Bab 4: Peralatan dan Domba

Xiao An merebahkan diri miring di atas rumput tebal, pipinya menempel pada rumput yang dingin dan sedikit basah. Kepalanya miring, matanya menatap kosong pada panel transparan di hadapannya. Gelar "Gembala Kecil Lvl 1" masih terpampang jelas, seolah mengejek impiannya menjadi Raja Pedang atau Dewa Perang.

Cukup lama dia termangu, bergulat dengan kekecewaan dan kebingungan. Matahari mulai condong, bayangan pepohonan sedikit memanjang, dan Xiao An masih di sana, tidak bergerak.

Namun, di tengah lamunan panjang itu, sebuah pikiran perlahan meresap masuk. Bisikan lembut dari dalam dirinya sendiri,

"Apa artinya gelar 'Raja Pedang' jika aku tidak bisa merasakan tanah di bawah kakiku? Apa gunanya menjadi 'Dewa Perang' jika setiap napas adalah perjuangan?"

Dengan desah panjang yang keluar dari paru-parunya, Xiao An perlahan mulai menerima. Sebuah senyum tipis, penuh ironi namun tulus, tersungging di bibirnya.

"Setidaknya," gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

"Setidaknya... aku hidup sehat."

Kini, tubuhnya tidak lagi dilingkari selang dan kabel. Tidak ada lagi bau disinfektan yang menusuk hidung. Tidak ada lagi nyeri yang menggerogoti setiap sendi. Dia bisa merasakan rumput di bawahnya, angin di wajahnya, hangatnya matahari di kulitnya.

Dia bisa bergerak, berlari, melompat, bahkan mengejar kupu-kupu—hal-hal yang dulu hanya bisa ia impikan.

"Ya," katanya lagi, kali ini lebih tegas.

"Setidaknya, aku hidup dengan sehat dan tidak sakit-sakitan."

Dibandingkan dengan kurungan rumah sakit yang mematikan, menjadi 'Gembala Kecil Level 1' di puncak bukit yang indah ini adalah sebuah kemewahan yang tak ternilai. Mungkin gelar itu tidak keren di telinga, tapi kenyataan bahwa ia bisa merasakannya, itu jauh lebih penting daripada segala status atau kekuatan fiktif.

Meskipun sudah menerima takdir 'Gembala Kecil', mata Xiao An tetap tidak bisa diam. Ia menelusuri panel transparan itu, mencari-cari tombol atau informasi lain. Pandangannya jatuh pada sudut panel, di mana empat ikon berbentuk kotak dengan tanda tanya terpampang jelas.

INI

"4 Mystery Box," Baca Xiao An, suaranya pelan.

Jantungnya kembali berdegup. Ini dia! Kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang keren, mungkin Pedang Legendaris Penakluk Naga atau Jimat Keabadian. Dengan sedikit antusiasme yang tersisa, telunjuknya mengulur dan menekan pelan salah satu kotak misteri itu.

Panel berkedip sejenak, lalu tulisan baru muncul dengan cepat, diiringi suara ding! pelan yang hanya terdengar di benak Xiao An:

Selamat kepada Tuan Xiao An, telah membuka hadiah dari Mystery Box.

Hadiah Pertama: Set Tempat Tinggal.

Xiao An membaca tulisan itu.

"Set Tempat Tinggal?"

Dia mengerjap, otaknya mencoba memproses informasi. Ini bukan pedang. Bukan jimat. Bukan manual kungfu terlarang. Tapi... tempat tinggal?

Dia melihat sekeliling puncak bukitnya yang luas dan terbuka, lalu kembali menatap panel. Di satu sisi, ini sangat praktis. Dia memang tidak punya tempat tinggal. Tidur di rumput mungkin romantis untuk sehari, tapi seminggu? Belum lagi jika hujan. Di sisi lain, ini bukan hadiah epik yang dia harapkan.

"Hah,"

Xiao An mendengus, antara lega karena dapat hadiah berguna dan geli karena hadiahnya begitu 'slice of life'. "Dari Gembala Kecil, sekarang dapat set rumah-rumahan? Sistem ini memang punya selera humor yang unik."

Begitu tulisan "Set Tempat Tinggal" itu muncul di panel, Xiao An belum sempat berpikir, tapi sebuah sensasi aneh menjalar di udara. Angin seolah berbisik lebih kencang, dan tanah di kejauhan sedikit bergetar, meski tidak menimbulkan suara. Dia memicingkan mata ke arah tepi bukit yang landai, tempat ia melihat sebuah telaga-sungai kecil berkelok-kelok di sekitar bebatuan besar.

Dan di sanalah, di tepi telaga-sungai kecil yang airnya berkilauan tertimpa sinar mentari, pemandangan itu terwujud di depan matanya.

Sebuah pondok kayu kecil, mungil namun kokoh, tiba-tiba berdiri tegak di sana. Dindingnya terbuat dari kayu pinus yang baru dipotong, memancarkan aroma getah segar. Atapnya dari jerami tebal, dengan cerobong asap kecil yang tampak ramah. Di depannya ada teras mini dengan dua bangku kayu.

