Bab 2 : Malam Tragedi

"Gerakan dua, Tancep... ji, ro, lu. Ngleyek... Ji, ro, lu. Ngoyok... Ji, ro, lu... !" teriak Larasati memberi arahan saat latihan tari klasik gaya Jogjakarta.

("Gerakan dua, Berdiri sempurna, satu, dua, tiga. Lanjut miring kanan dengan halus... Satu, dua, tiga. Miring ke kiri... Satu, dua, tiga.)

Napas Dea masih terengah saat menghampiri Larasati, "nyuwun ngapura mba, aku telat," ucap Dea masih dengan napas tersengal.

Larasati melirik jam di pergelangan tangannya, "wes telat lima menit, tak hukum kamu Dea... Ngepel aula sampe bersih. Kamu itu inti di team, masih aja berani telat datang," sungut Laras dengan wajah tegas.

"Ngapunten mba."

"Wes sana cepat bergabung!" perintah Laras.

"Heh! Aku yang cuma cadangan aja datang lebih dulu, buatin mba Laras minuman dan bawain cemilan untuk mba Laras. Lah kamu... " sindir Liya, kesombongan mengintip dari kata-katanya.

Dea hanya diam tidak membalas dan merespon tatapan sinis atau apapun yang disindir rekan-rekannya.

"Sudah! Ojo koyo ning pasar, mingkem , tubuh dan tangan kalian yang bergerak!" tegur Laras.

Laras terus membandingkan gerak gemulai masing-masing murid binaannya, mau dijatuhkan seperti apapun Dea... Laras mengakui, gerakan Dea jauh lebih menonjol dari semua muridnya, tidak ada keraguan untuk tetap mengirim Dea pada acara pembukaan Asean games di Jakarta.

Tarian terus berlangsung hingga beberapa gerakan terlihat sempurna. Laras memberi waktu istirahat lima menit untuk para murid membasahi tenggorokannya. Liya menghampiri Laras dengan wajah penuh harap.

"Mba, mending aku yang dikirim ke pembukaan Asean games, Dea itu nggak bisa komitmen dan selalu telat."

"Keputusan ini bukan hanya dariku Liya, tapi dari koreografer acara yaitu mas Eko Supriyanto. Mereka yang menunjuk Dea langsung saat video aku kirimkan padanya. Dea akan menari di acara makan malam resmi para duta besar."

"Tapi mba, aku juga kepingin lho mba, jenengan sadulurku tapi malah milih orang lain," rengek Liya.

Laras melipat tangannya di atas dada memberi bombastis side eyes, "kamu ngaku saudara kalau ada butuhnya aja, dan kamu belum mengenal aku ternyata ya... " Laras lantas berdiri dan mengambil siap sempurna di depan murid-muridnya.

Prok prok

"Istirahat selesai! Latihan gerakan sembilan," teriak Laras setelah memanggil muridnya dengan tepukan tangan. "Dea kamu bergeser ke sebelah kanan untuk latihan tarian lain."

Mengambil lima langkah, Dea sudah di posisi yang dimaksud Laras. Tanpa di suruh, Dea langsung mengolah tubuhnya dengan tarian ronggeng Jakarta untuk persembahan tarian kolosal.

Malam Tragedi

Tubuhnya terasa remuk setelah seharian aktivitas, saat Dea menginjakkan kakinya ke di halaman rumah, ia sadar ada sesuatu yang lain di rumah mama dan papa tirinya. Rumah itu terlihat ramai dengan beberapa mobil terparkir. Namun, ia tetap memasuki rumah bernuansa klasik itu.

"Selamat malam... " sapa Dea saat melewati ruang keluarga.

Semua mata tertuju kepadanya. Dini lalu berdiri sambil mengulas senyuman, "Dea sini dulu."

Dea menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap ke arah mamanya, sekilas ia melirik beberapa empat orang pemuda sedang duduk berjajar di depan papa tirinya.

"Perkenalkan ini anak mama, maaf baru mengenalkan pada kalian, selama ini Dea tinggal bersama nenek dari papanya di Kalimantan. Setelah neneknya meninggal mama harus membawa Dea ke sini, karena papa Dea sudah lama meninggal jadi cuma mama yang Dea punya sekarang."

"Dea juga anak papa, kalian anggap Dea sebagai adik kalian juga," kata papa Syam.

Seorang pemuda berdiri berpakaian seragam sebuah sekolah kedinasan mengulurkan tangannya, "perkenalkan dek, aku Harry. Anak papa Syam pertama."

"Dea."

Seorang pemuda lagi berdiri, "Aku Harly!" ucapnya dengan cengkraman tangannya begitu erat.

"Dea."

"Mereka kembar Dea, sejak kecil mereka bagai pinang dibelah dua. Tidak pernah terpisah hingga masuk sekolah perguruan tinggi pun mereka harus bersama," ucap papa Syam.

"Dan, dua orang itu teman-teman kami. Kamu mau kenalan?" tanya Harry sambil menaikkan alisnya.

"Aku Ardan."

