CIZA_Pergaulan Bebas
0o0__0o0
Valencia Remi usia 19 tahun, dia besar di desa dengan kedua orang tuanya. Dia juga merupakan seorang anak tunggal dari keluarga sederhana.
Cia adalah sosok gadis cantik dan pintar. Dia memiliki rambut hitam panjang sebahu dan juga mata coklat yang indah. Ditambah senyum manis dan lembut, membuat semua orang yang melihatnya langsung menyukainya.
Cia salah satu gadis beruntung yang terlahir di desa, yang memiliki otak cerdas. Sehingga dia bisa mendapatkan beasiswa di universitas paling bergengsi yang ada di kota jakarta.
Demi melangkah ke jenjang yang lebih tinggi, Cia harus rela berjauhan dari keluarga, teman dan juga kekasih hatinya.
0o0__0o0
Di dalam kamar jam 06.00 pagi, Cia sudah bangun pagi-pagi. Sinar matahari sudah menerobos jendela kamarnya. Dia merasakan hari ini berbeda, karena hari ini adalah hari terakhir-nya di desa.
Cia telah diterima di universitas impian nya di kota, dan dia harus berangkat hari ini juga. Cia merasakan campuran emosi, senang karena bisa menuntut ilmu, tapi sedih karena harus meninggalkan keluarga dan desa'nya.
Cia menarik nafas panjang, dia menatap bayangan diri-nya di cermin. "Bismillah, semoga jalan ku lancar'' Ucap'nya dengan penuh keyakinan.
Cia balik badan, melangkah ke luar kamar sambil menyeret 1 koper berukuran sedang di tangan'nya. Dia menaruh koper'nya di samping ruang tamu.
Cia melangkah ke ruangan yang biasa di pakai tempat untuk makan bersama ayah dan ibu. Disana kedua orangtua-nya sudah menunggu untuk sarapan bersama.
Kedua orang tuanya memberikan senyuman yang hangat, "Ayo duduk sini, Nak" ucapnya sang ibu dengan lembut.
Cia membalas senyuman ibu'nya tak kalah lembut. Dia langsung duduk di tengah Ayah dan Ibu'nya. Mereka bertiga duduk lesehan beralasan karpet tipis.
Ibu'nya menyodorkan 1 piring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi dan juga ayam goreng. ''Makanlah, Nak. Nanti saat kamu sudah di kota tidak akan bisa makan masakan ibu lagi". Ucap ibu'nya dengan tutur lembut.
Cia tersenyum sambil menatap wajah cantik ibunya, "Terima kasih ibu, Cia akan habiskan nasi gorengnya, Nanti kalau Cia rindu masakan ibu, Cia tinggal pulang saja kesini. Balasnya dengan lembut.
"Sudah kalian berdua cepat habiskan makanan-nya, selesai makan kita bisa ngobrol lagi sambil menunggu travel datang." Ucap Ayah'nya sambil memandang dua wanita yang di sayangi bergantian.
"Siap Ayah, Sautnya kompak". Lalu mereka terkekeh ringan bersama-sama.
Suasana keluarga Cia, sangatlah hangat dan penuh kasih sayang. Walau kehidupan mereka sangatlah sederhana.
"Aku bersyukur memiliki keluarga utuh, yang selalu saling menyayangi dan saling mendukung satu sama lain". Guman Cia membatin, di sela-sela makan'nya.
Sang ayah memandang Cia penuh kasih sayang, "Ayah hanya bisa berdoa, semoga kehidupan di kota nanti tidak akan pernah merubah Cia, tetaplah jadi anak yang baik dan berprinsip teguh Nak". Guman'nya dalam hati.
Sang ibu memandang seduh Putri semata wayangnya yang lagi makan dengan lahap'nya. "Ibu selalu berdoa, semoga langkah kamu selalu di permudah untuk mencapai impian mu, Nak" doa sang ibu dalam hati.
10 menit kemudian acara sarapan paginya sudah selesai, mereka bertiga bangkit dari duduknya membawa bekas makanan dan piring kotor ke belakang bersama-sama.
0o0__0o0
Ruang tamu jam 07.00 pagi, keluar kecil itu kini duduk di kursi kayu sederhana. Di temani dengan teh hangat dan juga pisang goreng, yang sudah tersaji di atas meja.
Cia duduk bersandar di samping Ayah, dia memeluk erat tubuh cinta pertama'nya itu. "Semua barang dan berkas-berkas penting, sudah kamu pastikan tidak ada yang tertinggal, Nak ?" Tanya Ayah'nya sambil mengelus lembut rambut Cia.
"Sudah Ayah, Cia sudah pastikan tidak akan ada yang tertinggal". Jawabnya dengan lirih.