Tak jauh dari pondok, muncul pula kandang domba terbuka. Terbuat dari kayu dan pagar sederhana, ia tampak siap menampung kawanan domba yang entah dari mana asalnya. Di sampingnya, ada kandang domba tertutup yang lebih besar, dengan dinding kayu dan atap, lengkap dengan pintu kecil yang tertutup rapat.

Di sisi lain, agak terpisah, sebuah gudang perkebunan sederhana dengan atap miring juga telah materialisasi. Pintu gudang itu tampak terbuat dari papan kayu tebal.

Sebagai bonus tak terduga, di sekitar pondok dan kandang, beberapa tanaman pohon buah sudah tertanam rapi. Ada pohon apel dengan buah-buah merah yang menggantung menggoda, pohon persik yang daunnya hijau rimbun, dan bahkan beberapa pohon jeruk yang sudah mulai berbunga, mengisi udara dengan aroma manis yang menyegarkan.

Xiao An ternganga. Ini jauh lebih nyata dari mimpi mana pun. Pondok itu, kandang-kandang itu, gudang, dan bahkan pohon buahnya... semuanya nyata dan solid. Dia, sang 'Gembala Kecil Lvl 1', kini punya properti sendiri di tengah antah berantah.

Mata Xiao An membelalak, mulutnya sedikit terbuka. Ia tidak bisa menahan diri. Sebuah seruan takjub lolos dari bibirnya, seperti suara anak kecil yang baru melihat kembang api pertama kalinya. Ini bukan lagi sekadar panel atau tulisan, ini adalah keajaiban yang terwujud nyata di depan matanya!

Tanpa pikir panjang, kakinya langsung melangkah, berlari menuju "properti" barunya itu. Ia melewati kandang-kandang domba dan gudang perkebunan, pandangannya langsung tertuju pada beberapa pohon buah yang kini menjulang di dekat pondok. Buah-buah merah mengilap, kuning keemasan, dan oranye terang memanggil-manggil.

Dengan tangan gemetar, ia memetik satu buah apel yang paling merah merona. Wanginya langsung menusuk hidung, segar dan alami. Ia menggigitnya perlahan, dan seketika itu juga, matanya memanas. Rasa manis legit yang meledak di lidahnya, diikuti sensasi segar yang memenuhi mulutnya, membuat ia terpaku.

Kemudian, ia memetik buah persik, lalu jeruk. Setiap gigitan adalah ledakan rasa yang luar biasa. Air mata yang sudah lama ia tahan, kini memburai tanpa bisa dibendung. Bukan air mata kesedihan, tapi air mata kebahagiaan yang meluap-luap.

Dulu, ketika ia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, semua makanan terasa hambar. Bubur yang diberi sedikit garam, roti tawar yang kering, atau sayuran rebus tanpa rasa. Para perawat memberinya sangat sedikit makan, hanya untuk menjaga agar organ dalamnya yang lemah tidak bekerja terlalu keras dan tidak menimbulkan komplikasi.

Makan adalah kewajiban yang dingin, bukan kenikmatan.

Tapi kini, buah-buahan ini... Ini adalah manisnya kebebasan, segarnya kehidupan, dan lezatnya anugerah yang tak pernah ia bayangkan. Setiap tetes air mata yang jatuh adalah ungkapan syukur atas kesempatan kedua, atas rasa yang telah lama hilang, dan atas kehidupan yang kini terasa begitu utuh.

Sembari masih berurai air mata, memori rasa hambar di rumah sakit berbanding terbalik dengan manisnya apel yang baru saja ia gigit, tangan Xiao An bergerak refleks. Matanya yang sembab kini kembali menatap panel, dan dengan dorongan rasa penasaran yang kuat, ia kembali mengklik kotak hadiah yang tersisa.

Panel berkedip, dan sebuah notifikasi baru muncul: Hadiah Kedua Terbuka! Selamat kepada Xiao An, mendapatkan Sepasang Domba.

Tepat setelah tulisan itu muncul, dari arah kandang domba terbuka yang baru saja termaterialisasi, terdengar suara mengembik yang riang dan agak canggung.

INI

Mbeeek! Mbeeek!

Xiao An menoleh cepat. Di dalam kandang, benar saja! Ada sepasang domba putih yang besar dan gemuk, dengan bulu keriting yang tampak lembut seperti awan. Kedua domba itu tampak sehat dan penuh energi, riang meloncat kian kemari di dalam kandang, seolah baru saja terbangun dari tidur siang yang nyenyak dan siap untuk petualangan. Salah satunya bahkan mencoba menjilati tiang kandang dengan lidah panjangnya.

"Domba?"

