Cemburu Buta

Langit di luar jendela rumah makan mulai kehilangan warna—jingga meredup, berganti kelabu. Sagara duduk sendirian di sudut, dengan kopi yang sudah mendingin sejak sepuluh menit lalu. Kepalanya sedikit tertunduk, tangan kirinya memegang pegangan cangkir.

Ketikan hendak mengangkat cangkir, suara langkah pelan terdengar, Sagara mendongak.

“Hay, Ga.”

Adisty datang. Wajahnya seperti biasa—tenang, hangat, sedikit ceria. Namun, kali ini, dia tidak datang sendiri.

“Kenalkan, ini Tegar.” Adisty tersenyum ke arah pria itu, kemudian kembali menatap Sagara. “Gar, dia Sagara. CEO di tempat aku kerja.”

“Senang bertemu dengan orang penting,” ucap Tegar sembari mengulurkan tangan.

“Sama.” Bibir Sagara tersenyum, seraya berkata, “ayo silakan pesan.”

“Makasih.”

Adisty tersenyum sambil mengajak kekasihnya mencari tempat duduk.

Pria itu—tinggi, rapi, dan ekspresinya lembut saat menoleh ke arah Adisty—mengaitkan jemari mereka sambil berbicara pelan di dekat telinganya. Mereka tertawa kecil sebelum duduk tak jauh dari tempat Sagara berada.

Adisty sempat melirik, menyadari kehadiran Sagara. Ia memberi anggukan sopan. Tak lebih.

Sagara membalas anggukan itu dengan senyum tipis yang sulit dipertahankan. Ada bagian dari dirinya yang ingin tertawa—menertawakan kebodohannya sendiri.

Lania salah…

Istrinya telah menuduh Adisty diam-diam menyimpan perasaan kepadanya. Dan, Sagara, sejak awal menyangkal, tidak mungkin selama bertahun-tahun bekerja bersama secara profesional—sekretarisnya itu menyimpan perasaan.

Sagara hampir percaya setelah mendengar cerita dari Kanaya. Bahwa percakapan mereka yang panjang di kantor, telah membuka jalan kebenaran. Kedekatannya dengan Adisty menimbulkan perasaan cemburu di hati Lania.

Sekarang, semua tampak jelas. Terlalu jelas.

Sagara menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Dia akan menjelaskan semua ini kepada Lania. Istrinya cemburu buta. Atau mungkin ada orang ketiga—Pandu.

“Aku pamit dulu,” ucap Lucky kepala para pegawai yang sedang mengadakan acara rutin setiap bulan. “Selamat menikmati acaranya.”

“Terima kasih, Pak,” sahut para pegawai serempak.

Namun, Adisty tiba-tiba berdiri lantas menghampiri. “Ga, kamu tidak apa-apa? Pusing?”

“Aku oke, kok. Terlalu banyak pekerjaan hari ini. Mau istirahat lebih cepat aja,” tutur Sagara sesuai fakta. “Jangan khawatir.”

Selesai berbasa-basi, Sagara segera mengarahkan mobil ke jalan menuju rumah.

Lampu jalan berpendar redup di kaca depan mobil, biasnya membentuk garis-garis kuning yang melintasi wajah Sagara. Malam di Jakarta tak pernah benar-benar gelap. Kota ini selalu menyala—seolah menolak diam. Namun, di dalam kabin mobil, keheningan menggema lebih keras dari suara mesin yang mendengung pelan.

Sagara menyetir pelan menyusuri Jalan Sudirman yang mulai lengang. Kantor-kantor pencakar langit berdiri megah, cahaya lampunya masih menyala seperti enggan pulang. Di trotoar, sepasang muda-mudi duduk bersisian, tertawa kecil di bawah lampu neon yang temaram. Kontras dengan pikiran Sagara yang semakin kusut.

Hujan tadi sore meninggalkan genangan kecil di tepian jalan, memantulkan lampu-lampu kendaraan dan reklame digital yang berganti-ganti dengan kecepatan membosankan. Sesekali, bunyi klakson terdengar dari taksi di lajur sebelah. Terburu-buru. Jakarta memang tak pernah benar-benar santai, bahkan di jam-jam lelah seperti ini.

