Merasa Bersalah

Tidak banyak perbedaan dari hari ke hari, aktif di kantor berjalan monoton. Para pegawai datang pagi pulang sore, karena kondisi pasar tidak terlalu ramai. Sepertinya dampak dari corona beberapa tahun silam masih terasa.

“Pagi Pak Sagara,” sapa pegawai yang kebetulan berpapasan dengan direksi perusahaan.

“Pagi,” jawab Sagara tanpa mengurangi kecepatan langkah. Dia harus menyelesaikan banyak hal, membuat peluang agar bisnisnya tidak lekas gulung tikar. Agenda padat, rapat direksi, laporan bertumpuk.

Tadi pagi sewaktu bangun, Sagara sedikit pusing. Informasi yang dia terima terasa tumpang tindih.

Di balik ekspresi tenangnya hari ini, pikiran dipenuhi oleh dua nama, Adisty dan Lania.

Kedua wanita itu seperti saling menyerang, Sagara tidak pernah menyadari sebelumnya sebab Adisty sudah seperti kerabat.

Sudah bertahun-tahun wanita itu mendampingi langkah profesionalnya. Namun, setelah percakapan semalam dengan Lania—tentang kepergian, kehamilan, dan kepercayaan—ada sesuatu yang menggoyahkan keyakinannya.

Ada sesuatu yang coba Adisty tutupi. Dia tidak pernah mengatakan apa-apa mengenai kedekatan Lania dengan pria lain.

Kendati demikian, pernyataan Lania tak kalah mengusik pikiran. Istrinya yakin bahwa diam-diam Adisty menyimpan perasaan terhadapnya.

Terdengar pintu diketuk sekali, Adisty masuk membawa tablet dan map laporan.

“Pagi, Ga,” sapanya seperti biasa.

Senyum tipis Sagara tunjukkan, lantaran tidak ingin niatnya terbongkar di awal. “Kirim semua file kegiatan dua bulan sebelum kecelakaan ke email pribadi saya.”

Seperti mempertimbangkan sesuatu, Adisty terdiam sebentar. “Untuk apa... ada sedang kamu cari?”

Bolpen yang sedari tadi dipegang, Sagara menatap Adisty cukup lama sebelum akhirnya bicara, “Hanya meninjau ulang beberapa hal.”

“Baik, saya kirim segera.” Adisty tersenyum simpul, ekspresi tenang seperti biasa.

Setelah wanita itu keluar, Sagara membuka laptopnya dan langsung masuk ke arsip email lama. Dia mencari satu hal: korespondensi antara Adisty dan pihak luar, khususnya selama masa peralihan tugas Lania sebelum berhenti mengurus perusahaan.

Beberapa jam kemudian, Sagara menemukan sesuatu yang janggal. Email tanpa subjek. Dikirim Adisty ke alamat email tak dikenal, isinya hanya satu kalimat:

"Sudah selesai. Dia setuju dengan tanggal yang sudah kita tentukan."

Jadwalnya... tiga hari sebelum Lania benar-benar undur diri.

Sagara bersandar di kursi, rahangnya mengeras. Dia belum tahu konteksnya, tetapi intuisi yang selama ini diabaikan mulai menuntut jawaban. Jemarinya membuka rekaman CCTV internal yang dikirim ke emailnya.

Pada pukul 20.17 malam—hari yang sama dengan tanggal email itu—terlihat Lania keluar dari ruangannya. Wajahnya tampak lelah dan kecewa.

Beberapa menit kemudian, Adisty masuk ke ruangannya, tersenyum kecil sambil membawa berkas—satu tangan masih memegang ponsel.

Sagara menatap layar. Yakin ada sesuatu yang tidak beres dan untuk pertama kalinya sejak kecelakaan, merasa memegang kendali.

Mulai hari ini... dia yang akan lebih berhati-hati dalam bertindak.

Ketukan pelan terdengar, Adisty masuk membawa dokumen dan tablet seperti biasa. Dia mengamati perubahan sikap direksi pagi ini, Sagara tidak seperti biasanya.

Bosnya agak pendiam. Tatapan matanya lebih tajam dan dalam. Cara bicara yang lebih lambat, tetapi juga penuh penegasan.

“Ini laporan yang kamu minta,” ucap Adisty sambil meletakkan berkas ke meja. “Tapi, untuk data CCTV lama, arsipnya masih dikunci oleh sistem lama IT. Aku sudah minta tim mengaksesnya.”