Xiao An mengulang kata itu, sejenak lupa dengan air matanya. Jadi, gelar 'Gembala Kecil' itu bukan cuma nama, tapi memang akan ada 'objek' yang harus digembalakan? Ini sungguhan. Dia sekarang resmi menjadi seorang penggembala domba, lengkap dengan asetnya.

Sambil tersenyum geli melihat tingkah laku domba-domba barunya, Xiao An kembali mengarahkan jarinya ke panel transparan. Masih ada dua kotak hadiah tersisa. Dengan rasa ingin tahu yang semakin besar, ia mengklik kotak hadiah berikutnya.

Panel berkedip, dan notifikasi baru muncul: Hadiah Ketiga Terbuka! Selamat kepada Xiao An, mendapatkan Tongkat Gembala.

Seketika, di samping kaki Xiao An yang menjejak rumput, muncul sebuah tongkat panjang berwarna cokelat. Tongkat itu terlihat kokoh, seolah terbuat dari ranting kayu tua yang telah dipoles alami oleh waktu. Permukaannya kasar namun mulus di genggaman, dengan beberapa mata kayu menonjol yang memberikan kesan otentik.

INI

Ujung bawahnya sedikit meruncing, dan bagian atasnya melengkung halus, persis seperti tongkat yang sering dilihatnya di ilustrasi buku cerita tentang gembala.

Xiao An membungkuk, meraih tongkat itu. Bobotnya pas di tangannya, tidak terlalu ringan atau terlalu berat. Dia mengangkatnya, melambai-lawaikannya di udara dengan canggung. Jadi, lengkap sudah. Gembala Kecil, domba, dan sekarang tongkatnya. Sepertinya sistem ini benar-benar serius dengan 'profesinya' yang baru ini.

Hari sudah beranjak senja. Langit mulai diwarnai gradasi oranye dan ungu, memancarkan cahaya lembut yang memantul di permukaan telaga-sungai. Xiao An, dengan tongkat gembala barunya, merasakan hawa dingin mulai menyergap. Ia memutuskan untuk akhirnya menjelajahi tempat tinggal barunya.

Dia menaruh tongkat gembalanya di teras pondok, menyandarkannya di dinding kayu yang masih berbau getah pinus. Dengan hati-hati, ia melangkah masuk.

Pemandangan di dalamnya cukup sederhana, namun terasa hangat dan nyaman. Ruangan utama adalah sebuah ruang besar multifungsi, dilengkapi satu set meja dengan empat kursi kayu polos dan area dapur mini dengan meja persiapan kecil serta rak-rak kosong.

Di sisi dinding, sebuah perapian dari batu bata kokoh menyita perhatian, di sampingnya, beberapa perkakas esensial seperti gergaji, kapak, dan golok tertata rapi. Melihat perkakas itu, Xiao An tersenyum tipis. Ternyata sistem ini benar-benar serius menjadikannya 'orang mandiri'.

Ia melangkah lebih dalam dan menemukan sebuah kamar tidur yang terpisah. Di dalamnya ada dipan kayu sederhana dengan kasur jerami yang tampak empuk, sebuah meja kecil di sampingnya, dan lemari pakaian kayu yang ringkas. Terakhir, ada satu ruang toilet di sudut, yang meski minimalis, terasa mewah bagi Xiao An yang sudah terbiasa dengan fasilitas rumah sakit.

Ini adalah tempat tinggal pertamanya yang terasa 'miliknya' sepenuhnya. Sebuah rumah mungil, sederhana, tapi penuh janji akan kehidupan baru.

Melihat dipan dengan kasur jerami yang tampak empuk, Xiao An tak bisa menahan diri lagi. Rasa lelah seharian, ditambah emosi yang naik turun bak roller coaster, membuat kantuk tak tertahankan. Dengan sisa-sisa tenaga, ia menabrakkan tubuhnya ke atas kasur.

Sensasinya lembut, jauh lebih baik dari ranjang rumah sakitnya dulu. Tak perlu waktu lama, dalam hitungan detik, Xiao An pun terlelap, mimpi-mimpi baru segera menyelimuti Gembala Kecil yang kelelahan itu.

