Bab 2: Tidak Terdaftar

Hari berikutnya, aku duduk di ruang kelas bersama Nayla, teman sekamarku di asrama. Orangnya rame, cepat akrab, dan suka memelintir kata jadi jokes yang bikin aku bingung sendiri.

“Eh, kakak kelompok kita yang cowok itu... yang pendiem tapi ganteng. Si Fatur. Dia siapa sih?” tanyaku.

Nayla berhenti menggigit bolpennya. “Fatur? Yang mana? Kita cuma punya Kak Citra dan Kak Bima. Dua-duanya cewek sama cowok gondrong yang suka teriak-teriak itu.”

Aku menatapnya. “Nggak mungkin. Aku udah ngobrol. Namanya Ale. Jaketnya ada nama ‘Fatur’.”

Nayla tertawa pendek. “Wina, jangan halu. Serius, aku hafal semua panitia. Nggak ada Ale atau Fatur.”

Deg.

Aku tertawa kaku, pura-pura ikut bercanda, padahal tengkukku dingin. Tapi saat aku buka catatan yang kutulis semalam, di antara deretan tugas dan jadwal, ada satu kalimat aneh yang bukan tulisanku:

“Jangan takut. Aku cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja.”

Tulisannya rapi. Bukan tulisan tangan seperti catatanku yang sedikit miring dan tergesa. Ini lebih tenang, lebih... matang. Dan aku yakin seratus persen, aku tidak menulis kalimat itu. Kertas itu bahkan bukan dari buku yang kubeli di toko kampus—kertasnya agak kekuningan, seperti sobekan dari jurnal tua.

“Wina?” Nayla menyenggol bahuku. “Ngapain bengong? Catatan lo keren juga, kayak surat cinta ke diri sendiri.”

Aku buru-buru menutup buku. “Nggak, cuma nginget jadwal aja.”

“Jadwal atau dia?” godanya. “Masih keinget si ‘Fatur’ itu?”

Aku tertawa hambar, padahal jantungku mulai berdebar tak karuan. Perasaan itu kembali lagi. Perasaan sedang diawasi. Diperhatikan oleh seseorang yang tak terlihat—atau mungkin, tak bisa dilihat oleh orang lain.

---

Siang harinya, aku memberanikan diri menyusup ke ruang panitia. Di balik pintu aula yang setengah terbuka, kulihat beberapa senior sedang membahas teknis acara. Aku mencari-cari sosok Ale. Tapi nihil.

“Permisi, Kak,” sapaku ke seorang panitia perempuan yang sedang mengetik di laptop.

Dia menoleh. “Iya, ada yang bisa dibantu?”

“Maaf... saya cuma mau nanya. Di daftar panitia ospek, ada yang namanya Aleandro Reza Fatur nggak? Atau Ale... Fatur... gitu?”

Ia mengernyitkan dahi, menoleh ke layar. “Nggak ada nama itu di list panitia. Kamu yakin dia panitia?”

Aku mengangguk cepat. “Saya ketemu dia kemarin. Dia bilang dia pendamping kelompok tiga.”

Panitia itu memutar laptopnya ke arahku. “Ini daftar lengkap panitia. Cuma dua pendamping kelompok tiga: Citra dan Bima. Nggak ada yang lain.”

Deg.

Aku menelan ludah. “Oke, makasih, Kak…”

Aku mundur pelan dan keluar dari ruangan. Langkahku terasa ringan tapi juga menggigil. Dunia seperti kehilangan fondasi logisnya. Kalau Ale bukan panitia... siapa dia?

Atau lebih tepatnya: apa dia?

---

Malamnya, aku tak bisa tidur.

Langit kampus tampak pekat dari jendela asrama, dan suara jangkrik seperti menggema dari alam yang lebih jauh. Aku terbaring di ranjang bawah, memeluk buku catatan, dan jantungku berdebar kencang saat samar-samar aku mendengar langkah kaki melewati koridor.

Langkah itu berhenti tepat di depan kamar kami. Hening. Nafasku tertahan.

Lalu...

Tok. Tok. Tok.

Tiga ketukan pelan di pintu.

Nayla terlelap. Aku tak sanggup bangkit. Mataku tertuju pada pintu yang tak bergerak. Lalu kulihat... secarik kertas diselipkan di bawah celahnya.

Aku menunggu beberapa menit sebelum bangkit dengan tangan gemetar. Kukutip kertas itu dan kubuka perlahan.

Tulisan tangan yang sama. Kalimat baru.

“Besok pukul empat sore. Di taman belakang. Ada sesuatu yang harus kamu tahu.”

Terpopuler

Comments

Azurre

Azurre

loh, jadi Wina tadi ngobrol sama siapa?

2025-08-02

1

Dewi Payang

Dewi Payang

Apa.mungkin Fathur itu dulunya pernah jadi panitia ospek, lalu meninggoy?