Sagara membuka jendela sedikit. Angin malam menyapu wajahnya, membawa aroma aspal basah, debu kota, dan sisa-sisa makanan dari warung kaki lima yang masih buka. Semuanya bercampur menjadi napas kota yang khas—keras, cepat, dan dingin.

Di radio, penyiar membacakan berita ringan, tetapi tak ada yang masuk ke telinga Sagara. Kepalanya masih penuh bayangan Lania, kata-katanya yang tak terucap, serta keraguan yang kini mengeras jadi curiga.

Lampu merah di perempatan Senayan membuatnya berhenti. Dari kaca samping, dia melihat seorang pengamen memetik gitar kecil, menyanyikan lagu cinta yang serak dan jujur.

Jakarta malam ini tetap berjalan seperti biasa—sibuk, indah, dan sesak. Di mata Sagara, kota ini terasa seperti cermin: memantulkan segala hal yang ingin dia hindari, tetapi tak bisa ia tolak.

Dia menarik napas dalam-dalam dan melajukan mobil saat lampu hijau menyala. Jalanan terus membentang, tetapi rumah terasa makin jauh.

Menit berlalu, Sagara sudah tiba di kediamannya. Dia membunyikan klakson sekalian dan gerbang terbuka—satpam mengangguk sopan.

Lampu ruang tengah hanya satu yang menyala, cukup temaram untuk menyembunyikan ketegangan yang menggantung.

Sagara melewati tiap ruangan menuju kamar utama karena tidak melihat Lania di mana-mana.

Dia membuka pintu kamar, menemukan Lania sedang melipat dasi. Istrinya tersenyum simpul dan meletakkan hasil kerjanya ke dalam laci.

“Tidak ikut acara rutinan?”

“Ikut, sebentar aja.” Sagara melepas sepatu, mengganti dengan sandal khusus di rumah.

Sagara berjalan ke dekat jendela, memandangi halaman gelap yang basah karena gerimis sore tadi. Di belakangnya, Lania duduk di sofa, memeluk bantal kecil, menunggu kata-kata yang sejak tadi dia tahu akan keluar.

“Aku harus bilang sesuatu,” ucap Sagara, akhirnya berbalik.

Lania tak menjawab. Hanya menatap.

Sagara menarik napas. “Soal Adisty. Kamu salah. Sejak awal.”

Lania mengerjab, seolah tak percaya di mendengar itu darinya.

“Dia tidak pernah menaruh perasaan apa-apa ke aku. Tidak sedikit pun. Dan aku pun... tidak. Semua itu cuma prasangka. Kamu cemburu tanpa alasan. Aku cuma terlalu diam, dan kamu terlalu banyak menerka.”

Hening. Lania menunduk. Bukan karena malu—lebih seperti… menahan sesuatu. Kecewa, dia hampir putus asa.

Sagara melangkah pelan, duduk di kursi seberang. "Aku harus apa sekarang? Karena sebelum kecelakaan, yang aku ingat—kamu sempat mau pergi. Minta pisah. Padahal, kamu nggak benar-benar tahu kebenarannya."

Lania masih diam. Matanya menatap lantai.

“Tapi justru itu yang bikin aku mikir…” lanjut Sagara, suaranya mulai berubah. “Kenapa kamu semudah itu minta pisah? Waktu kamu belum tahu apa-apa. Bahkan saat kamu masih salah.”

Lania menoleh cepat. “Kamu menuduhku sekarang?” Dia menggigit bibir bawahnya, menahan respons yang entah ingin marah atau menangis.

“Aku cuma bertanya,” ujar Sagara tenang, tapi tajam. “Apa kamu benar-benar cemburu? Atau kamu cuma butuh alasan? Alasan untuk pergi sebelum sesuatu terbongkar?”

Napas Lania sedikit memburu. Kini jarak di antara mereka lebih nyata daripada dinding rumah. Dilihatnya, Sagara berdiri sengaja memunggungi.

