Bab 5 Uang Kost Dibayarkan Excel

     Zinni sudah berada di rumah kostnya. Hatinya lega karena di depan rumah kost tidak ada Bu Mila sang pemilik kost. Tapi, besok, Zinni harus menyiapkan mental untuk menghadapi Bu Mila, karena jujur saja Zinni belum punya uang untuk membayar tunggakannya.

     Besoknya pun menjelang, pagi-pagi Zinni sudah bersiap untuk pergi. Kali ini dia akan mencari pekerjaan ke mana saja asal dapat.

     "Zinni, ingat, ya. Batas pembayaran tunggakan kamu adalah sampai nanti jam delapan malam. Kalau dalam waktu jam segitu kamu masih belum bisa bayar juga, maka kamu harus angkat kaki malam itu juga," tegas Bu Mila tanpa ampun.

     "Iya, Bu. Hari ini saya akan pergi bekerja dulu," ucap Zinni sambil berlalu. Baru keluar kost-an sudah direcoki Bu Mila sang pemilik kost yang jutek.

     "Aku harus cari kerja ke mana? Ke sekolah TK lagi? Tidak mungkin, nama aku kan sudah pasti ada dalam blacklist dinas P dan K gara-gara laporan Bu Gaifa sang kepala sekolah.

     "Artinya aku harus mencari pekerjaan lain selain guru," gumamnya. Zinni sudah menaiki angkot, dia belum tahu ke mana tujuannya saat ini.

     Saat angkot itu melewati sebuah mall besar, Zinni berhenti dan turun di sana. Dia berharap di dalam mall itu ada lowongan kerja apa saja yang penting dia bisa kerja.

     "Semoga saja di dalam mall besar ini, aku mendapatkan lowongan pekerjaan. Sebagai pelayan toko atau apa, yang penting bisa kerja," gumamnya lagi seraya memasuki mall.

     Di dalam mall, Zinni tidak langsung mencari lowongan, karena mall itu belum buka ternyata. Mall baru dibuka sekitar jam sembilan pagi. Masih ada satu jam menunggu mall buka.

     Terpaksa Zinni harus menunggu di bangku mall itu selama satu jam.

     Satu jam menunggu, akhirnya mall itu satu per satu buka. Zinni tidak buang waktu, ia mulai berkeliling mencari lowongan. Dari lantai dasar sampai lantai empat mall itu. Sayangnya, sudah hampir satu jam lewat, ia belum juga menemukan lowongan itu.

     Zinni lelah, ia berjalan menuju bangku untuk beristirahat terlebih dahulu. "Mall seluas ini, tapi tidak ada lowongan satu apapun. Ya ampun, gimana aku bisa bayar kost-an kalau begini?" ujarnya putus asa.

     Sementara itu, di kediaman Excel. Excel tengah membujuk Nada yang rewel. Dia pun terpaksa izin tidak masuk kerja gara-gara Nada rewel dan tidak mau ditinggal. Bi Ocoh pun tidak bisa membujuk Nada yang rewel, karena Nada tidak mau diasuh Bi Ocoh.

     "Aduh, gimana ini? Dititipkan pada Elyana, sedangkan Elyana saat ini saja sedang hamil muda dan kondisinya belum stabil karena mual dan muntah. Atau Nada aku titipkan di rumah mama dulu. Tapi, rumah mama ke sekolahnya Nada kejauhan. Mama saja aku suruh datang ke sini." Excel berpikir keras gimana caranya menangani Nada yang saat ini rewel.

     "Bu Zinni, Papa, Nda kangen Bu Zinni," celoteh Nada tiba-tiba. Excel yang sedang buntu, merasa mendapat ide.

     "Zinni, kenapa Nada merindukan Zinni? Apa aku cari saja wanita muda itu untuk bertemu Nada?" batin Excel.

     "Papa, Nda pengen ketemu Bu Zinni," rengek Nada.

     "Baiklah, kita cari Bu Zinni ke rumahnya." Excel menyetujui permintaan Nada. Ia segera bersiap dan membawa Nada pergi ke rumah Zinni.

     Sementara itu, di depan kost-an Zinni, terjadi sebuah keributan. Zinni yang baru saja pulang dari mall mencari kerja, sudah didatangi pemilik kost yang menagih kembali uang tunggakan kost yang belum Zinni bayar.

     "Tapi, kasih saya waktu dong, Bu. Bukankah batasnya sampai nanti malam jam delapan. Saya mau cari pinjaman dulu," tahan Zinni.

     "Tidak bisa, siang ini juga kamu pergi dari kost-an saya, karena sudah ada penyewa lain yang mau kost di rumah ini. Segera bereskan barang-barangmu dan tinggalkan sertifikat tanah yang akan kamu tawarkan itu sebagai jaminan. Sebelum kamu mampu bayar, maka sertifikat tanah kamu yang di kampung itu, saya tahan."