Episodes
1 Bab 1: Sangkar di Puncak Bukit
2 Bab 2: Tulisan Mantra di Pikiran
3 Bab 3: Panel Transparan dan Gelar Gembala Kecil
4 Bab 4: Peralatan dan Domba
5 Bab 5: Penjaga Sapi
6 Bab 6: Petani Kecil yang Bahagia
7 Bab 7: Tangga Misterius
8 Bab 8: Sejarah Keluarga Lin dan Jalan Kultivasi
9 Bab 9: Apel Ajaib dan Janji Pertemuan
10 Bab 10: Ujian Apel Ajaib
11 Bab 11: Kulit Apel Ajaib dan Kakek Lin Zhou
12 Bab 12: Lompatan Kekuatan Kakek Lin Zhou
13 Bab 13: Kelaparan dan Bantuan Tiba
14 Bab 14: Roti Ban Karet dan Perdebatan Bisnis
15 Bab 15: Sketsa Ajaib Sang Kultivator
16 Bab 16: Sketsa yang Ditolak
17 Bab 17: Sekeping Perak dan Kebaikan Hati
18 Bab 18: Perumusan Ulang Metode Body Tempering
19 Bab 19: Ironi Kekaisaran Tianlong
20 Bab 20: Roti Pertama dan Sebuah Penemuan
21 Bab 21: Tunas Harapan dan Penjaga yang Tak Terlihat
22 Bab 22: Peta Harta Karun dan Air Mata Kakek
23 Bab 23: Mie Pertama dan Latihan Berat
24 Bab 24: Beban Kekaisaran
25 Bab 25: Sketsa Ajaib di Istana
26 Bab 26: Badai Pedang Sketsa
27 Bab 27: Kehancuran Istana
28 Bab 28: Kemarahan Kaisar
29 Bab 29: Bahasa Para Dewa dan Pencerahan
30 Bab 30: Mantra Agung
31 Bab 31: Revolusi di Kuil Mukui dan Fitnah Keji
32 Bab 32: Kedatangan Sang Pengajar Kekaisaran
33 Bab 33: Pertemuan Dua Dunia di Reruntuhan
34 Bab 34: Tawaran dari Pengajar Kekaisaran
35 Bab 35: Gengsi yang Terkoyak di Tangga Batu
36 Bab 36: Sang Pengajar Kekaisaran Menjadi Samsak Hidup
37 Bab 37: Keajaiban Telaga Embun Pagi
38 Bab 38: Misteri Candi Agung
39 Bab 39: Tujuh Puluh Dua Buddha Emas
40 Bab 40: Baptisan Jiwa dan Akhir Pemandangan Ilahi
41 Bab 41: Pemerasan di Kuil Suci
42 Bab 42: Tuduhan Tak Berdasar
43 Bab 43: Kaisar Turun Tangan
44 Bab 44: Kekuatan dari Sehelai Daun
45 Bab 45: Strategi Ular Beludak
46 Bab 46: Pengakuan dan Gulungan Kedua
47 Bab 47: Naga dan Ular Beludak di Kuil Tua
48 Bab 48: Maaf Sang Naga dan Air Mata Sang Ular
49 Bab 49: Harta Karun
50 Bab 50: Mens Sana in Corpore Sano
51 Bab 51: Dekrit Kekaisaran
52 Bab 52: Peribadatan Kaisar
53 Bab 53: Rubah Tua Beraksi
54 Bab 54: Paman Petani
55 Bab 55: Kehidupan Yang Lebih Baik
56 Bab 56: Saya Adalah Petani Teladan
57 Bab 57: Kenaikan Tarif
58 Bab 58: Selamat Datang Temanku
59 Bab 58: Bimbingan
60 Bab 59: Memulai Kembali Dari Awal
61 Bab 60: Revolusi Dalam Dunia Kultivasi
62 Bab 61: Babak Belur Lagi
63 Bab 62: Perkembangan Kekaisaran Tianlong
64 Bab 63: Membayar Panenan
65 Bab 64: Sebuah Firasat
66 Bab 65: Ritual Pemanggilan
67 Bab 66: Aku Bepergian Keluar
68 Bab 67: Pemandangan Ironi Di Kota Damai
69 Bab 68: Setidaknya Aku Berjuang
70 Bab 69: Berkumpulnya 200 Permata Kekaisaran
71 Bab 70: Menghadapi Dewa Perkasa
72 Bab 71: Perjuangan Yang Sia Sia
73 Bab 72: Hari Eksekusi
74 Bab 73: Aku Kapok Bepergian Lagi
75 Bab 74: Pengajar Kekaisaran Terpojok
76 Bab 75: Aku Hanyalah Seekor Ayam
77 Bab 76: Permata Kekasisaran Tiba Di Kuil Mukui
78 Bab 77: Ide Pengajar Kekaisaran
79 Bab 78: Tragedi Hari Pertama Para Siswa
80 Bab 79: Kritik Untuk Kemajuan Kekaisaran
81 Bab 80: Revolusi Kekaisaran Besar-Besaran
82 Bab 81: Pukul Aku… Pukul Aku…
83 Bab 82: Ujian Para Siswa
84 Bab 83: Kehormatan Untuk Lan Yueqin
85 Bab 84: Persiapan Lan Yueqin
86 Bab 85: Apakah Perempuan Pun Babak Belur?
87 Bab 86: Tuan, Penjahit Anda Tiba
88 Bab 87: Peran Permata Kekaisaran
89 Bab 88: Pengembangan Revolusi
90 Bab 87: Mengolah Wol
91 Bab 88: Kasihan Ayam Pheasant
92 Bab 89: Menenun Sinar Rembulan
93 Bab 90: Pencerahan Lan Yueqin
94 Bab 91: Persiapan Memasuki Musim Panas
95 Bab 92: Rencana Besar Suku Barbar
96 Bab 93: Kekhawatiran Pengajar Kekaisaran
97 Bab 94: Kepanikan Seisi Kuil
98 Bab 95: Diskusi Di Bukit Perkebunan
99 Bab 96: Kultivasi Surgawi Qi Gathering
100 Bab 97: Sebenarnya Sederhana Saja
101 Bab 98: Hadiah Macam Apa Ini ???
102 Bab 99: Berhadapan Dengan Prajurit Terkuat Barbar
103 Bab 100: Strategi Militer Kekaisaran Tianlong
104 Bab 101 : Memukul Mundur Pasukan Barbar
105 Bab 102: Pasca Kemenangan
106 Bab 103: Isu Perbatasan Timur