“Aku hampir menemukan kebenaran atas ucapanmu,” katanya. “Tapi aku rasa… kamu terlalu banyak mengambil kesimpulan sepihak. Adisty hari ini membawa serta kekasihnya.”

Bantal di atas pangkuan jatuh, Lania buru-buru memungutnya.

“Kalau memang ada yang ingin kamu sembunyikan,” kata Sagara perlahan, dia berbalik badan dan menelisik paras sembab Lania, “lebih baik kamu katakan sekarang. Sebelum semuanya terlambat.”

Dan di antara mereka, tak ada jawaban. Hanya malam yang makin sunyi, dan kecurigaan baru yang mulai tumbuh—diam-diam, tapi pasti.

Terpopuler

Comments

sindi

sindi

Mungkin saja menyimpan rasa. kita kan gatau isi hati orang. Jangan menyimpulkan sesuatu yang emang kamu tidak tau bro Sagara 😭

2025-08-17

0

Be___Mei

Be___Mei

Nooo!! Jangan berasumsi seperti itu dulu. Siapa yang tahu pertemuan dengan kekasihnya kali ini bagian dari rencananya.

2025-08-17

0

sutiasih kasih

sutiasih kasih

terserah km sagara...

2025-09-12

1

lihat semua
Episodes
1 Aku Istrinya, Bukan Tamu
2 Itu... Anak Kita, Atau...?
3 Merasa Bersalah
4 Cemburu Buta
5 Berbalik
6 Benih Ketidakpercayaan
7 Senjata Makan Tuan
8 Bahagia di Atas Derita
9 Ketenangan Dalam Gelombang Badai
10 Melanggar Janji
11 Tiba-tiba Kosong
12 Hadapi Semua
13 Topeng Kemunafikan
14 Bukan Kecelakaan Biasa
15 Getar Ketulusan
16 Tekad Gila
17 Duri Tersembunyi
18 Sabotase
19 Kena Kau!
20 Bebal
21 Sulit Disentuh
22 Penyusup
23 Seperti yang Dulu
24 Kamu Percaya?
25 Nomor tak Dikenal
26 Oh Lania Sayang
27 Bau Dosa
28 Berkedok Sahabat Sejati
29 Terus Bertahan atau Justru Menyerah
30 Wah, Cantik ya, Mas Calon Istrinya
31 Percayalah Padaku
32 Kamu tidak Pernah Berubah
33 Rencana Cadangan
34 Kamu—Membuatku Bersemangat dan Lapar
35 Selalu Ada Rencana B
36 Hari Ini Kayak Mimpi
37 Aku tidak Rela Orang Lain Menganggap Istriku … Miliknya
38 Dunia yang Disukai Sagara
39 Sagara Menemui Pandu
40 Firasat Buruk
41 Tidak Bisa Tinggal Diam
42 Tak Ada Celah Untuk Berkelit
43 Sukarela
44 Tidak Boleh Menyerah
45 Aneh, Tidak Masuk Akal
46 SOS
47 Denyut Jantungku, Separuh Jiwaku
48 Pria Bertopeng
49 Aku Bahagia Memilikimu
50 Merasa Hidup
51 Pertunjukan Meriah
52 Di Mana Sagara?
53 Bertukar Tempat
54 Menikahlah dengan Adisty.
55 Jangan Lepaskan Aku
56 Jejaknya Hilang
57 Keputusan Bijak
58 Melayanimu di Atas Ranjang
59 Penjara
60 Jalan Ceritanya
61 Wanita Simpanan
62 Tak Ada yang Menahanmu di Sini
63 Bekerja Semalaman
64 Ini Rumahnya
65 Sahabat Macam Apa?
66 Jalan Pulang
67 Menguasai Singgasana
68 Memberimu Pelayanan
69 Berhenti Bermesraan
70 Penerus Keluarga
71 Hatimu Sedang Terbagi
72 Sekadar Drama Rumah Tangga
73 Langkah Besar
74 Lania Terguncang
75 Siapa Lebih Berharga
76 Martabat
77 Apa Artinya Memiliki Dua Anak
78 Suami Istri
79 Membayar Mahal
80 Alasan Berkunjung ke Lapas
81 Saingan Terberat
82 Test DNA
83 Perintah Adisty Mutlak
84 Lania Awas!
85 Tidak Perlu Takut
86 Terlalu Serakah
87 Harus Mati
88 Ibu Peri yang Tersakiti
89 Mengalami Henti Jantung
90 Pejuang
91 Kuat Bersama Mereka
92 Baby Blues
93 Tidak Becus
94 Amarah Menggelegak
Episodes

