BAB 4

Zaky dibuat pusing oleh Asha. Semula ia hanya menganggap bahwa tindakan Asha yang mengabaikan pesan dan panggilan telepon darinya merupakan bentuk protes karena ia terlambat menjemput, namun ternyata ibunya datang membawa kabar jika wanita yang menjadi calon istrinya itu membatalkan pernikahan. Syok dengan apa yang baru saja di dengarnya, pasalnya ia merasa tidak ada masalah apa pun di antara mereka kecuali keterlambatannya datang ke bandara.

Zaky dituntut ibunya untuk mencari dan meminta maaf pada Asha atas kelalaiannya. Meski enggan namun ia masih butuh Asha agar ia tetap bisa menjadi pewaris perusahaan milik keluarganya.

Nyonya Andara memijit pelipisnya, kakinya terasa lemas. Wanita paruh baya itu hampir ambruk jika tidak segera ditahan oleh Tuan Andara.

Tangan Zaky terkepal, ia tahu sebesar apa ibunya menaruh harapan padanya agar hubungannya dengan Asha berjalan lancar. Pria itu mengembuskan napasnya kasar. Hatinya menolak sedangkan egonya mendominasi. Ia membanting pintu rapat dengan sedikit keras.

Di tempat lain, tepatnya di sebuah salon kecantikan. Asha duduk di depan cermin, di belakangnya balik punggung kursi yang ia tempati berdiri seorang hair stylist. Pria itu tersenyum dan Asha dapat melihatnya dengan jelas dari pantulan kaca lebar di depannya.

"Sudah berapa tahun sejak terakhir kali kamu ke sini?"

Asha tersenyum kecil lalu mengedikkan bahu. "Entahlah. Sudah bertahun-tahun. Jadi, bisa kau potong rambutku! Aku ingin Messy Bob with full bangs."

Pria itu tampak mengangguk-angguk. "Kembali pada style lama?"

Asha mengangguk pelan ia tidak lagi berbicara, diam dan mengikuti semua arahan dari hair stylist langganannya sebelum ia pergi ke Paris.

"Sudah ku duga, kamu selalu sempurna dengan style ini. Yah, meskipun aku akui wajahmu manis dan kamu cocok dengan rambut panjang dengan gaya anggun. Akan tetapi style seperti ini justru membuatmu semakin terlihat keren namun tetap manis." Pria di belakang Asha tersenyum puas.

Asha mematut dirinya di depan cermin beberapa kali, menatap lekat pada pantulan cermin. Gaya rambut dan gaya berpakaian yang sangat ia rindukan. Sebelumnya Asha lebih banyak berpakaian anggun dengan rambut panjangnya hanya demi memuaskan ego Zaky. Menyesuaikan selera pria yang selalu tinggal dalam hatinya, namun nyatanya meski Asha berusaha sekeras apa pun untuk menyesuaikan diri dengan Zaky, ia tetap tidak bisa memuaskan ego pria itu.

Asha membuang napasnya berat. Namun, ia menatap kembali pantulan dirinya di cermin lalu meyakinkan diri sendiri. "Yah, setidaknya dengan kejadian ini aku tidak perlu menjadi orang lain hanya demi memuaskan ego pria yang tidak bisa bersyukur. Aku hanya perlu menjadi diriku sendiri mulai saat ini. Ayo Asha, kau pasti bisa. Lupakan saja pria seperti itu!" Asha berucap lirih, sebuah senyuman ia paksakan di wajahnya.

Asha membawa langkah kakinya meninggalkan salon kecantikan. Ia bersenandung lirih layaknya remaja dalam perjalanannya. Asha pergi ke sebuah pusat perbelanjaan, ia menuju ke sebuah toko pakaian. Matanya tertuju pada sebuah jaket kulit berwarna hitam, sebuah jaket unisex dari sebuah brand ternama.

Jaket kulit itu menarik perhatian Asha sejak pertama ia melihatnya, wanita dengan rambut barunya itu berjalan mendekati manekin yang terpajang. Tangannya siap menyentuh jaket itu ketika tanpa sengaja jemarinya bersentuhan dengan punggung tangan orang lain yang juga menyentuh jaket tersebut, Asha sontak menarik tangannya. Ia terpaku pada tangan yang masih menyentuh jaket tersebut. Jemari yang panjang serta ukuran yang lebih lebar dari tangannya, Asha tahu tangan itu milik seorang pria.