"Ayah selalu bangga sama kamu, Valencia. Kamu adalah anak yang baik dan rajin, penuh dengan tekat kuat. Ucapnya penuh bangga.
"Cia juga bangga punya Ayah yang selalu sayang dan dukung Cia sepenuh hati" Balasnya lirih. Mata Cia mulai berkaca-kaca. Tapi Cia menahan sekuat tenaga supaya tidak menangis.
Sang ibu hanya menatap haru, bercampur sedih pemandangan yang ada di depan-nya itu. Momen ini pasti akan sangat dia rindukan nantinya. Dia harus rela berjauhan dari buah hatinya yang selama 19 tahun selalu hidup bersama.
"Kamu harus selalu berhati-hati hidup disana, Nak. Kehidupan kota itu, sangat jauh berbeda dengan kehidupan yang ada di desa" Nasehat sang ayah.
Sang Ayah sebenar-nya berat harus melepaskan putrinya sendirian hidup di kota. Rasa sedih, khawatir dan was-was selalu menghantui'nya.
Cia menatap wajah ayahnya dari bawah, Cia dapat melihat bahwa ayahnya saat ini sangat sedih dan juga khawatir.
"Ayah Jagan sedih, Cia disana akan baik-baik saja. Ayah tidak perlu khawatir Cia bisa jaga diri baik-baik". Ucap Cia meyakinkan sang Ayah.
Sang ayah tersenyum lembut, sambil membelai puncak kepala-nya. "Ayah tidak minta apa-apa, Ayah hanya minta kamu untuk bisa bawah diri. Ingat tujuan kamu kesan untuk belajar dan mengejar impian kamu."
"Cia, jangan sampai kamu terbawah pengaruh buruk kehidupan di sana ya, Kehidupan di kota itu keras, kamu bisa terbawah lingkungan yang menjerumuskan, jika kamu tidak bisa menempatkan diri dengan baik."
"Ingat semua pesan dan nasehat dari ayah dan ibu buat kamu, Cia. Kalau kamu merasa tidak cocok hidup disana, jangan di paksa. Disini ayah dan ibu akan selalu menerima kamu apa adanya."
"Benar sayang, kami sebagai orang tua tidak pernah memaksa apalagi menuntut kamu untuk jadi orang yang sukses. Akan ada banyak cara untuk mencapai kesuksesan, jadi tidak perlu memaksakan diri." Saut sang ibu.
Mata Cia berkaca-kaca, sebenarnya dia sangat berat harus berjauhan dari orang tua'nya. Untuk pertama kali dari hidupnya. Namun Cia juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang tuhan kasih untuknya.
"Ayah, Ibu, terima kasih atas semua nasehat dan sarannya. Cia akan selalu mengingat'nya" Balasnya dengan sungguh-sungguh. Kedua orang tuanya hanya tersenyum lega mendengar-nya.
Tok..! Tok..! Tok..!
"Assalamualaikum, Cia, ini aku Satya."
Mendengar itu Cia langsung melepas pelukan sang ayah.
"Cieeee...Yang lagi di apelin sama ayang Satya" goda sang ibu.
Cia menunduk malu-malu dengan wajah merah merona. "Ibu, selalu saja begitu" Balas-nya dengan bibir mengerucut.
"Sudah-sudah" Lerai sang Ayah. "Sana kamu keluar temui Satya dulu. Ingat jangan macam-macam". Sambung'nya tegas.
Cia langsung bangkit, "Siap laksanakan Ayah Handa" Ucap'nya sambil memberi hormat. Yang di akhiri kekehan renyah. Cia langsung ngacir lari kedepan dengan cepat.
Ayah dan ibunya hanya bisa senyum sambil geleng-geleng kepala saja. "Tingkah Cia yang seperti itu, yang nanti-nya akan kita rindukan" Guman ayah'nya sendu.
"Sabar Toh, Pak'e. Demi kebaikan Cia. Seng penting kita terus berdoa buat kebaikan'nya." Yang hanya dapat anggukan kepala lesu dari sang suami.
0o0__0o0
Teras Rumah, Cia dan Satya lagi duduk di kursi plastik yang ada di depan rumah'nya. mereka saling beradu tatapan dengan dalam.
"Aku pikir tadi aku terlambat kesini, untung saja kamu belum pergi" Ucap Satya pada akhirnya.
Cia tersenyum tipis, "Aku dari tadi nunggu kamu tau. Untung Kita Masi punya waktu 10 menit untuk ngobrol, sebelum travel aku datang". Balas-nya lirih.