107 Bab 104: Tantangan Klan Li
108 Bab 105: Dilematika Lin Cheng
109 Bab 106: Tenang Ada Solusi
110 Bab 107: Karate
111 Bab 108: Gulir Gerakan Dasar
112 Bab 109: Kata Empi
113 Bab 110: Aikido Untuk Lan Yueqin
114 Bab 111: Berlatih Keras
115 Bab 112: Persiapan Keberangkatan Ke Timur
116 Bab 113: Aku Ingin Memeriksa
117 Bab 114: Perjalanan Kapal Melayang
118 Bab 115: Kemarahan Ayah Mertua
119 Bab 116: Keriuhan Arena
120 Bab 117: Meremehkan Lawan
121 Bab 118: Pertarungan Dimulai
122 Bab 119: Li Wei Terpojok
123 Bab 120: Li Wei Mengeluarkan Segalanya
124 Bab 121: One Hit One Kill
125 Bab 122: Misi Dan Seorang Ayah
126 Bab 123: Momen Kemenangan yang Pudar
127 Bab 124: Kemenangan dan Amarah Seorang Ayah
128 Bab 125: Hukuman dari Sang Dewa
129 Bab 126: Seorang Aktor Pengganti dan Peran yang Berbahaya
130 Bab 127: Aktor Hebat dan Hadiah Seni Surgawi
131 Bab 128: Ancaman Baru dari Dunia Para Dewa
132 Bab 129: Hukuman Langit dan Kaki Sapi
133 Bab 130: Seekor Kalkun yang Bodoh
134 Bab 131: Kalkun yang Sombong dan Ayam yang Malas
135 Bab 132: Seni Gombalan Dewa Pheasant
136 Bab 133 Kemarahan Ibu Mertua
137 Bab 134: Herbal Langka
138 Bab 135: Pelarian Kocak Sang Dewa
139 Bab 136: Miniatur Planet Saturnus
140 Bab 137: Kunci Utopia
141 Bab 138: Dua Kuota Menyedihkan
142 Bab 139: Kandang Para Dewa
143 Bab 140: Malam Tanpa Tidur
144 Bab 141: Guru Sejati
145 Bab 142: Menanti di Bawah Sinar Matahari
146 Bab 143: Semanggi Berdaun Empat
147 Bab 144: Pembukaan Gerbang Kuno
148 Bab 145: Memasuki Tanah Kuno
149 Bab 146: Perebutan Harta
150 Bab 147: Pemungut Rongsokan
151 Bab 148: Keberuntungan Li Wei
152 Bab 149: Pembukaan Gerbang Kuno Tanah Dewa
153 Bab 150: Dewa Pedang Muda
154 Bab 151: Memasuki Gerbang Kuno
155 Bab 152: Panggilan Misterius
156 Bab 153: Harta Karun Kuno
157 Bab 154: Perlawanan
158 Bab 155: Menolong Dewi Seribu Bunga
159 Bab 156: Melawan Keserakahan
160 Bab 157: Krisis Dan Kelahiran Domba
161 Bab 158: Mengaduk Dua Dunia Kuno
162 Bab 159: Persatuan Dua Dunia
163 Bab 160: Pertarungan Sengit
164 Bab 161: Pemukulan Sepihak
165 Bab 162: Tunggu, Aku Ikut
166 Bab 163: Kericuhan Di Dunia Dewa
167 Bab 164: Mencapai Level 2
168 Bab 165: Pertarungan Persahabatan
169 Bab 166: Ayo Makan
170 Bab 167: Petunjuk
171 Ban 168: Perampokan Di Siang Bolong
172 Bab 169: Peringatan Dewi Agung
173 Bab 170: Hantam Semuanya
174 Bab 171: Tanda Kegelapan Muncul
175 Bab 172: Udara Makin Panas
176 Bab 173: Kemunculan Raja Iblis Yaksha
177 Bab 174: Murka Raja Iblis Yaksha
178 Bab 175: Serangan Bertubi Tubi
179 Bab 176: Situasi Sulit
180 Bab 177: Pembullian Parah
181 Bab 178. Bahaya Selanjutnya
182 Bab 179: Memainkan Musik
183 Bab 180: Lagu Berikutnya
184 Bab 181: Yaksha Berakhir
185 Bab 182: Pintu Keluar
186 Bab 183: Kami Juga Keluar
187 Bab 184: Berlatih Pedang
188 Bab 185: Sedikit Belajar
189 Bab 186: Guru Pedang
190 Bab 187: Aku Naik Ke Atas
191 Bab 188: Bagaimana Caranya Memotong Kayu?
192 Bab 189: Kegemparan Dunia Dewa
193 Bab 190: Opini Dewi Agung Naga Suci
194 Bab 191: Petunjuk Untuk Tukang Kayu
195 Bab 192: Waktunya Kunjungan Rombongan
196 Bab 193: Menanam Lotus
197 Bab 194: Teratai Mekar
198 Bab 195: Kultivasi Ilahi
199 Bab 196: Merengek
200 Bab 197: Salah !!!
201 Bab 198: Kunjungan Dewi Agung
202 Bab 199: Petunjuk Di Mana Kaisar Berada
203 Bab 200: Kaisar Tinggal Di Bukit
204 Bab 201: Party Besar
205 Bab 202: Bibi, Tenanglah…
206 Bab 203: Aku Istri Sholehah
207 Bab 204: Kalkun VS Nenek Lampir
208 Bab 205: Petunjuk Dewa Gembala
209 Bab 206: Membujuk Dewi Salju
210 Bab 207: Berunding
211 Bab 208: Ayo Beraksi
212 Bab 209: Aku tahu di mana Xiao Jian
213 Bab 210: Di Halaman Penatua Langit
214 Bab 211: Perampokan Di Siang Bolong
215 Bab 212: Kemarahan Penatua Langit
216 Bab 213: Pertempuran Besar
217 Bab 214: Kabuur…
218 Bab 215: Hanyalah Kucing?
219 Bab 216: Berhasil Mengamankan Cermin Galaksi
220 Bab 217: Sial Begitu Cepat
221 Bab 218: Semuanya Berkumpul
222 Bab 219: Nyaris Saja
223 Bab 220: Cermin Untuk Dewa Gembala
Episodes

