BAYANGANMU DI HARI PERTAMA

BAYANGANMU DI HARI PERTAMA

Bab 1: Tanda yang Tak Biasa

Langit kota kecil tempatku berasal biasanya lebih biru, lebih terbuka. Tapi hari ini langit itu seperti memudar, tertutup awan tipis yang tak jelas bentuknya. Seperti perasaanku pagi ini.

Aku, Wina Agustina, berdiri di gerbang megah kampus Universitas Wira Dharma dengan koper di satu tangan dan ransel hampir robek di punggung. Aku sudah melewati belasan jam perjalanan kereta, dua kali ganti angkot, dan sekarang... aku harus menghadapi hal yang lebih menakutkan: OSPEK.

Ratusan mahasiswa baru berkumpul di lapangan tengah. Kami diberi tanda pengenal karton, pita merah, dan topi kardus lucu yang rasanya tidak pantas untuk manusia berusia 18 tahun. Teriknya matahari mencubit kulit, dan suara panitia ospek menggema melalui megafon yang suaranya seperti berasal dari dunia lain.

“Baris sesuai kelompok! Kelompok tiga ke kanan!” teriak seorang kakak senior, suaranya nyaring tapi jelas.

Aku mencari kelompokku dengan sedikit panik. Lalu, di tengah kerumunan, seseorang berdiri sedikit menjauh. Pria itu mengenakan jaket kampus warna navy, dengan nama kecil di dadanya: FATUR. Ia berdiri dengan posisi santai, tangan di saku, seolah dunia di sekelilingnya tidak terlalu penting. Matanya... memandangku.

Seketika, dunia terasa melambat.

Dia mengangguk kecil padaku.

Entah kenapa, aku berjalan ke arahnya. Dia tidak bicara, hanya memutar tubuh dan melangkah perlahan, seolah yakin aku akan mengikutinya.

“Wina Agustina?” tanyanya saat kami sampai di sisi selasar gedung tua.

Aku mengangguk, gugup. “Iya. Aku baru... eh, baru sampai tadi pagi.”

Dia tersenyum, samar. “Kamu sensitif, ya.”

Aku mengerutkan dahi. “Maksudnya?”

Alih-alih menjawab, ia menunjuk daftar kertas yang ditempel di papan pengumuman. “Kamu di kelompok tiga. Aku pendampingnya.”

“Nama kakak... Fatur ya?”

Dia menoleh. “Ale. Tapi ya, teman-temanku biasa manggil aku Fatur juga.”

Sebelum aku bisa bertanya lebih banyak, suara keras dari panitia lain memanggil kelompok tiga untuk berkumpul. Aku buru-buru kembali ke barisan, menoleh sesekali... tapi dia tidak ada.

Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.

Kupicingkan mata, mencoba memastikan lagi. Mungkin dia hanya beringsut ke samping atau tertelan kerumunan panitia lain. Tapi tidak. Tempatnya berdiri tadi—di dekat tiang bendera yang terkelupas catnya—kosong. Hampa. Padahal aku yakin betul dia berdiri di sana. Aku bicara dengannya. Aku dengar suaranya. Bahkan napasnya terasa dekat saat menyebut namaku.

Tenggorokanku terasa kering.

“Kelompok tiga! Cepat barisnya rapi!” teriak panitia perempuan yang wajahnya sekilas kukenali dari brosur pendaftaran.

Aku buru-buru menyusup ke dalam barisan. Deretan wajah asing menyambutku—semua tampak letih, sebagian nyaris tertidur berdiri, sebagian lagi sibuk mengeluh tentang panas, sepatu baru yang menyakiti tumit, atau makanan sarapan yang hambar. Aku ingin bicara, tapi entah kenapa lidahku kelu.

"Lu tadi ngeliat ada panitia cowok tinggi, jaket biru dongker, rambutnya ikal, berdiri di deket tiang?" tanyaku pelan ke orang di sebelahku. Seorang cewek berkerudung ungu pastel yang dari tadi sibuk mengipas wajahnya pakai ID card.

