NovelToon NovelToon

Penakluk Cinta Sang Kapten

Bab 1 Ditagih Uang Kost

TK Dahlia Ceria

     Jam 10 pagi, suasana di TK Dahlia Ceria mulai ramai, anak-anak TK A dan B mulai berhamburan keluar kelas. Pra orang tua yang menjemput sudah mulai berdatangan. Begitu juga dengan Excel.

     Excel baru pertama kali menjemput sang putri di TK itu, setelah kurang lebih sebulan Nada masuk TK. Elyana sang mama, saat ini sedang hamil muda. Terpaksa ia meminta Excel sang mantan suami untuk menjemputnya, sekalian karena Nada meminta tinggal di rumah Excel minggu ini.

     "Zinni, Bundanya Nada belum datang menjemput, ya?" tanya salah satu Guru di TK Dahlia pada Zinni salah satu Guru termuda di TK itu.

     "Sepertinya belum, Bu Falin. Tapi biasanya jam segini bundanya sudah tiba, mungkin sebentar lagi," jawab Zinni.

     "Oh, ya sudah, jagain dia, ya, jangan sampai lengah," peringat Guru yang bernama Falin sambil berlalu.

     "Bu Guru, Nda pengen naik perosotan," pinta Nada seraya meraih tangan Zinni lalu menariknya menuju perosotan.

     Zinni mengikuti kemauan bocah itu, dan mengawasi permainannya.

     "Duh, ke mana bundanya Nada, kenapa masih belum muncul? Aku hubungi saja kali, ya?" putusnya seraya meraih HP dalam saku jasnya.

     "Permisi, maaf, saya mau menjemput putri saya, apakah masih ada di sini?" Seorang pria berbaju loreng menghampiri ke taman permainan lalu menyapa Zinni yang tengah meraih Hp di saku jasnya.

     Zinni sontak menoleh, dengan kerungan kening yang dalam. "Siapa nama putrinya, Pak?" tanya Zinni.

     "Nada Exceliana Damara," jawab pria bernama Excel itu.

     "Oh, Nada, ya? Sebentar. Bapak tidak mengada-ngada, kan? Soalnya yang biasa menjemput Nada adalah mamanya? Kalau memang Anda papanya, tapi kenapa Bundanya Nada tidak konfirmasi ke saya, ya?" Zinni ragu kalau Excel benar-benar papanya Nada.

     Sebentar, saya hubungi dulu Bundanya Nada." Zinni mengangkat tangan supaya Excel sabar dulu.

     "Tidak perlu menghubungi mamanya, orang saya yang sudah dihubungi langsung dan meminta saya untuk menjemput anak saya kok. Kamu ini Guru baru atau apa? Seperti meragukan saya. Memangnya saya penjahat?" sergah Excel kesal.

     "Sebentar, ya, Pak. Untuk memastikan, saya hubungi dulu mamanya Nada," kekeuh Zinni.

     "Papaaa." Teriakan Nada sontak mengagetkan Zinni yang tadinya akan menghubungi Elyana.

     Zinni menatap Nada yang menghampiri pria berbaju loreng dengan panggilan papa itu.

     "Sayang, mama suruh papa jemput kamu. Ayo kita pulang," celoteh Excel sembari mencium pipi gemil sang bocah.

     "Ayo Papa."

     "Ohh, ini benar papanya Nada, ya? Saya minta maaf, ya, Pak, tadi sudah salah duga. Sekali lagi mohon maaf," ujar Zinni merasa tidak enak karena sempat menduga yang tidak-tidak terhadap Excel.

     Excel mendilak kesal ke arah Zinni. "Lain kali jangan dibiasakan berprasangka buruk dulu sama orang, nanti akibatnya malu sendiri," dengus Excel sembari bergegas meninggalkan taman bermain di TK itu.

     Zinni menatap kepergian Nada yang dibawa Excel, dia merasa bersalah atas sikapnya tadi.