"Maaf, aku tidak ... " Pandangannya yang bergerak dari punggung tangan hingga mengarah pada sang pemilik tangan berakhir dengan syok ringan hingga membuatnya berhenti berkata.

"Asha?" Abiyan menarik tangannya dan beralih fokus pada wanita di hadapannya.

"Eh Ian. Ini ketiga kalinya kita bertemu tanpa sengaja sejak pulang ke negri ini. Kata nenek, jika bertemu dengan orang yang sama tanpa sengaja secara berturut-turut itu tandanya jodoh." Asha membungkam mulutnya lalu memejamkan mata sebentar, merutuki dirinya yang berbicara tanpa berpikir panjang. "Maaf, mm tidak ada maksud tertentu di balik kalimatku. Kamu tahu, kan?"

Abiyan mengangguk dengan wajahnya yang datar. Pria itu hanya menatap dan memerhatikan penampilan Asha. "Kamu kembali menjadi dirimu, Ash."

Meski sedikit tercengang dengan respon yang di berikan Abiyan, namun Asha bersyukur pria itu tidak terlalu mempermasalahkan ucapannya yang sembarangan.

Setelah sapaan singkat itu Asha dan Abiyan kembali fokus pada jaket yang semula sempat menarik perhatian mereka. Setelah mengepas ukuran akhirnya keduanya sepakat membeli jaket yang sama.

Asha dan Abiyan terpaksa mengulas senyuman canggung ketika penjaga kasir menghujani keduanya pujian sebagai pasangan yang sangat cocok. Asha sempat ingin menjelaskan namun Abiyan menahannya. "Tidak perlu membuang energi." Asha menurut tanpa mendebat satu kata pun.

Dan kini keduanya sudah berada di sebuah restoran makanan khas Jepang, mereka duduk berhadapan. Di atas meja sudah terhidang beberapa menu yang sebelumnya Asha dan Abiyan pesan. Bukan tanpa alasan Asha mengajak Abiyan makan siang bersama, wanita itu merasa bersyukur. Sejak pulang dari Paris beberapa kali Abiyan membantunya dan Asha merasa berhutang akan hal itu. Jadi dengan mentraktirnya makan siang, Asha akan merasa sedikit lega.

Asha mengambil potongan daging dari dalam panci yang asapnya mengepul di atas hidangan Sukiyaki. Sumpitnya menjahit potongan daging itu, membawanya ke mulut ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Asha meliriknya sekilas dan ketika nama Zaky tertera di sana Asha memilih untuk mengembalikannya.

Abiyan turut mengintip nama peneleponnya lalu berkomentar, "Bukankah lebih baik kamu mengangkatnya dan merampungkan urusan di antara kalian."

Asha mengulas senyum. "Nanti, kita sedang makan. Aku tidak bisa menerima gangguan apa pun ketika sedang makan." Asha menyuapkan potongan daging yang mengambang di udara sejak tadi. Lalu tangannya yang ramping menonaktifkan ponselnya ketika dering panggilan telepon dari Zaky berakhir.

Abiyan mengangguk-anggukkan kepalanya pelan lalu melanjutkan makan siang yang sebelumnya tertunda. Sesekali pria itu mencuri pandang pada Asha, memerhatikan ekspresi Asha yang seolah menunjukkan bahwa wanita itu tidak memiliki masalah apa pun. Asha terlihat tenang dan fokus pada makan siangnya. Namun, siapa yang tahu hati manusia merasakan apa? Kecuali dirinya sendiri.

Makan siang antara Abiyan dan Asha berakhir dalam diam. Keduanya hanya sibuk memasukkan makanan ke dalam mulut masing-masing tanpa sekalipun membuka suara untuk mengobrol, lebih tepatnya mereka memilih untuk berhati-hati.

"Ayo! Aku antar kamu pulang, Ash."

"Padahal kamu sebaik ini, tapi ... ." Abiyan mengerutkan alisnya, mencoba menerka maksud kalimat Asha yang tidak selesai itu.

Namun tiba-tiba Asha menggeleng, senyumnya berubah kecut. "Tidak, lupakan!" Asha kembali melontar kalimat. "Lebih baik aku pulang sendiri saja, Ian. Sepertinya aku harus segera menyelesaikan urusanku dengan Zaky."

Abiyan mengangguk. "Jika butuh bantuan, hubungi aku! Nomer ponselku masih sama."

Asha terkekeh. "Apa yang akan menyukitkanku, Ian?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!