Sagara hanya mengangguk. “Terima kasih.”

Adisty memperhatikan setiap gerakan Sagara. Cenderung datar dan minim respons, dia tidak merasakan sikap penurut laki-laki itu.

Ini aneh, tidak seperti pasca kecelakaan. Adisty melangkah mundur, tetapi pandangan melekat kepada Sagara.

“Kamu sedang menyelidiki sesuatu? Sejauh ini tidak ada masalah serius dalam perusahaan.” tanya Adisty hati-hati. Pertanyaan yang terdengar ringan... tetapi berbalut keinginan tahuan.

Pandangan Sagara bertabrakan dengan mata Adisty. Dia pun buru-buru mengalihkan tatapan ke arah lain. Pertanyaan terdengar disertai tawa ringan, “Apa maksudmu?”

Adisty balas tersenyum kecil. “Aneh aja, kamu minta data dari dua bulan sebelum kecelakaan.”

Jemari Sagara kembali mengambil pena. Dia menulis sesuatu, kemudian menatap Adisty. “Untuk kebutuhan marketing, kita perlu meninjau ulang.”

“Kebutuh marketing? Aku bisa bantu,” balas Adisty cepat, senyum lebar kian terpampang.

Sagara sengaja memberi jeda. Dia tidak mau Adisty merasa diselidiki. Dia tidak mau salah dalam menilai. Wanita ini penting bagi perusahaan.

“Bisa panggil Kanaya,” pinta Sagara.

“Kanaya?”

“Ehem.” Sagara mengangguk.

“Baik.” Adisty bergegas keluar ruang.

Sagara membuang napas keras, menunggu sambil memeriksa laporan. Dan beberapa menit kemudian interkom berbunyi. Dia tidak mau repot mengangkat gagang telepon, jadi menekan tombol pengeras suara.

“Ga, Kanaya lagi stok opname.”

“Oh, okay. Makasih.”

Telepon pun dimatikan, Sagara mengambil napas dalam-dalam. Dia akan menemui gadis itu nanti saja.

Satu jam

Dua jam

Istirahat makan siang terlewat.

Sagara sengaja menyibukkan diri dan mengurangi interaksi dengan Adisty.

Langit mulai meredup di balik jendela kaca gedung Sagara Corp. Di lantai 18—jauh dari lantai utama direksi—suasana lebih tenang, nyaris senyap. Di ruangan inilah Naya, staf PR senior, bekerja. Wanita itu dikenal kalem, rajin, dan... pernah cukup dekat dengan Lania saat masih aktif di kantor.

Hari ini, untuk pertama kalinya sejak lama, Sagara muncul di depan mejanya.

“Naya,” sapanya tenang.

Naya refleks berdiri. “Pak Sagara! Maaf, saya tidak tahu Bapak—”

“Tenang saja. Saya cuma ingin bicara sebentar, santai.” Dia melirik ke ruang pantry kecil. “Boleh saya duduk sebentar di sini?”

“Silakan, Pak,” jawab Naya sambil menata dua gelas air mineral. Dia gugup—bukan karena takut, tetapi karena tidak pernah melihat Sagara turun sendiri, tanpa Adisty.

Beberapa menit kemudian, mereka duduk berhadapan di meja kecil. Sagara menatapnya dengan tatapan lembut.

“Kamu dulu cukup dekat dengan Lania, kan?” tanyanya pelan.

Naya sedikit kaget, tapi mengangguk. “Ya, Pak. Bu Lania orang yang hangat dan memperlakukan pegawai dengan baik.”

“Menurutmu... apa yang membuat dia mengundurkan?” Sagara lupa alasan Lania berhenti, atau malah benar-benar tidak tahu sama sekali.

Naya menunduk dan terdiam. Matanya menatap meja, ragu.

“Jawabanmu penting bagiku,” tambah Sagara cepat. “Aku hanya ingin tahu versi orang lain. Versi yang mungkin... tidak pernah sampai kepadaku.”

Naya menarik napas.

“Waktu itu... Bu Lania sering terlihat lelah. Bukan cuma fisik, tapi emosional. Kadang dia diam di pantry, menatap layar kosong. Kadang pulang mendadak. Tapi setiap dia cerita... dia selalu bilang ‘tidak apa-apa’”.

“Hanya itu.” Sagara menunduk sedikit.