Updated 223 Episodes

1
Bab 1: Sangkar di Puncak Bukit
2
Bab 2: Tulisan Mantra di Pikiran
3
Bab 3: Panel Transparan dan Gelar Gembala Kecil
4
Bab 4: Peralatan dan Domba
5
Bab 5: Penjaga Sapi
6
Bab 6: Petani Kecil yang Bahagia
7
Bab 7: Tangga Misterius
8
Bab 8: Sejarah Keluarga Lin dan Jalan Kultivasi
9
Bab 9: Apel Ajaib dan Janji Pertemuan
10
Bab 10: Ujian Apel Ajaib
11
Bab 11: Kulit Apel Ajaib dan Kakek Lin Zhou
12
Bab 12: Lompatan Kekuatan Kakek Lin Zhou
13
Bab 13: Kelaparan dan Bantuan Tiba
14
Bab 14: Roti Ban Karet dan Perdebatan Bisnis
15
Bab 15: Sketsa Ajaib Sang Kultivator
16
Bab 16: Sketsa yang Ditolak
17
Bab 17: Sekeping Perak dan Kebaikan Hati
18
Bab 18: Perumusan Ulang Metode Body Tempering
19
Bab 19: Ironi Kekaisaran Tianlong
20
Bab 20: Roti Pertama dan Sebuah Penemuan
21
Bab 21: Tunas Harapan dan Penjaga yang Tak Terlihat
22
Bab 22: Peta Harta Karun dan Air Mata Kakek
23
Bab 23: Mie Pertama dan Latihan Berat
24
Bab 24: Beban Kekaisaran
25
Bab 25: Sketsa Ajaib di Istana
26
Bab 26: Badai Pedang Sketsa
27
Bab 27: Kehancuran Istana
28
Bab 28: Kemarahan Kaisar
29
Bab 29: Bahasa Para Dewa dan Pencerahan
30
Bab 30: Mantra Agung
31
Bab 31: Revolusi di Kuil Mukui dan Fitnah Keji
32
Bab 32: Kedatangan Sang Pengajar Kekaisaran
33
Bab 33: Pertemuan Dua Dunia di Reruntuhan
34
Bab 34: Tawaran dari Pengajar Kekaisaran
35
Bab 35: Gengsi yang Terkoyak di Tangga Batu
36
Bab 36: Sang Pengajar Kekaisaran Menjadi Samsak Hidup
37
Bab 37: Keajaiban Telaga Embun Pagi
38
Bab 38: Misteri Candi Agung
39
Bab 39: Tujuh Puluh Dua Buddha Emas
40
Bab 40: Baptisan Jiwa dan Akhir Pemandangan Ilahi
41
Bab 41: Pemerasan di Kuil Suci
42
Bab 42: Tuduhan Tak Berdasar
43
Bab 43: Kaisar Turun Tangan
44
Bab 44: Kekuatan dari Sehelai Daun
45
Bab 45: Strategi Ular Beludak
46
Bab 46: Pengakuan dan Gulungan Kedua
47
Bab 47: Naga dan Ular Beludak di Kuil Tua
48
Bab 48: Maaf Sang Naga dan Air Mata Sang Ular
49
Bab 49: Harta Karun
50
Bab 50: Mens Sana in Corpore Sano
51
Bab 51: Dekrit Kekaisaran
52
Bab 52: Peribadatan Kaisar
53
Bab 53: Rubah Tua Beraksi
54
Bab 54: Paman Petani
55
Bab 55: Kehidupan Yang Lebih Baik
56
Bab 56: Saya Adalah Petani Teladan
57
Bab 57: Kenaikan Tarif
58
Bab 58: Selamat Datang Temanku
59
Bab 58: Bimbingan
60
Bab 59: Memulai Kembali Dari Awal
61
Bab 60: Revolusi Dalam Dunia Kultivasi
62
Bab 61: Babak Belur Lagi
63
Bab 62: Perkembangan Kekaisaran Tianlong
64
Bab 63: Membayar Panenan
65
Bab 64: Sebuah Firasat
66
Bab 65: Ritual Pemanggilan
67
Bab 66: Aku Bepergian Keluar
68
Bab 67: Pemandangan Ironi Di Kota Damai
69
Bab 68: Setidaknya Aku Berjuang
70
Bab 69: Berkumpulnya 200 Permata Kekaisaran
71
Bab 70: Menghadapi Dewa Perkasa
72