Dia menoleh sekilas. “Panitia cowok? Nggak. Kayaknya tadi cuma si Kak Citra sama Kak Bima deh di sini. Kenapa emangnya?”

Aku hanya geleng pelan. “Nggak, cuma... penasaran aja.”

Aku menarik napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Mungkin aku kelelahan. Mungkin aku terlalu banyak berkhayal karena malam tadi nyaris tak tidur. Atau... mungkin memang ada sesuatu yang tak biasa di kampus ini.

---

Siang itu kami digiring ke lapangan belakang untuk acara pengenalan kampus. Panitia mulai memperkenalkan diri satu per satu. Nama-nama disebut, disambut sorakan dan tepuk tangan pura-pura dari para maba yang dipaksa antusias.

Aku mendengarkan separuh sadar. Sesekali mataku mencari-cari. Barangkali dia muncul lagi. Barangkali aku bisa bertanya lebih jelas kali ini.

Tapi sepanjang hari, dia tak muncul. Bahkan saat kami dikumpulkan di aula tua untuk pemutaran video sejarah kampus, aku merasa sendiri. Sendiri secara aneh, seperti sesuatu sedang menungguku dalam diam.

Hingga malamnya, ketika aku menuliskan jurnal kegiatan hari pertama di atas tempat tidur susun asrama, aku mendengar langkah kaki berhenti di depan pintu kamar. Aku diam. Tak ada ketukan. Tak ada suara. Tapi aku merasa... diam-diam diperhatikan.

Dan saat aku menunduk untuk merapikan buku, aku melihat secarik kertas kecil terselip di sela-sela halaman belakang. Bukan milikku. Aku tidak menulisnya. Tapi tulisan tangan itu rapi, familiar, dan barisnya hanya satu:

"Aku masih di sini."

Terpopuler

Comments

HNP_FansSNSD/Army

HNP_FansSNSD/Army

Ini kampus kaya pernah, nawar ke aku pas aku lulus SMK, ada mahasiswa yang nawarin gitu??