“Ya, tapi Bu Lania pernah melamun dan bicara sendiri “ Dia merasa kalah saing.”

“Kalah saing?”

Naya mengangguk. “Dia merasa tersingkir pelan-pelan. Banyak keputusan kantor yang melibatkan Pak Sagara, tapi Bu Lania seolah ditahan untuk ‘tidak ikut campur’. Dan... maaf, Pak—dari luar, Bu Adisty mendominasi. Bukan cuma sebagai asisten, tapi... seperti ingin melindungi posisinya.”

Wajah Sagara tetap tenang, tapi rahangnya mengencang. Tangan mengepal di bawah meja, dia tidak menyadari hal ini sebelumnya.

“Lania pernah bilang sesuatu soal aku?” tanyanya.

Kanaya tersenyum miris. “Dia cuma bilang satu hal, Pak. ‘Sagara terlalu sibuk menjaga reputasi sampai lupa menjaga hubungan sendiri’ maaf Pak, Bu Lania tidak mengatakan langsung, saya tidak sengaja mendengarkan sewaktu akan masuk ruangan.”

Hening.

Oksigen dihirup panjang sebelum Sagara berdiri pelan. “Terima kasih, Naya. Ini... cukup membuka mata saya.”

Saat Dia melangkah pergi, Kanaya memanggilnya pelan.

“Pak Sagara?”

Sagara menoleh.

“Bu Lania bukan pergi karena menyerah. Dia pergi karena terlalu lama diam.”

Sagara menatapnya dalam, lalu mengangguk. Dan untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, dia benar-benar merasa bersalah.

Terpopuler

Comments

Be___Mei

Be___Mei

Baguslah kalau Sagara mulai mencari tahu tanpa melibatkan Adisty. Semoga kedepannya wanita licik itu tersingkir dari kehidupan Lania dan Sagara

2025-08-17

0

fara sina

fara sina

udah cape banget tuh lania. makany dia memutuskan untuk pergi

2025-08-11

0

sindi

sindi

yakin udah seperti kerabat? kamu udah percaya banget ya?

2025-08-17

0

lihat semua
Episodes
1 Aku Istrinya, Bukan Tamu
2 Itu... Anak Kita, Atau...?
3 Merasa Bersalah
4 Cemburu Buta
5 Berbalik
6 Benih Ketidakpercayaan
7 Senjata Makan Tuan
8 Bahagia di Atas Derita
9 Ketenangan Dalam Gelombang Badai
10 Melanggar Janji
11 Tiba-tiba Kosong
12 Hadapi Semua
13 Topeng Kemunafikan
14 Bukan Kecelakaan Biasa
15 Getar Ketulusan
16 Tekad Gila
17 Duri Tersembunyi
18 Sabotase
19 Kena Kau!
20 Bebal
21 Sulit Disentuh
22 Penyusup
23 Seperti yang Dulu
24 Kamu Percaya?
25 Nomor tak Dikenal
26 Oh Lania Sayang
27 Bau Dosa
28 Berkedok Sahabat Sejati
29 Terus Bertahan atau Justru Menyerah
30 Wah, Cantik ya, Mas Calon Istrinya
31 Percayalah Padaku
32 Kamu tidak Pernah Berubah
33 Rencana Cadangan
34 Kamu—Membuatku Bersemangat dan Lapar
35 Selalu Ada Rencana B
36 Hari Ini Kayak Mimpi
37 Aku tidak Rela Orang Lain Menganggap Istriku … Miliknya
38 Dunia yang Disukai Sagara
39 Sagara Menemui Pandu
40 Firasat Buruk
41 Tidak Bisa Tinggal Diam
42 Tak Ada Celah Untuk Berkelit
43 Sukarela
44 Tidak Boleh Menyerah
45 Aneh, Tidak Masuk Akal
46 SOS
47 Denyut Jantungku, Separuh Jiwaku
48 Pria Bertopeng
49 Aku Bahagia Memilikimu
50 Merasa Hidup
51 Pertunjukan Meriah
52 Di Mana Sagara?
53 Bertukar Tempat
54 Menikahlah dengan Adisty.
55 Jangan Lepaskan Aku
56 Jejaknya Hilang
57 Keputusan Bijak
58 Melayanimu di Atas Ranjang
59 Penjara
60 Jalan Ceritanya
61 Wanita Simpanan
62 Tak Ada yang Menahanmu di Sini
63 Bekerja Semalaman
64 Ini Rumahnya
65 Sahabat Macam Apa?
66 Jalan Pulang
67 Menguasai Singgasana
68 Memberimu Pelayanan
69 Berhenti Bermesraan
70 Penerus Keluarga
71 Hatimu Sedang Terbagi
72 Sekadar Drama Rumah Tangga
73 Langkah Besar
74 Lania Terguncang
75 Siapa Lebih Berharga
76 Martabat
77 Apa Artinya Memiliki Dua Anak
78 Suami Istri
79 Membayar Mahal
80 Alasan Berkunjung ke Lapas
81 Saingan Terberat
82 Test DNA
83 Perintah Adisty Mutlak
84 Lania Awas!
85 Tidak Perlu Takut
86 Terlalu Serakah
87 Harus Mati
88 Ibu Peri yang Tersakiti
89 Mengalami Henti Jantung
90 Pejuang
91 Kuat Bersama Mereka
92 Baby Blues
93 Tidak Becus
94 Amarah Menggelegak
Episodes