2025-08-05

1

Osmond Silalahi

Osmond Silalahi

biasanya yg rapi tulisan cewek

2025-07-18

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tanda yang Tak Biasa
2 Bab 2: Tidak Terdaftar
3 Bab 3: Taman yang Tak Pernah Penuh
4 Bab 4: Aula dan Malam yang Panjang
5 Bab 5: Aula dan Bisikan Lama
6 Bab 6: Antara Nyata dan Tidak
7 Bab 7: Buku, Filsafat, dan Jejak yang Tertinggal
8 Bab 8: Bayangan yang Tertinggal
9 Bab 9: Nama yang Terkubur
10 Bab 10: Roda yang Masih Menyimpan Nama
11 Bab 11: Kursi yang Menyimpan Bayangan
12 Bab 12: Cinta yang Tak Bisa Tinggal
13 Bab 13: Suara yang Tak Bisa Dimatikan
14 Bab 14: Waktu yang Ingin Ditahan
15 Bab 15: Yang Belum Dipulangkan
16 Bab 16: Rumah yang Menyimpan Namamu
17 Bab 17: Jalan Menuju Turunan Itu
18 Bab 18: Titik Terakhir
19 Bab 19: Hari Pertama Tanpamu & Setelah Kelulusan, Sebelum Kehilangan Lain
20 Bab 20 – Wajah yang (Pernah) Kukenal
21 Bab 21 - Tumpangan Tak Terduga & Wajah Itu Masih Sama
22 Bab 21 – Ganteng yang Terlalu Familiar
23 Bab 23 – Luka yang Pernah Ada & Nama yang Pernah Disebut dalam Doa Keluarga
24 Bab 24 – Yang Pernah Direncanakan
25 Bab 24 – Dua Nama, Satu Jiwa
26 Bab 26 – Saat Dunia Diam, Tapi Jantungnya Masih Berdetak
27 Bab 27 – Jika Aku Menutup Mata & Goresan yang Tak Pernah Berubah
28 Bab 28 – Kepada Seseorang yang Percaya & Rumah yang Terlalu Besar untuk Kenangan
29 Bab 29 – Perempuan dalam Seragam Merah & Perjalanan Kembali ke Titik Awal
30 Bab 30 – Runtuhnya Dinding yang Terakhir
31 Bab 31 – Rumah yang Pernah Menyebut Namamu
32 Bab 32 – Tiga Tahun yang Hilang
33 Bab 33 – Hantu di Siang Bolong
34 Bab 34 – Bayangan Lama di Lorong Baru
35 Bab 35 – Kepulangan yang Diharapkan
36 Bab 36 – Semua Kebenaran Tak Lagi Bisa Disembunyikan
37 Bab 37 – Dua Keluarga, Satu Luka dan Harapan
38 Bab 38 – Dua Pintu, Satu Jawaban
39 Bab 39 – Sebelum Aku Jadi Diriku Lagi & Pertunangan di Hari yang Cerah
40 Bab 40 – Satu Nama di Sehelai Doa
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Bab 1: Tanda yang Tak Biasa
2
Bab 2: Tidak Terdaftar
3
Bab 3: Taman yang Tak Pernah Penuh
4
Bab 4: Aula dan Malam yang Panjang
5
Bab 5: Aula dan Bisikan Lama
6
Bab 6: Antara Nyata dan Tidak
7
Bab 7: Buku, Filsafat, dan Jejak yang Tertinggal
8
Bab 8: Bayangan yang Tertinggal
9
Bab 9: Nama yang Terkubur
10
Bab 10: Roda yang Masih Menyimpan Nama
11
Bab 11: Kursi yang Menyimpan Bayangan
12
Bab 12: Cinta yang Tak Bisa Tinggal
13
Bab 13: Suara yang Tak Bisa Dimatikan
14
Bab 14: Waktu yang Ingin Ditahan
15
Bab 15: Yang Belum Dipulangkan
16
Bab 16: Rumah yang Menyimpan Namamu
17
Bab 17: Jalan Menuju Turunan Itu
18
Bab 18: Titik Terakhir
19
Bab 19: Hari Pertama Tanpamu & Setelah Kelulusan, Sebelum Kehilangan Lain
20
Bab 20 – Wajah yang (Pernah) Kukenal
21
Bab 21 - Tumpangan Tak Terduga & Wajah Itu Masih Sama
22
Bab 21 – Ganteng yang Terlalu Familiar
23
Bab 23 – Luka yang Pernah Ada & Nama yang Pernah Disebut dalam Doa Keluarga
24
Bab 24 – Yang Pernah Direncanakan
25
Bab 24 – Dua Nama, Satu Jiwa
26
Bab 26 – Saat Dunia Diam, Tapi Jantungnya Masih Berdetak
27
Bab 27 – Jika Aku Menutup Mata & Goresan yang Tak Pernah Berubah
28
Bab 28 – Kepada Seseorang yang Percaya & Rumah yang Terlalu Besar untuk Kenangan
29
Bab 29 – Perempuan dalam Seragam Merah & Perjalanan Kembali ke Titik Awal
30
Bab 30 – Runtuhnya Dinding yang Terakhir
31
Bab 31 – Rumah yang Pernah Menyebut Namamu
32
Bab 32 – Tiga Tahun yang Hilang
33
Bab 33 – Hantu di Siang Bolong
34
Bab 34 – Bayangan Lama di Lorong Baru
35
Bab 35 – Kepulangan yang Diharapkan
36
Bab 36 – Semua Kebenaran Tak Lagi Bisa Disembunyikan
37
Bab 37 – Dua Keluarga, Satu Luka dan Harapan
38
Bab 38 – Dua Pintu, Satu Jawaban
39
Bab 39 – Sebelum Aku Jadi Diriku Lagi & Pertunangan di Hari yang Cerah
40
Bab 40 – Satu Nama di Sehelai Doa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!