     "Ya ampun, gara-gara aku berprasangka buruk, jadinya begini," sesal Zinni seraya memasuki ruangan Guru dan bersiap untuk pulang.

     "Lagian, mamanya Nada tidak memberitahukan dulu kalau Nada mau dijemput papanya. Aku, kan belum tahu yang mana papanya Nada," gumamnya sembari membereskan alat-alat kerja miliknya di meja.

     "Kenapa Zin, pria tadi?" tanya Falin heran.

  "Tidak, saya sedikit salah paham Bu Falin. Tadinya saya pikir pria itu bukan papanya Nada, saya mau menghubungi mamanya Nada karena beliau tidak ada konfirmasi ke saya, kalau yang menjemput hari ini ternyata papanya," jawab Zinni.

     "Oh begitu? Lain kali tanya dulu baik-baik jangan langsung menduga yang tidak-tidak," peringat Falin.

     "Baik, Bu." Zinni mengakhiri aktifitasnya di kelas itu. Kini dia bersiap untuk pulang ke kosannya di wilayah Tagog Seungit.

     Zinni berjalan menuju halte di mana ia biasa mencegat angkot ke kosannya. Niatnya hari ini mau mencari lagi pekerjaan sampingan di luar Guru TK. Tapi, nyatanya begitu sulit. Dari sejak dua hari yang lalu, dia belum menemukan pekerjaan lain di luar Guru.

     Perempuan muda berusia 22 tahun itu menduduki bangku halte seraya menunggu angkot tujuannya lewat.

     "Ya ampun, ke mana aku harus mencari pekerjaan lain? Di mall atau toko baju, kek, untuk tambahan. Kalau tidak dapat tambahan, dari mana aku harus bayar kosan yang sudah nunggak satu bulan? Mana yang punya kontrakan sudah nagih terus." Zinni sangat bingung harus ke mana di mencari tambahan untuk bayar uang kost rumahnya.

      Gaji Zinni sebulan dari ngajar TK, tidak seberapa. Hanya cukup untuk makan sehari-hari, itupun kadang tidak cukup.

     Angkot yang ditunggu Zinni tiba, perempuan muda berhijab gaul (bukan syar'i), berwajah lumayan ayu itu segera mencegatnya. Buru-buru ia naik dan menduduki jok angkot. Angkot segera melaju meninggalkan tempat itu.

     Setengah jam kemudian, Zinni tiba di tempat tujuan. Dia menghentikan angkot, lalu membayar ongkosnya.

     Untuk menuju kost-annya, Zinni masih harus jalan kaki sebanyak 200 meter. Tiba di sana, di depan kost-annya sudah ada seorang perempuan paruh baya duduk di teras depan kost-an.

     "Bu Mila, siang, Bu."

     Wanita paruh baya yang disapa Mila itu mendilak ke arah Zinni, menatapnya kesal seraya mendengus.

     "Kebetulan kamu sudah pulang, saya sengaja menunggu kamu di sini hanya untuk menagih uang kost yang kamu janjikan. Kalau kamu masih belum bisa bayar hari ini juga, maka kamu harus angkat kaki dari sini. Atau kalau kamu masih belum punya uang juga, saya bisa lunaskan uang kost itu, asal kamu mau menikah dengan adik saya," tegas pemilik kost penuh tekanan.

     Zinni tersentak, matanya membelalak. Mana mau dia menikah dengan adiknya Bu Mila yang sama tuanya dengan Bu Mila. Belum lagi pria itu culamitan, perut buncit, uban tua sudah muncul dan doyan main perempuan.

     "Amit-amit," batinnya seraya mengusap dada tanpa sadar.

     "Heh, ngapain kamu ngusap-ngusap dada? Ngatain adik saya, hah?" tuduh Bu Mila sambil melotot.

     "Tidak, Bu."

