.. kata maaf itu untuk di ingkari.. sm seperti janji untuk di ingkari juga 🤣🤣🤣
2025-08-02
1
Irma
semangat ketemu lagi nih cerita yg bagus dan sesuai dengan mood bumil ini
semangat thor semangat
2025-08-01
2