Bab 71: Perjuangan Yang Sia Sia
73
Bab 72: Hari Eksekusi
74
Bab 73: Aku Kapok Bepergian Lagi
75
Bab 74: Pengajar Kekaisaran Terpojok
76
Bab 75: Aku Hanyalah Seekor Ayam
77
Bab 76: Permata Kekasisaran Tiba Di Kuil Mukui
78
Bab 77: Ide Pengajar Kekaisaran
79
Bab 78: Tragedi Hari Pertama Para Siswa
80
Bab 79: Kritik Untuk Kemajuan Kekaisaran
81
Bab 80: Revolusi Kekaisaran Besar-Besaran
82
Bab 81: Pukul Aku… Pukul Aku…
83
Bab 82: Ujian Para Siswa
84
Bab 83: Kehormatan Untuk Lan Yueqin
85
Bab 84: Persiapan Lan Yueqin
86
Bab 85: Apakah Perempuan Pun Babak Belur?
87
Bab 86: Tuan, Penjahit Anda Tiba
88
Bab 87: Peran Permata Kekaisaran
89
Bab 88: Pengembangan Revolusi
90
Bab 87: Mengolah Wol
91
Bab 88: Kasihan Ayam Pheasant
92
Bab 89: Menenun Sinar Rembulan
93
Bab 90: Pencerahan Lan Yueqin
94
Bab 91: Persiapan Memasuki Musim Panas
95
Bab 92: Rencana Besar Suku Barbar
96
Bab 93: Kekhawatiran Pengajar Kekaisaran
97
Bab 94: Kepanikan Seisi Kuil
98
Bab 95: Diskusi Di Bukit Perkebunan
99
Bab 96: Kultivasi Surgawi Qi Gathering
100
Bab 97: Sebenarnya Sederhana Saja
101
Bab 98: Hadiah Macam Apa Ini ???
102
Bab 99: Berhadapan Dengan Prajurit Terkuat Barbar
103
Bab 100: Strategi Militer Kekaisaran Tianlong
104
Bab 101 : Memukul Mundur Pasukan Barbar
105
Bab 102: Pasca Kemenangan
106
Bab 103: Isu Perbatasan Timur
107
Bab 104: Tantangan Klan Li
108
Bab 105: Dilematika Lin Cheng
109
Bab 106: Tenang Ada Solusi
110
Bab 107: Karate
111
Bab 108: Gulir Gerakan Dasar
112
Bab 109: Kata Empi
113
Bab 110: Aikido Untuk Lan Yueqin
114
Bab 111: Berlatih Keras
115
Bab 112: Persiapan Keberangkatan Ke Timur
116
Bab 113: Aku Ingin Memeriksa
117
Bab 114: Perjalanan Kapal Melayang
118
Bab 115: Kemarahan Ayah Mertua
119
Bab 116: Keriuhan Arena
120
Bab 117: Meremehkan Lawan
121
Bab 118: Pertarungan Dimulai
122
Bab 119: Li Wei Terpojok
123
Bab 120: Li Wei Mengeluarkan Segalanya
124
Bab 121: One Hit One Kill
125
Bab 122: Misi Dan Seorang Ayah
126
Bab 123: Momen Kemenangan yang Pudar
127
Bab 124: Kemenangan dan Amarah Seorang Ayah
128
Bab 125: Hukuman dari Sang Dewa
129
Bab 126: Seorang Aktor Pengganti dan Peran yang Berbahaya
130
Bab 127: Aktor Hebat dan Hadiah Seni Surgawi
131
Bab 128: Ancaman Baru dari Dunia Para Dewa
132
Bab 129: Hukuman Langit dan Kaki Sapi
133
Bab 130: Seekor Kalkun yang Bodoh
134
Bab 131: Kalkun yang Sombong dan Ayam yang Malas
135
Bab 132: Seni Gombalan Dewa Pheasant
136
Bab 133 Kemarahan Ibu Mertua
137
Bab 134: Herbal Langka
138
Bab 135: Pelarian Kocak Sang Dewa
139
Bab 136: Miniatur Planet Saturnus
140
Bab 137: Kunci Utopia
141
Bab 138: Dua Kuota Menyedihkan
142
Bab 139: Kandang Para Dewa
143
Bab 140: Malam Tanpa Tidur
144
Bab 141: Guru Sejati