     "Kalau begitu, cepat bayar uang kost yng sudah nunggak satu bulan itu," desak Bu Mila.

     "Tolong, Bu Mila, kasih saya kesempatan sampai seminggu. Saya janji akan segera melunasi jika saya berhasil jual tanah di kampung. Saya, mohon Bu Mila sabar, " mohon Zinni meminta tempo.

     "Seminggu? Tidak bisa. Saya kasih tempo paling lama dua hari mulai sekarang. Jika selama tempo yang say berikan kamu masih belum bayar juga, maka kamu harus angkat kaki dari kostan ini. Enak saja mau nempati, tapi tidak mau bayar. Dasar perempuan kere," dumel Bu Mila sambari meninggalkan Zinni di sepan kost-annya.

     Untuk sejenak Zinni bisa bernafas lega, tapi tidak untuk lusa dan seterusnya, dia akan benar-benar terusir setelah itu.

Tes ombak ya, apakah banyak yang mampir. Jangan lupa dukungannya ya teman-teman.

Bab 2 Insiden Tidak Terduga

     Pagi ini, Zinni pergi bekerja seperti biasanya. Berjalan ke depan sedikit kurang lebih 200 meter menuju jalan besar untuk mencegat angkot.

     "Zinni, awas, ya, hanya sampai besok malam jam delapan, kesempatan kamu bayar uang kost, kalau tidak, terpaksa kamu harus angkat kaki dari kost-an itu," cegat Bu Mila dengan wajah tegas dan judes.

     "Baik, Bu." Zinni membalas dengan raut wajah sedih. Baru saja keluar rumah, sudah kena omel dan tagih yang punya kost.

     Beruntung, angkot yang mau dicegatnya sudah tiba. Sehingga Zinni tidak perlu menunggu lama.

     Lima belas menit kemudian, Zinni tiba di TK Dahlia, dia segera menuju pintu gerbang dan memasukinya.

     "Bu Zinni, tungguin Nadaaa." Dari arah luar nama Zinni sudah diteriaki seorang bocah. Nada berlari kecil seraya merekahkan kedua tangannya. Zinni siap menyambut. Sementara di belakang Nada, seorang lelaki dewasa tampan dengan wajah tegas menatap risau ke arah Nada.

     "Sayang, jangan lari. Kita baru sampai. Papa takut kamu jatuh," peringat Excel khawatir.

     "Tidak, Papa, kan, ada Bu Zinni," tukas Nada seraya memegang erat tangan Zinni.

     "Baiklah, Nada segera masuk, ya. Papa harus ngantor dulu. Assalamualaikum." Excel berpamitan dan segera berlalu dari depan TK Dahlia, tanpa menyapa Zinni yang sudah memberikan senyuman.

     "Ihhh, amit-amit, judes amat," dumelnya. "Ayo, Sayang, kita masuk," ajak Zinni pada Nada. Dia menarik lengan kecil. Di belakangnya teman-teman Nada memanggil Nada dan Zinni saling bersahutan.

     "Nada, Bu Ziini, assalamualaikum," seru mereka. Zinni menoleh, lalu berdiri menunggu murid-murid kesayangannya.

     "Ayo, anak-anak, segera masuk. Bel sebentar lagi berbunyi," suruh Zinni. Anak-anak TK itu memasuki ruangannya dengan perasaan senang, menyimpan tasnya di meja masing-masing. Kemudian mereka kembali keluar, untuk berbaris di samping kelas seperti biasa.

     Satu per satu murid TK memasuki ruangan setelah diperiksa kuku dan mencium tangan Gurunya. Di dalam ruangan, suasana masih riuh dan belum teratur. Maklum bocah. Bisa duduk rapi dan mulutnya diam, kalau sudah diberi peringatan dengan penuh kesabaran.

     Di dalam satu kelas ada dua Guru. Guru utama dan pendamping. Zinni merupakan Guru pendamping Bu Farah. Sebagai Guru pendamping, Ziini sudah tahu kewajibannya. Ia segera ambil komando, dan menyiapkan anak-anak untuk belajar.