"Aku Naga, tapi bukan Nagabonar ya," canda Naga dengan dimple menghias senyumannya seperti penyanyi Afgan.

Dea hanya mengangguk dan memberi senyum tipis pada semuanya.

"Dea sini duduk dekat papa," ajak Syam.

"Aku di sini saja, Pa." tolak Dea dengan lembut.

Sudah satu tahun tinggal bersama mamanya, Dea memang belum bisa akrab dengan papa tirinya. Sekarang ditambah lagi kehadiran dua orang saudara tiri yang sejak kedatangannya selalu menatapnya dengan tatapan... lapar.

Sama halnya dengan tatapan papa Syam ketika hanya berduaan dengan Dea saat mamanya tidak ada di rumah.

"Kami bisa hidup akur Dea, aku dan mamamu bisa bersahabat, meskipun aku mantan istri dari Syam. Aku harap, kamu juga bisa akrab dengan kedua putraku," ucap Bu Dona sambil mengulas senyuman.

"Iya Tante." Dea menganggukkan kepalanya.

"Jangan panggil Tante dong, panggil mama Dona sayang... " Mama meralat ucapanku.

Sejak dulu Dea tidak suka dengan persahabatan mamanya dengan Bu Dona, ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari semua orang dan hanya Dea yang tahu. Namun, Dea tidak bisa berbuat banyak karena saat ini ia masih hidup bergantung pada mama dan juga papa tirinya.

Makan malam berjalan dengan keheningan, hanya denting alat makan terdengar lembut menjadi melodi. Makan malam yang sangat kaku, khususnya bagi Dea. Setelah membantu merapihkan alat makan dan sisa masakan, Dea naik ke lantai dua untuk segera membersihkan diri dan beristirahat.

Di dalam kamar, ia menata kembali isi koper yang akan dibawanya ke jakarta besok lusa. Acara pembukaan Asean games satu Minggu lagi, namun ia harus sampai sebelum acara gladi kotor dan gladi bersih dilaksanakan.

Setelah semua selesai, ia beranjak ke cermin untuk memakai krim wajah dan racikan penghalus kulit yang biasa dibuatkan almarhum neneknya, ramuan khas Kalimantan buatan neneknya sudah turun temurun bermanfaat untuk menghaluskan kulit.

Berjalan ke jendela, Dea melihat kedua Kaka tirinya masih di teras bersama kedua temannya. Harry mengangkat wajahnya ke atas dan melambaikan tangan ke arah Dea. Lalu Ardan dan Harly mengangkat gelas kecil ke arah Dea seakan mengajak Dea untuk cheers jarak jauh. Di meja teras sudah berserakan botol-botol minuman keras dan makanan ringan.

Dea mengalihkan pandangannya ke langit, termenung di pinggir jendela. Dia tersenyum tipis menatap langit yang ditaburi bintang dan rembulan yang menyala dengan bentuk sempurna. "Papa, Ambuy... Dea kangen kalian. Mama sudah bahagia bersama suami barunya, tapi mengapa hati Dea tidak bisa menerimanya, Pa... Mbuy. Dea tidak bisa merasakan kebahagian di sini," ucapnya lirih.

Jam 23.00 Dea baru bisa memejamkan matanya, entah mengapa sejak tadi perasaannya gelisah dan di hantui perasaan was-was yang berlebihan... tidak ia mengerti, bahwa itu adalah sebuah pertanda bahwa musibah terburuk akan ia alami dan akan merubah jalan hidup selanjutnya.

Menjelang pagi tidur Dea terusik dengan gerakan di kasurnya, tubuhnya terasa bergoyang-goyang, di kala matanya masih belum sempurna terbuka. Ia melihat sebuah bayangan begitu dekat dan menindih tubuhnya dengan aroma minuman keras yang khas.

Mata Dea membulat saat ia merasakan kedua tangannya terikat di kepala ranjang dan kakinya ditindih sesuatu. Di depan wajahnya, sebuah kepala terbungkus topeng dengan kedua mata memerah sedang menatapnya dengan tatapan gelap. Dea berteriak, namun mulutnya sudah ditutup lakban dengan ketat.

Airmatanya terus mengalir memohon pertolongan, tatapan matanya terus memohon agar dilepaskan, ia terus berontak, menendang, dan berhasil! Sang pelaku terjungkal jatuh dari ranjang.

Merasa kesal karena bahunya di tendang Dea dengan begitu kencang, pelaku menarik tubuh Dea dengan kasar. Dea terus bergerak agar kakinya tidak dikunci oleh si pelaku, namun semua usahanya gagal.

Pelaku terus memberi cumbuan di sekitar wajahnya, turun ke leher dan dadanya hingga pelaku berhasil meloloskan pakaian yang membungkus bagian bawah Dea dengan begitu mudahnya. Perasaan asing terus timbul seiring dengan rasa marah yang tidak mampu ia luapkan.

