Mobil Excel tiba di klinik Harapan Semua. "Turunlah," titahnya pada Zinni yang notabene masih baru dikenalnya.
"Uh ya ampun, kenapa papanya Nada seperti orang yang tempramen begini, apa iya bundanya Nada tahan sama laki modelan begini. Mentang-mentang aparat." Zinni mendumel di dalam hatinya, kesal dengan sikap Excel. Tapi dia mau bagaimana lagi, dia memang harus bersikap menerima salah, karena saat itu Nada dalam asuhannya.
Tiba di dalam ruang rawat Nada, Zinni sudah melihat Elyana, bersama seorang pria berseragam loreng TNI.
"Bunda Nada," sapa Zinni seraya mendekat. Elyana tersenyum dan menggamit tangan Zinni, ia membawa Zinni keluar dari ruang rawat Nada.
"Kita duduk di sana," ajak Elyana. Zinni mengikuti dan duduk di samping Elyana. Perempuan muda berwajah lembut dan cantik itu terlihat lebih tenang dibanding Excel.
"Bun, saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena sudah lalai menjaga anak bunda. Sekali lagi saya minta maaf," ujar Zinni saat itu juga, sembari meraih tangan Elyana memohon maaf di sana.
"Tidak apa-apa Bu Zinni, saya maklum. Saya juga sudah melihat vidio rekaman yang sebenarnya dari pihak sekolah. Ini tidak sepenuhnya salah Bu Zinni," balas Elyana terdengar menyejukkan hati Zinni.
"Terimakasih Bunda, saya juga sangat menyesal kenapa kejadian ini bisa terjadi. Biasanya juga tidak pernah seperti ini. Mungkin memang saya sedang tidak beruntung dan harus menerima sangsi dari pihak sekolah," ujar Zinni lagi.
"Sangsi?"
"Iya. Saya diskors, karena menurut pihak sekolah kesalahan sekecil apapun tidak bisa ditolelir. Sementara menurut rekaman CCTV, kesalahan saya bukan sebuah kelalaian yang disengaja, tapi pihak sekolah tetap memberi SP, saya diskors selama sebulan. Tapi, sebetulnya skors selama sebulan itu adalah kata lain dari pemecatan secara halus," terang Zinni sedih, ia menunduk seperti meratapi nasibnya.
"Sampai sejauh itu pihak sekolah menghukum. Biar nanti saya sebagai orang tua murid meminta keringanan dan usulan agar pihak sekolah tidak membuat sangsi seberat itu pada Bu Zinni. Lagipula saya tidak melihat kejadian itu adalah kelalaian dari Bu Zinni, itu adalah kecelakaan kecil yang diakibatkan teman anak saya yang tiba-tiba pergi saat anak saya baru mau ke bawah."
"Tidak usah, Bun. Sebab, saya sudah mengundurkan diri pada pihak sekolah," tukas Zinni.
"Oh ya? Kenapa?"
"Karena sejujurnya saya sudah tidak nyaman mengajar di sana."
"Sayang sekali, padahal Nada anak saya sangat dekat dan nyaman dengan Bu Zinni. Dia selalu cerita kalau dia senang bisa diajar sama Bu Zinni," ungkap Elyana.
Zinni merasa terharu mendengar pengakuan Elyana, dia juga merasakan kedekatan dengan anak-anak di TK B itu, begitu akrab dan hangat. Setelah ini pasti Zinni akan sangat kehilangan anak-anak itu.
"Sekali lagi saya minta maaf ya Bunda," ulang Zinni.
"Tidak apa-apa. Sekarang sepertinya saya harus pamit dulu."
"Tapi, Bun. Bagaimana dengan suami Bunda. Tadi dengar-dengar di TK, ia akan menindaklanjuti kejadian ini. Sepertinya saya akan dibawa ke jalur hukum, karena desas desusnya seperti itu," ujar Zinni mendadak khawatir.
"Tidak mungkin. Sepertinya papanya Nada saat itu sedang panik dan emosi ketika mendengar anaknya kecelakaan. Tapi, saya jamin itu tidak akan terjadi. Dan maaf, papanya Nada bukan suami, saya, melainkan mantan suami saya," terang Elyana.
Sejenak Zinni tersentak mendengar pengakuan Elyana. Dia baru tahu kalau Elyana dan papanya Nada, adalah sepasang mantan.
"Oh begitu, ya, Bun. Kalau begitu, saya minta maaf."
"Tidak apa-apa, saya maafkan. Sayang sekali, sepertinya saya harus pergi, karena suami saya sudah menunggu. Saya pamit dulu, ya. Mengenai anak saya, Bu Zinni tenang saja, tidak usah takut." Elyana berpamitan karena suaminya, Rafka sudah mengajaknya pulang.