     "Duduk rapi, siap, tangan di depan kepala ditegakkan, berdoa dimulai." Zinni memberi aba-aba seperti biasa sebelum memulai pelajaran. Anak-anak TK itu mengikuti Zinni dengan berbagai tingkah lucu.

Dengan penuh kesabaran, Zinni mengarahkan mereka diiringi senyum ringan dan menyenangkan. Terkadang celotehan kecil terdengar dari bibir-bibir mungil itu. Ziini hanya mengarahkan telunjuknya, bahwa saat ini sedang akan berdoa dan belajar.u

     Proses belajar yang menyenangkan di dalam kelas, sudah berjalan. Suasana tercipta dengan hangat dan menyenangkan.

     Tiba jam istirahat, anak-anak keluar kelas berebut ingin segera sampai di taman bermain yang sudah mereka nanti-nantikan sejak di dalam kelas.

     "Anak-anak, jangan berebut. Kalau yang belum kebagian, harus menunggu temannya selesai, ya. Dan, bagi yang sudah kebagian, harus berbagi dengan temannya yang belum," ujar Zinni memberi pengertian kepada anak-anak asuhnya sembari mengikuti dan mengawasi dari belakang.

     Tanggung jawab Zinni bukan hanya mendampingi di dalam kelas, melainkan sampai di luar kelas. Mengawasi anak-anak dari ancaman dan keselamatan, adalah tugasnya. Anak-anak juga tidak boleh keluar dari lingkungan TK, karena itu sangat rentan dengan keselamatan mereka.

     Jam istirahat telah usai, Zinni kembali menggiring anak-anak memasuki kelasnya. Setelah istirahat, mereka akan makan siang dengan bekal yang sudah dibawa.

     Tepat jam 10.00 Wib, tiba waktunya pulang. Zinni dan Guru yang lain menyiapkan anak-anak untuk pulang. Setelah doa selesai, anak-anak keluar kelas dengan rapi, tanpa berdesakan.

     "Zinni, ada kabar di grup TK B, papanya Nada akan telat jemput. Tolong, awasi Nada, ya," perintah Bu Gaifa, sang Kepala Sekolah.

     "Oh, iya, Bu. Baik," patuh Zinni, seraya menghampiri Nada yang sudah keluar kelas dan berada di pekarangan TK Dahlia.

     "Nada, papanya Nada akan menjemput sedikit telat. Nada boleh menunggu di sini bersama Bu Zinni," ajak Zinni seraya meraih lengan Nada.

     "Aku mau main dulu, Bu Guru," pinta Nada.

     "Baiklah. Mumpung ada temannya. Hati-hati, ya. Jangan dorong-dorongan," peringat Zinni seraya bangkit mengikuti Nada yang kini berlari kecil menuju taman bermain di lingkungan TK itu.

     Karena di kelasnya yang masih belum dijemput hanya Nada, jadi Zinni hanya mengawasi Nada saja. Sementara anak yang lain dari kelas yang lain, diawasi juga oleh Guru dari kelasnya.

"Bu Guru, aku mau main perosotan," teriak Nada. Zinni menghampiri, lalu membantu menaikan Nada ke tangga. Di atas puncak perosotan Nada mulai antri dengan dua teman lainnya. Zinni masih mengawasi sampai anak-anak itu merosot ke bawah.

     Beberapa kali permainan itu diulang Nada dan kedua temannya, mereka sangat bahagia dan kembali menikmati permainannya, tanpa kendala.

      Rafika menaiki tangga kembali, di puncak perosotan dia bersiap meluncur, beberapa detik kemudian ia meluncur dan tubuhnya merosot sempurna. Tiba di bawah, dia akan diam sejenak menunggu temannya yang akan merosot, setelah temannya tiba, Rafika akan kembali menaiki tangga lalu mengulang permainan, begitu dan begitu.