     Zinni tersentak mendengar ancaman Bu Mila. Dia tidak bisa memberikan sertifikat tanah miliknya warisan kedua orang tuanya di kampunnnnnnng. Justru sertifikat itu yang sewaktu-waktu bisa menolongnya. Bisa dia gadaikan misalnya.

     "Tidak bisa, Bu. Jangan meminta sertifikat saya untuk ditahan, karena saya juga butuh sertifikat itu untuk saya jual atau gadai. Kalau mau tahan, KTP saya saja tahan. Saya janji kalau sudah ada uang, saya akan langsung bayar tunggakan saya," tolak Zinni.

     "Alah, jangan banyak alasan. Cepat pergi dari kost-an ini," sentak Bu Mila seraya menerobos masuk ke dalam kost-an Zinni.

     "Ya ampun, Bu. Tolong, biarkan saya sendiri yang bereskan barang-barang saya," cegah Zinni, dia segera masuk ke dalam kost-annya. Zinni takut sertifikat tanah asli miliknya diambil dan ditemukan Bu Mila dan salah satu orang suruhannya.

     "Ya ampun, kalau sertifikat itu ketahuan, apa yang harus aku lakukan? Mereka tidak boleh sita sertifikat tanah yang merupakan satu-satunya milikku yang paling berharga."

     "Bu Mila, tolong sabar sedikit, Bu. Saya mau cari pinjaman," mohon Zinni diiringi tangis kecil, sembari memegangi tangan Bu Mila.

     "Eh ada apa ini? Maaf, ini ada apa? Apakah benar ini kost-an milik Zinni?"

     Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja bersuara. "Pak Excel? Ada apa papanya Nada datang ke sini?" herannya.

     "Siapa Anda, dan ada apa mencari si Zinni?" sengor Bu Mila menatap tajam ke arah Excel.

     "Saya orang tua murid yang muridnya diajar oleh perempuan bernama Zinni. Lalu, kalau boleh tahu, ini ada apa, kenapa rumah ini diberantakin?" jawab Excel diakhiri perasaan heran.

     "Oh begitu, ya," seru Bu Mila sambil menatap Excel dari atas sampai bawah.

     "Pak Excel," seru Nada sedikit menghampiri Excel.

     "Heh, selesaikan dulu urusan kamu dengan saya, baru dia. Sekarang karena kamu tidak bisa bayar tunggakan, terpaksa saya tahan sertifikat tanah kamu. Di mana kamu simpan sertifikatnya? Berikan!" sentak perempuan 55 tahun itu menggema.

     "Maaf, Bu. Saya tidak bisa menyerahkan sertifikat itu. Kalau Ibu mau menahan, tahan KTP saya saja. Kalau sertifikat itu, saya juga butuh," tolak Zinni keukeuh.

     Bu Mila tetap pada pendiriannya ingin menahan sertifikat tanah milik Zinni, sementara Zinni tidak mau.

     Melihat hal itu, Excel merasa tidak tega dan kasihan. "Hehh, Bu, jangan dipaksa. Kenapa juga Ibu mau menahan sertifikat perempuan ini? Kalau dia mau, justru bagus dia jual atau gadai sertifikat itu, lalu uangnya dia bayarkan untuk tunggakan kost-an ini," sela Excel memberi saran.

     Bu Mila menatap Excel tajam. "Kalau begitu, kamu saja yang bayar kost-an itu, beserta dendanya. Karena kamu membela dia, jadi kamu yang harus bayar tunggakan itu," ujar Bu Mila.

     Excel berpikir keras, setelah itu dia bicara. "Ok, berapa tunggakannya?"

     "Berhubung dia nunggak satu bulan, jadi ada denda satu bulan. Semuanya jadi lima juta."

     "Apa?" kejut Excel dan Zinni bersamaan.

     "Besar sekali, memangnya dendanya berapa dan per bulannya berapa?" tanya Excel.

     "Per bulannya 800 ribu Pak, saya nunggak satu bulan jadi dua bulan, harusnya hanya 1,6 juta," sela Zinni.

     "Ok, saya bayar 2,4 juta saja. Kalau ibu masih menuntut lima juta, saya akan lapor sama RT dan Polisi, karena Ibu terbukti ingin memeras kami," ujar Excel balik mengancam.

     "Baiklah. Saya ambil uang itu daripada saya masuk penjara. Huh, dasar laki-laki pelit." Akhirnya Bu Mila setuju dengan bayaran yang ditawarkan Excel.

Terpopuler

Comments

Dini Anggraini

Dini Anggraini

Bu mila nie ibu kost apa rentenir kenapa zinni kamu gak pindah kost saja yang ibu kosnya baik.... 🙏🙏🥰🥰🥰

2025-07-18

1

Eli sulastri

Eli sulastri

padahal suruh jadi pengasuh Nada saja jadi punya kerjaan punya penghasilan kasihan Zinni

2025-07-19

2

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

ini sih bukan ibu kos tapi lintah darat

2025-07-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!