Updated 94 Episodes

1
Aku Istrinya, Bukan Tamu
2
Itu... Anak Kita, Atau...?
3
Merasa Bersalah
4
Cemburu Buta
5
Berbalik
6
Benih Ketidakpercayaan
7
Senjata Makan Tuan
8
Bahagia di Atas Derita
9
Ketenangan Dalam Gelombang Badai
10
Melanggar Janji
11
Tiba-tiba Kosong
12
Hadapi Semua
13
Topeng Kemunafikan
14
Bukan Kecelakaan Biasa
15
Getar Ketulusan
16
Tekad Gila
17
Duri Tersembunyi
18
Sabotase
19
Kena Kau!
20
Bebal
21
Sulit Disentuh
22
Penyusup
23
Seperti yang Dulu
24
Kamu Percaya?
25
Nomor tak Dikenal
26
Oh Lania Sayang
27
Bau Dosa
28
Berkedok Sahabat Sejati
29
Terus Bertahan atau Justru Menyerah
30
Wah, Cantik ya, Mas Calon Istrinya
31
Percayalah Padaku
32
Kamu tidak Pernah Berubah
33
Rencana Cadangan
34
Kamu—Membuatku Bersemangat dan Lapar
35
Selalu Ada Rencana B
36
Hari Ini Kayak Mimpi
37
Aku tidak Rela Orang Lain Menganggap Istriku … Miliknya
38
Dunia yang Disukai Sagara
39
Sagara Menemui Pandu
40
Firasat Buruk
41
Tidak Bisa Tinggal Diam
42
Tak Ada Celah Untuk Berkelit
43
Sukarela
44
Tidak Boleh Menyerah
45
Aneh, Tidak Masuk Akal
46
SOS
47
Denyut Jantungku, Separuh Jiwaku
48
Pria Bertopeng
49
Aku Bahagia Memilikimu
50
Merasa Hidup
51
Pertunjukan Meriah
52
Di Mana Sagara?
53
Bertukar Tempat
54
Menikahlah dengan Adisty.
55
Jangan Lepaskan Aku
56
Jejaknya Hilang
57
Keputusan Bijak
58
Melayanimu di Atas Ranjang
59
Penjara
60
Jalan Ceritanya
61
Wanita Simpanan
62
Tak Ada yang Menahanmu di Sini
63
Bekerja Semalaman
64
Ini Rumahnya
65
Sahabat Macam Apa?
66
Jalan Pulang
67
Menguasai Singgasana
68
Memberimu Pelayanan
69
Berhenti Bermesraan
70
Penerus Keluarga
71
Hatimu Sedang Terbagi
72
Sekadar Drama Rumah Tangga
73
Langkah Besar
74
Lania Terguncang
75
Siapa Lebih Berharga
76
Martabat
77
Apa Artinya Memiliki Dua Anak
78
Suami Istri
79
Membayar Mahal
80
Alasan Berkunjung ke Lapas
81
Saingan Terberat
82
Test DNA
83
Perintah Adisty Mutlak
84
Lania Awas!
85
Tidak Perlu Takut
86
Terlalu Serakah
87
Harus Mati
88
Ibu Peri yang Tersakiti
89
Mengalami Henti Jantung
90
Pejuang
91
Kuat Bersama Mereka
92
Baby Blues
93
Tidak Becus
94
Amarah Menggelegak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!