     Kini giliran Imel, dia telah merosot sempurna, lalu menunggu Nada di bawah. Nada kini mulai meluncur. Saat di tengah perosotan, sebelum Nada tiba, Imel sudah berdiri dan berlari kecil menuju tangga.

     "Imel ... jangan tinggalkan Nada," teriak Zinni seketika. Bersamaan dengan itu, tubuh Nada sudah melorot dan terjungkal dengan kepala tepat di lantai perosotan.

     "Akkhhhhhh," teriaknya kencang membuat orang di seisi ruangan TK terkejut dan keluar. Zinni langsung menghampiri dan meraih tubuh Nada yang sudah tersungkur, tangannya yang hendak menggapai tubuh Nada taadi, ternyata tidak sampai dan Nada keburu merosot tanpa rem.

     Semua Guru yang ada di taman bermain terkejut, termasuk yang berada di dalam, menghampiri jatuhnya Nada. Nada segera diraih dan didekap dalam pangkuan Zinni.

     "Ehhh, ada apa ini, kenapa dengan anak saya?" Bersamaan dengan itu, Excel muncul, dia sempat melihat kejadian saat Nada sudah berada di bawah.

     Wajah Excel merah penuh amarah, lalu meraih paksa Nada dari pangkuan Zinni. "Papaaa." Nada menangis dalam pelukan Excel dan terdengar kesakitan.

     "Ya ampun Bu Zinni. Apa Anda tidak mengawasi anak didiknya? Kan sudah tugas Anda mengawasi Nada sebelum orang tuanya datang?" Bu Gaifa sang kepala sekolah menegur keras Zinni. Matanya bersinar galak, kecewa dengan pekerjaan Zinni yang mengakibatkan salah satu murid di TK itu kecelakaan.

     Semua Guru yang masih berada dalam ruangan, keluar ruangan untuk melihat apa yang sedang terjadi.

     "Kenapa ini bisa terjadi, Bu? Harusnya Guru di sini mengawasi anak didiknya dengan baik sampai orang tuanya datang menjemput? Bukankah tadi saya sudah kirim pesan menitipkan anak saya sebentar karena saya telat menjemput? Saya tidak mau tahu, Guru yang lalai dengan keselamatan anak saya, harus bertanggung jawab," tuntut Excel seraya menatap Zinni penuh amarah.

Bab 3 Diskors Dan Mengundurkan Diri

     "Tunggu ya, urusan kita belum selesai. Kamu harus bertanggung jawab atas keadaan anak saya," tegas Excel sebelum melarikan Nada ke dalam mobilnya.

     "Dan tolong, ya, Bu. Pihak sekolah harus segera menindak Guru yang lalai akan tugasnya," ujar Excel kemudian kepada Bu Gaifa sang kepala sekolah.

     Excel segera membawa Nada ke dalam mobilnya dan melarikan sang anak ke klinik terdekat.

     "Bu Zinni, ikut saya," titah Bu Gaifa sembari melangkah menuju ruang kepala sekolah diikuti Guru-guru yang lain. Zinni sejenak termenung sebelum akhirnya mengikuti kepala sekolah ke dalam ruangannya.

     Di dalam ruangan kepala sekolah, Zinni mendapat teguran keras dari Bu Gaifa. Sebagai konsekuensinya, Zinni akan mendapat SP atau dikeluarkan dari TK Dahlia.

     "Kenapa Bu Zinni bisa lalai menjaga anak asuhnya. Bukankah tadi sudah diberitahu untuk menjaganya sebelum orang tuanya datang?" Sorot mata Bu Gaifa tajam menatap Zinni yang kini dilanda kalut.