145
Bab 142: Menanti di Bawah Sinar Matahari
146
Bab 143: Semanggi Berdaun Empat
147
Bab 144: Pembukaan Gerbang Kuno
148
Bab 145: Memasuki Tanah Kuno
149
Bab 146: Perebutan Harta
150
Bab 147: Pemungut Rongsokan
151
Bab 148: Keberuntungan Li Wei
152
Bab 149: Pembukaan Gerbang Kuno Tanah Dewa
153
Bab 150: Dewa Pedang Muda
154
Bab 151: Memasuki Gerbang Kuno
155
Bab 152: Panggilan Misterius
156
Bab 153: Harta Karun Kuno
157
Bab 154: Perlawanan
158
Bab 155: Menolong Dewi Seribu Bunga
159
Bab 156: Melawan Keserakahan
160
Bab 157: Krisis Dan Kelahiran Domba
161
Bab 158: Mengaduk Dua Dunia Kuno
162
Bab 159: Persatuan Dua Dunia
163
Bab 160: Pertarungan Sengit
164
Bab 161: Pemukulan Sepihak
165
Bab 162: Tunggu, Aku Ikut
166
Bab 163: Kericuhan Di Dunia Dewa
167
Bab 164: Mencapai Level 2
168
Bab 165: Pertarungan Persahabatan
169
Bab 166: Ayo Makan
170
Bab 167: Petunjuk
171
Ban 168: Perampokan Di Siang Bolong
172
Bab 169: Peringatan Dewi Agung
173
Bab 170: Hantam Semuanya
174
Bab 171: Tanda Kegelapan Muncul
175
Bab 172: Udara Makin Panas
176
Bab 173: Kemunculan Raja Iblis Yaksha
177
Bab 174: Murka Raja Iblis Yaksha
178
Bab 175: Serangan Bertubi Tubi
179
Bab 176: Situasi Sulit
180
Bab 177: Pembullian Parah
181
Bab 178. Bahaya Selanjutnya
182
Bab 179: Memainkan Musik
183
Bab 180: Lagu Berikutnya
184
Bab 181: Yaksha Berakhir
185
Bab 182: Pintu Keluar
186
Bab 183: Kami Juga Keluar
187
Bab 184: Berlatih Pedang
188
Bab 185: Sedikit Belajar
189
Bab 186: Guru Pedang
190
Bab 187: Aku Naik Ke Atas
191
Bab 188: Bagaimana Caranya Memotong Kayu?
192
Bab 189: Kegemparan Dunia Dewa
193
Bab 190: Opini Dewi Agung Naga Suci
194
Bab 191: Petunjuk Untuk Tukang Kayu
195
Bab 192: Waktunya Kunjungan Rombongan
196
Bab 193: Menanam Lotus
197
Bab 194: Teratai Mekar
198
Bab 195: Kultivasi Ilahi
199
Bab 196: Merengek
200
Bab 197: Salah !!!
201
Bab 198: Kunjungan Dewi Agung
202
Bab 199: Petunjuk Di Mana Kaisar Berada
203
Bab 200: Kaisar Tinggal Di Bukit
204
Bab 201: Party Besar
205
Bab 202: Bibi, Tenanglah…
206
Bab 203: Aku Istri Sholehah
207
Bab 204: Kalkun VS Nenek Lampir
208
Bab 205: Petunjuk Dewa Gembala
209
Bab 206: Membujuk Dewi Salju
210
Bab 207: Berunding
211
Bab 208: Ayo Beraksi
212
Bab 209: Aku tahu di mana Xiao Jian
213
Bab 210: Di Halaman Penatua Langit
214
Bab 211: Perampokan Di Siang Bolong
215
Bab 212: Kemarahan Penatua Langit
216
Bab 213: Pertempuran Besar
217
Bab 214: Kabuur…
218
Bab 215: Hanyalah Kucing?
219
Bab 216: Berhasil Mengamankan Cermin Galaksi
220
Bab 217: Sial Begitu Cepat
221
Bab 218: Semuanya Berkumpul
222
Bab 219: Nyaris Saja
223
Bab 220: Cermin Untuk Dewa Gembala

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!