2025-08-01

1

Aquarius97 🕊️

Aquarius97 🕊️

kek temenku, dan ini nyata.. dia punya temen tak kasat mata di sekolah dulu

2025-08-04

1

Azurre

Azurre

kira pria itu siapa ya 🤔 apakah dy seorang pangeran berkuda putih/Facepalm/

2025-08-01

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tanda yang Tak Biasa
2 Bab 2: Tidak Terdaftar
3 Bab 3: Taman yang Tak Pernah Penuh
4 Bab 4: Aula dan Malam yang Panjang
5 Bab 5: Aula dan Bisikan Lama
6 Bab 6: Antara Nyata dan Tidak
7 Bab 7: Buku, Filsafat, dan Jejak yang Tertinggal
8 Bab 8: Bayangan yang Tertinggal
9 Bab 9: Nama yang Terkubur
10 Bab 10: Roda yang Masih Menyimpan Nama
11 Bab 11: Kursi yang Menyimpan Bayangan
12 Bab 12: Cinta yang Tak Bisa Tinggal
13 Bab 13: Suara yang Tak Bisa Dimatikan
14 Bab 14: Waktu yang Ingin Ditahan
15 Bab 15: Yang Belum Dipulangkan
16 Bab 16: Rumah yang Menyimpan Namamu
17 Bab 17: Jalan Menuju Turunan Itu
18 Bab 18: Titik Terakhir
19 Bab 19: Hari Pertama Tanpamu & Setelah Kelulusan, Sebelum Kehilangan Lain
20 Bab 20 – Wajah yang (Pernah) Kukenal
21 Bab 21 - Tumpangan Tak Terduga & Wajah Itu Masih Sama
22 Bab 21 – Ganteng yang Terlalu Familiar
23 Bab 23 – Luka yang Pernah Ada & Nama yang Pernah Disebut dalam Doa Keluarga
24 Bab 24 – Yang Pernah Direncanakan
25 Bab 24 – Dua Nama, Satu Jiwa
26 Bab 26 – Saat Dunia Diam, Tapi Jantungnya Masih Berdetak
27 Bab 27 – Jika Aku Menutup Mata & Goresan yang Tak Pernah Berubah
28 Bab 28 – Kepada Seseorang yang Percaya & Rumah yang Terlalu Besar untuk Kenangan
29 Bab 29 – Perempuan dalam Seragam Merah & Perjalanan Kembali ke Titik Awal
30 Bab 30 – Runtuhnya Dinding yang Terakhir
31 Bab 31 – Rumah yang Pernah Menyebut Namamu
32 Bab 32 – Tiga Tahun yang Hilang
33 Bab 33 – Hantu di Siang Bolong
34 Bab 34 – Bayangan Lama di Lorong Baru
35 Bab 35 – Kepulangan yang Diharapkan
36 Bab 36 – Semua Kebenaran Tak Lagi Bisa Disembunyikan
37 Bab 37 – Dua Keluarga, Satu Luka dan Harapan
38 Bab 38 – Dua Pintu, Satu Jawaban
39 Bab 39 – Sebelum Aku Jadi Diriku Lagi & Pertunangan di Hari yang Cerah
40 Bab 40 – Satu Nama di Sehelai Doa
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Bab 1: Tanda yang Tak Biasa
2
Bab 2: Tidak Terdaftar
3
Bab 3: Taman yang Tak Pernah Penuh
4
Bab 4: Aula dan Malam yang Panjang
5
Bab 5: Aula dan Bisikan Lama
6
Bab 6: Antara Nyata dan Tidak
7
Bab 7: Buku, Filsafat, dan Jejak yang Tertinggal
8
Bab 8: Bayangan yang Tertinggal
9
Bab 9: Nama yang Terkubur
10
Bab 10: Roda yang Masih Menyimpan Nama
11
Bab 11: Kursi yang Menyimpan Bayangan
12
Bab 12: Cinta yang Tak Bisa Tinggal
13
Bab 13: Suara yang Tak Bisa Dimatikan
14
Bab 14: Waktu yang Ingin Ditahan
15
Bab 15: Yang Belum Dipulangkan
16
Bab 16: Rumah yang Menyimpan Namamu
17
Bab 17: Jalan Menuju Turunan Itu
18
Bab 18: Titik Terakhir
19
Bab 19: Hari Pertama Tanpamu & Setelah Kelulusan, Sebelum Kehilangan Lain
20
Bab 20 – Wajah yang (Pernah) Kukenal
21
Bab 21 - Tumpangan Tak Terduga & Wajah Itu Masih Sama
22
Bab 21 – Ganteng yang Terlalu Familiar
23
Bab 23 – Luka yang Pernah Ada & Nama yang Pernah Disebut dalam Doa Keluarga
24
Bab 24 – Yang Pernah Direncanakan
25
Bab 24 – Dua Nama, Satu Jiwa
26
Bab 26 – Saat Dunia Diam, Tapi Jantungnya Masih Berdetak
27
Bab 27 – Jika Aku Menutup Mata & Goresan yang Tak Pernah Berubah
28
Bab 28 – Kepada Seseorang yang Percaya & Rumah yang Terlalu Besar untuk Kenangan
29
Bab 29 – Perempuan dalam Seragam Merah & Perjalanan Kembali ke Titik Awal
30
Bab 30 – Runtuhnya Dinding yang Terakhir
31
Bab 31 – Rumah yang Pernah Menyebut Namamu
32
Bab 32 – Tiga Tahun yang Hilang
33
Bab 33 – Hantu di Siang Bolong
34
Bab 34 – Bayangan Lama di Lorong Baru
35
Bab 35 – Kepulangan yang Diharapkan
36
Bab 36 – Semua Kebenaran Tak Lagi Bisa Disembunyikan
37
Bab 37 – Dua Keluarga, Satu Luka dan Harapan
38
Bab 38 – Dua Pintu, Satu Jawaban
39
Bab 39 – Sebelum Aku Jadi Diriku Lagi & Pertunangan di Hari yang Cerah
40
Bab 40 – Satu Nama di Sehelai Doa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!