     "Saya mohon maaf sebelumnya Bu, saya tidak sepenuhnya salah, sebab saya sudah menjaga Nada dengan baik. Bahkan ketika Nada akan menaiki tangga perosotan, selalu saya awasi dan ikuti. Kejadian tadi terjadi, sebab temannya Nada, Imel, sudah pergi sebelum Nada tiba di bawah," terang Zinni apa adanya.

     "Pihak sekolah tidak bisa mentolelir kesalahan sekecil apapun, sebab taruhannya kredibilitas TK ini. Kami, harus bertindak tegas atas sebuah kelalaian," tukas Bu Gaifa.

     "Mohon maaf, Bu. Bukan saya mau membela diri, untuk membuktikan kalau saya lalai atau tidak, sebelum pihak sekolah memutuskan memberi sangsi pada saya, saya mohon lihat dulu CCTV, kita lihat apakah di sana saya lalai atau tidak." Zinni mengusulkan untuk memeriksa CCTV sebelum pihak sekolah memutuskan dirinya mendapat hukuman.

     "Baiklah, kita lihat seberapa besar kesalahanmu. Tapi, ingat, atas kejadian ini, efeknya akan besar terhadap kepercayaan para wali murid. Mereka bisa saja tidak mempercayakan anaknya sekolah di TK ini. Jangan karena gara-gara satu orang melakukan kesalahan, lantas membawa dampak jangka panjang pada yayasan ini," tegas Bu Gaifa.

     Zinni, tertunduk sedih. Dia merasa tersudutkan. Kesimpulannya, apapun kesalahannya, tentu saja dia akan mendapatkan hukuman, bahkan yang lebih parah adalah dikeluarkan dari TK itu.

     Setelah menunggu satu jam lamanya, dan pihak sekolah sudah melihat rekaman CCTV, akhirnya Zinni mendapat sangsi dan mendapatkan SP, yakni Zinni diskors selama satu bulan untuk tidak melakukan kewajibannya di TK itu.

     Zinni tercenung, dia merasa sudah bekerja dengan baik dan menjaga anak-anak asuhnya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

     "Apakah kesalahan saya tidak bisa dipertimbangkan lagi Bu, mengingat saya bukan sengaja lalai dan membiarkan anak asuh saya bermain begitu saja? Bukti rekaman CCTV itu, saya tidak membiarkan Nada main sendiri dan tetap dalam pengawasan saya," sela Zinni memberi pembelaan terakhir.

     "Sudah saya katakan tadi di depan Bu Zinni, sekolah ini tidak mentolelir kesalahan sekecil apapun. Masih untung Bu Zinni hanya dapat skors satu bulan dan bukan dikeluarkan," sergah Bu Gaifa.

     Jawaban Bu Gaifa begitu menusuk hatinya. Dia bilang masih untung, seumpama niatnya ingin mengeluarkan, keluarkan saja sekalian.

     "Baiklah, Bu. Kalau begitu saya terima keputusan dari pihak sekolah ini." Zinni keluar dari ruangan kepala sekolah dengan hati yang sedih.

     Sejenak Zinni termenung di bangku samping TK Dahlia, memikirkan nasibnya yang apes hari ini. Sikap dan perkataan Bu Gaifa tadi, sudah bisa ia simpulkan bahwa Zinni dikeluarkan secara halus, dengan alasan skors satu bulan.

     "Zinni, yang sabar, ya. Saya tahu kamu tidak sepenuhnya salah. Harusnya pihak sekolah tidak memberikan sangsi yang keras seperti ini, karena menurut rekaman CCTV kamu sebenarnya tidak lalai. Saya cukup prihatin, tapi sayangnya saya nggak bisa bantu kamu." Bu Falin rekan sesama Guru tiba-tiba datang dan memberi semangat untuk Zinni.

     "Terimakasih Bu Falin. Saya paham, skors yang dimaksud adalah bentuk lain dari pemecatan saya. Saya tidak mau menerima skors, lebih baik saya mengundurkan diri," putus Zinni seraya bangkit lalu menuju ruangan Guru.