Updated 94 Episodes

1
Aku Istrinya, Bukan Tamu
2
Itu... Anak Kita, Atau...?
3
Merasa Bersalah
4
Cemburu Buta
5
Berbalik
6
Benih Ketidakpercayaan
7
Senjata Makan Tuan
8
Bahagia di Atas Derita
9
Ketenangan Dalam Gelombang Badai
10
Melanggar Janji
11
Tiba-tiba Kosong
12
Hadapi Semua
13
Topeng Kemunafikan
14
Bukan Kecelakaan Biasa
15
Getar Ketulusan
16
Tekad Gila
17
Duri Tersembunyi
18
Sabotase
19
Kena Kau!
20
Bebal
21
Sulit Disentuh
22
Penyusup
23
Seperti yang Dulu
24
Kamu Percaya?
25
Nomor tak Dikenal
26
Oh Lania Sayang
27
Bau Dosa
28
Berkedok Sahabat Sejati
29
Terus Bertahan atau Justru Menyerah
30
Wah, Cantik ya, Mas Calon Istrinya
31
Percayalah Padaku
32
Kamu tidak Pernah Berubah
33
Rencana Cadangan
34
Kamu—Membuatku Bersemangat dan Lapar
35
Selalu Ada Rencana B
36
Hari Ini Kayak Mimpi
37
Aku tidak Rela Orang Lain Menganggap Istriku … Miliknya
38
Dunia yang Disukai Sagara
39
Sagara Menemui Pandu
40
Firasat Buruk
41
Tidak Bisa Tinggal Diam
42
Tak Ada Celah Untuk Berkelit
43
Sukarela
44
Tidak Boleh Menyerah
45
Aneh, Tidak Masuk Akal
46
SOS
47
Denyut Jantungku, Separuh Jiwaku
48
Pria Bertopeng
49
Aku Bahagia Memilikimu
50
Merasa Hidup
51
Pertunjukan Meriah
52
Di Mana Sagara?
53
Bertukar Tempat
54
Menikahlah dengan Adisty.
55
Jangan Lepaskan Aku
56
Jejaknya Hilang
57
Keputusan Bijak
58
Melayanimu di Atas Ranjang
59
Penjara
60
Jalan Ceritanya
61
Wanita Simpanan
62
Tak Ada yang Menahanmu di Sini
63
Bekerja Semalaman
64
Ini Rumahnya
65
Sahabat Macam Apa?
66
Jalan Pulang
67
Menguasai Singgasana
68
Memberimu Pelayanan
69
Berhenti Bermesraan
70
Penerus Keluarga
71
Hatimu Sedang Terbagi
72
Sekadar Drama Rumah Tangga
73
Langkah Besar
74
Lania Terguncang
75
Siapa Lebih Berharga
76
Martabat
77
Apa Artinya Memiliki Dua Anak
78
Suami Istri
79
Membayar Mahal
80
Alasan Berkunjung ke Lapas
81
Saingan Terberat
82
Test DNA
83
Perintah Adisty Mutlak
84
Lania Awas!
85
Tidak Perlu Takut
86
Terlalu Serakah
87
Harus Mati
88
Ibu Peri yang Tersakiti
89
Mengalami Henti Jantung
90
Pejuang
91
Kuat Bersama Mereka
92
Baby Blues
93
Tidak Becus
94
Amarah Menggelegak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!