Satya memegang lembut tangan Cia, Dia menatap sendu kekasih cantik-nya itu. ''Maaf ya sayang, tadi aku beli hadiah dulu buat kamu" Ungkapnya.
Wajah Cia langsung sumringah mendengar-nya, "Hadiah apa sayang ? Aku boleh lihat gak ?" Tanya'nya penasaran penuh dengan rasa tak sabaran.
Satya tersenyum lembut, "Kamu merem dulu, sayang. Ingat jangan ngintip, kamu boleh buka mata, saat aku suruh" Pinta-nya dengan lembut.
Cia mengangguk patuh, lalu memejamkan matanya. "Sudah belum, Sayang ? Tanyanya tak sabar.
Satya mengeluarkan sebuah kotak dari saku jaketnya, "belum juga sedetik, kamu sudah tidak sabar aja, yank-yank". Saut'nya sambil geleng-geleng kepala.
"Habisnya aku penasaran tauk" Ucapan'nya dengan bibir mengerucut.
Satya menaruh kotak itu di atas telapak tangan Cia, "Sekarang kamu sudah boleh buka mata'' Ucap'nya sambil tersenyum lembut menatap wajah sang kekasih.
Cia langsung membuka matanya, dia tersenyum lebar menatap sang kekasih. "Aku buka ya, sayang ? ijin'nya.
Satya mengangguk singka, "Bukanlah" Saut'nya singkat dengan tatapan tak lepas dari wajah Cia.
Cia langsung syok, mata'nya berkaca-kaca. Di kotak itu ada cincin couple emas sederhana. "Bagus sekali" Guman'nya.
"Kamu suka ?" tanya Satya
Cia langsung mengangguk cepat, "Aku sangat menyukai'nya sayang'' jawab penuh dengan rasa haru.
Satya tersenyum Lega, karena Cia terlihat sangat menyukai hadiah yang dia kasih. "Sini aku pakaikan di jari kamu".
Cia langsung menaruh kota itu di atas meja, Satya langsung mengambil cincin yang ukuran kecil, lalu di pasangkan ke jari manis Cia. "Cantik sama seperti orang'nya". Pujinya dengan suara lembut.
Wajah Cia langsung merah, dengan senyum tidak luntur dari bibirnya. "Gombal" Sautnya. Cia langsung memasangkan pasangan cincin'nya ke tangan Satya.
Mereka berdua saling tatap penuh cinta, di sertai senyum penuh bahagia di kedua bibir-nya. Sampai akhirnya senyum itu luntur.
Tit..! Tit..!
Suara klakson mobil travel Cia sudah datang. Mereka saling menggenggam erat tangan'nya. Seolah tidak ingin pisah.
Satya menatap sendu wajah Cia, "Kamu Disana hati-hati ya, Maaf aku tidak bisa kuliah bareng kamu. Jaga diri kamu baik-baik dan jangan lupa selalu hubungi aku". Ucap'nya menasehati sekaligus mengingatkan kekasih nya.
Cia mengangguk dengan mata berkaca-kaca, "kamu juga, jaga hati kamu buat aku, sampai aku kembali ke sini lagi" balasnya dengan lembut.
Sang ayah memanggil Cia dengan suara Lembut, "Ayo sayang, kamu harus berangkat. Kasihan supir-nya sudah nunggu dari tadi". Ucap'nya lembut namun terdengar sendu.
Cia bangkit sambil melepaskan genggaman tangan'nya dengan tidak rela, "jangan sedih, kita masih bisa telfonan sayang". Ucap Satya lembut. Yang hanya dapat balasan anggukan dari Cia.
Cia memeluk bergantian Ayah dan Ibunya, untuk berpamitan. Matanya berkaca-kaca menatap ketiga orang yang ada di depan-nya.
"Ingat semua pesan Ayah dan ibu, Jaga selalu kesehatan, jangan sampai lupa makan. Telfon kami kalau ada apa-apa, Nak". Ucap sang ibu.
Cia mengangguk singkat, lalu masuk ke dalam mobil kursi penumpang. "Ayah, Ibu, Satya" Panggilnya lirih.
"Jangan nangis Sayang" ucap sang Ayah.
"Hati-hati bawah pacar saya pak, pelan-pelan saja nyetir-nya". Ucap Satya.
Mobil mulai melaju pelan meninggalkan pekarangan rumah Cia dan ketiga orang yang berdiri memandang dirinya dengan penuh sayang dan tatapan sendu.
0o0__0o0
Note : "Cinta orang tua tidak berbatas jarak, tapi impian kamu adalah kebahagiaan untuknya".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Maulana Abraham
emang berat kalau harus tinggal jauh dari anak, semangat CIA /Grievance/
2025-08-21
0