"Sayang, ayo," ajaknya lembut. Hal itu dilihat Zinni. Zinni membandingkan antara papanya Nada dan suami baru Elyana yang jauh berbeda. Suami Elyana yang baru menurutnya sangat lembut dan penyayang.
"Kenapa Bundanya Nada bisa bercerai dengan Pak Excel? Sepertinya karena Pak Excel ini lebih keras dan tidak lembut seperti suami baru Bundanya Nada," batin Zinni menduga-duga.
"Kamu masih mau bengong di sana? Ikut saya." Zinni terkejut, karena tiba-tiba Excel datang dan mengejutkannya.
"Ya ampun, tadi Bundanya Nada masih di sini?" Zinni kembali membatin.
"Kamu ini kesambat, ya? Kamu tidak dengar saya ngomong?" sentak Excel lagi. Zinni segera tersadar, ia bangkit dengan wajah yang benar-benar terkejut.
"Siap, Pak," ujarnya seraya mengikuti Excel. "Huhh, duda saja galaknya minta ampun. Pantas jadi duda," dumel Zinni dalam hati.
"Tungguin anak saya sampai dia terbangun. Saat ini dia masih tidur," ujar Excel. "Dan ingat, selama anak saya dalam masa pemulihan, kamu harus tetap bertanggung jawab menunggui dia sampai bekas lukanya hilang. Paham kamu?" sentak Excel melanjutkan bicaranya.
"Siap, Pak," patuh Zinni. Setelah itu, Excel pun pergi dan meninggalkan Zinni di dalam ruang rawat Nada.
"Mau ke mana pria itu? Untung saja dia pergi. Kalaupun di sini, hanya bikin aku kaget saja. Bicaranya bentak-bentak, sok ganteng," rutuk Zinni, senang melihat Excel pergi.
Tepat jam lima sore, Nada terbangun. Nada memanggil Excel. Zinni yang sejak tadi terjaga, sigap menghampiri Nada.
"Papa, Papaaa," panggilnya.
"Nada Sayang, kamu sudah bangun? Di sini Bu Guru, papanya Nada belum datang. Tadi pergi dulu dan menitipkan Nada pada Bu Guru." Zinni menjelaskan kenapa dia berada di ruangan ini.
"Bu Guru," seru Nada seraya merekahkan tangan ke arah Zinni. Zinni meraih tangan Nada, tapi tetap berada di ranjang pasien.
Zinni menatap wajah Nada. Keningnya meninggalkan bekas biru, dia sedikit lega tidak ada luka yang parah pada anak itu.
Tapi Zinni sedih, kenapa Bu Gaifa sampai setega itu memberikan sangsi padanya, sementara luka yang diderita Nada tidak parah.
"Nada cepat sembuh, ya, agar bisa cepat pulang dari klinik ini," harap Zinni. Dipeluknya bocah lima tahun itu dengan hangat.
Pintu ruang rawat terdengar dibuka. Excel muncul di sana. Ia melihat kedekatan Nada dan Zinni yang akrab.
"Sayang, kamu sudah bangun?" Excel menghampiri. Kehadiran Excel membuat Nada senang, lalu ia mengurai begitu saja pelukannya dari tubuh Zinni.
"Kamu sudah bisa pulang, kita bersiap, ya." Zinni bersyukur mendengar berita ini, itu artinya dia akan terbebas dari tuntutan Excel ke pihak berwenang gara-gara kecelakaan yang menimpa Nada.
"Asikkk, aku pulanggg," seru Nada senang.
"Baiklah. Kita keluar dari ruangan ini. Tapi, kita harus ke ruang administrasi dulu. Dan kamu, karena anak saya sudah pulang, kamu sudah tidak saya butuhkan lagi," ujarnya seraya berlalu.
Zinni tersenyum hambar, dia senang sekaligus merasa dongkol dengan sikap Excel yang tetap jutek kepadanya.
"Syukurlah Nada sudah sembuh. Semoga saja terus sembuh. Sayang, kita tidak akan bertemu lagi di sekolah." Zinni beranjak dari ruangan itu dan keluar. Ia melangkahkan kaki dengan lunglai meninggalkan klinik.
Haduh teman-teman, setelah ini bakal ada hal apa lagi yang menimpa Zinni? Aduh, sebetulnya saya masih bingung dengan watak yang akan diberikan pada Zinni.
Tetap minta dukungannya ya dari teman semua. Jangan lupa votenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Danny Muliawati
Excel bisa2 jatuh cinta SM zinni lanjut Thor d semangat
2025-08-06
0
Hanipah Fitri
sabar ya Zinni.
lanjut
2025-07-19
1