     Di mejanya, Zinni menulis pengajuan resign dari sekolah TK Dahlia. Karena untuk melanjutkan mengajar lagi di TK ini, reputasinya seperti sudah buruk oleh pernyataan Kepala Sekolahnya sendiri. Bu Gaifa memang kurang menyukai Zinni sejak adiknya masuk dan mengajar juga di TK ini.

     "Zin, kamu benar-benar mau mengundurkan diri?" Bu Falin menghampiri lalu memeluk Zinni dari samping.

     "Saya sudah bulat Bu Falin. Terimakasih atas kebersamaan serta kehangatannya selama saya ngajar di sini. Saya harus pergi, semoga Bu Falin sukses di sini," ucap Zinni. Bu Falin melepaskan pelukannya untuk memberikan Zinni kesempatan mendatangi kembali Bu Gaifa.

     Di depan meja Bu Gaifa, Zinni memberikan surat pernyataan mengundurkan diri.

     "Apa ini, kamu mengundurkan diri?" Bu Gaifa membuka surat pengunduran diri Zinni.

     "Iya, Bu. Saya memilih mengundurkan diri setelah saya rasa sangsi yang diberikan pihak sekolah seperti mencekik. Sekecil apapun kesalahan akan mendapat sangsi. Padahal saya tidak merasa lalai dalam mengawasi anak asuh saya. Tapi, surat itu bukan untuk dipertimbangkan kembali oleh Ibu, saya memang sudah tidak nyaman mengajar di sekolah ini dengan aturan yang tajam pada guru yang tidak terikat kekerabatan langsung dengan Ibu. Saya mohon diri. Assalamualaikum."

     Zinni berkata panjang lebar dengan kalimat yang sengaja mengaitkan kedekatan Bu Gaifa dengan kerabatnya.

     "Tunggu Bu Zinni, apa maksud Anda?" Bu Gaifa kerung, merasa kurang suka dengan kalimat yang dilontarkan Zinni.

     "Mohon maaf, Bu. Sudah jelas, saya mengundurkan diri. Permisi," tegas Zinni sembari keluar dari ruangan kepala sekolah.

     Zinni segera meninggalkan lingkungan TK Dahlia. Dia benar-benar sedih dan kehilangan pekerjaannya hari ini. Bahkan untuk ke depannya, Zinni belum pasti akan mendapatkan pekerjaan lain dengan cepat atau tidak.

     Zinni berjalan menuju sebuah taman yang biasa ia kunjungi. Di sinilah tempat ia menumpahkan sedih dan kecewa. Di depan taman itu, terdapat danau buatan yang indah.

     "Ya ampun, begini banget nasibku hari ini. Kemarin aku ditagih uang kost oleh Bu Mila, lalu hari ini terjadi insiden. Bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk bayar kost kalau hari ini saja aku dikeluarkan dari TK Dahlia?" Zinni terpuruk sedih di bangku taman itu.

     Sudah satu jam lewat Zinni berada di taman itu, ia memutuskan untuk pulang lalu pergi lagi untuk mencari pekerjaan.

     "Tapi, bagaimana kabar Nada. Di mana anak itu dirawat? Aku harus minta maaf sama Bundanya Nada karena kelalaian yang tidak sengaja ini."

    "Jadi, di sini kamu, ya? Ikut saya. Kamu harus bertanggung jawab menjaga anak saya selama dia dirawat." Tiba-tiba Excel datang lalu menarik lengan Zinni dengan sedikit kasar.

     "Ya ampun, Pak. Sebentar." Zinni menarik sendalnya yang terlepas dari kakinya. Dengan tidak sabar, Excel menarik Zinni menuju mobilnya, dan membawa Zinni ke klinik di mana Nada dirawat.

Mohon dukungannya. Seru gak sih cerita ini? Aduh saya sebetulnya idenya masih mentok. Rada bingung juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!