Perasaan itu bercampur saling tumpang tindih, antara penolakan yang kuat dengan keinginan yang terasa samar. Dea tidak mengerti mengapa tubuhnya merespon seperti ini, satu hal yang ia tahu. Ia terluka atas pelecehan ini.

Dea sudah kehabisan tenaga untuk melawan. Airmata semakin mengering dengan keberanian yang kian menghilang.

Pelaku berhasil memasukinya dengan paksa, Dea menjerit sekuat tenaga yang tersisa meskipun ia tahu, itu hanyalah sia-sia. Lakban yang membelit di wajahnya tidak mengendur sama sekali. Dea menatap nanar mata yang mengibarkan bendera kemenangan.

Mata itu tertawa diiringi dengan desahan yang terus memburu dengan gerakan tubuhnya yang intens. Tatapan memohon di manik mata Dea bagaikan sebuah pil afrodisiak bagi pelaku, ia semakin mempercepat gerakannya hingga...

Kesadaran Dea menghilang.

Malam itu ada sesuatu yang retak di tubuh dan hatinya, sebuah luka baru yang tumbuh di atas luka yang telah ada.

Terpopuler

Comments

Dee

Dee

Wah, pagi-pagi disuguhi “sarapan” yang bikin dada sesak dan hati panas. 😭
Cerita ini dalem banget... bikin aku ikut ngerasain ketakutan dan keputusasaan Dea.
Gila sih, nulis bagian ini, emosinya kerasa nyata banget.
Semoga ada keadilan buat Dea, karena yang dia alami bukan cuma luka fisik, tapi juga trauma jiwa.
Aduh... perut sih kenyang, tapi hati kosong 😔
Lanjuut...

2025-06-21

2

Afriyeni Official

Afriyeni Official

udah dibilangin waspada lah /Cry/ mana orangnya pake topeng, nggak tau siapa itu yg jahat /Scream//Panic/

2025-07-02

2

Dinar Almeera

Dinar Almeera

Carmel macchiato tuhhh bikin adem, tapi episode ini bikin aaaaaaaaaaaaakkkhhhh gak jadi sarapan aku kak

2025-06-21

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Prologue
2 Bab 2 : Malam Tragedi
3 Bab 3 : Hidup Tetap Berjalan
4 Bab 4 : Serba Salah
5 Bab 5 : Harus Bangkit.
6 Bab 6 : Romantisme Palsu
7 Bab 7 : Mr. Macchiato
8 Bab 8 : Barista Kecil
9 Bab 9 : Kesepian
10 Bab 10 : Sentuhan
11 Bab 11 : Selamat Malam, mamas!
12 Bab 12 : Kenangan Yang Berputar
13 Bab 13 : Celah
14 Bab 14 : Rindu
15 Bab 15 : Kita Selesai.
16 Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil
17 Bab 17 : Tamu Untuk Mama
18 Bab 18 : Rumit
19 Bab 19 : Perpisahan Sementara
20 Bab 20 : Happy birthday, Ca!
21 Bab 21 : Bukit Sikunir
22 Bab 22 : Pengabdi Alam
23 Bab 23 : POV Kasandra (1)
24 Bab 24 : POV Kasandra (2)
25 Bab 25 : POV Devano
26 Bab 26 : Kerinduan
27 Bab 27 : Makan Malam
28 Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
29 Bab 29 : Rencana
30 Bab 30 : Beruang Madu
31 Bab 31 : Sembunyikan Dea
32 Bab 32 : Mencari Kerja
33 Bab 33 : Wang 'Macho'
34 Bab 34 : Gema Kerinduan
35 Bab 35 : Kebenaran Yang Tersumbat
36 Bab 36 : Posesif
37 Bab 37 : Cermin Luka
38 Bab 38 : Dendam
39 Bab 39 : Malam Sendu
40 Bab 40 : Move On
41 Bab 41 : Jalan Buntu Kebahagiaan
42 Bab 42 : "Abang, Aku Hamil!"
43 Bab 43 : Sama-sama Terluka
44 Bab 44 : Undangan Pernikahan
45 Bab 45 : Cinta Untuk Dea
46 Bab 46 : Kebohongan Dona
47 Bab 47 : Cucu Laki-laki
48 Bab 48 : Hey, Malaikat kecil!
49 Bab 49 : Maaf. Aku Masih Mencintaimu...
50 Bab 50 : Anak Spesial
51 Bab 51 : Memori Yang Kembali
52 Bab 52 : Parkit Hijau
53 Bab 53 : Demi Bara
54 Bab 54 : Tanya Yang Menguap
55 Bab 55 : Rasa Kamu
56 Bab 56 : Perpisahan Sementara
57 Bab 57 : Ablasio Retina
58 Bab 58 : Kematian Palsu
59 Bab 59 : Belum Sepenuhnya Yakin
60 Bab 60 : Orang Asing
61 Bab 61 : Induk Yang Marah
62 Bab 62 : Hati Yang Lembut
63 Bab 63 : Momo Dan Naru
64 Bab 64 : Sikap Yang Berbeda
65 Bab 65 : Titik Balik Akbar
66 Bab 66 : Sentuhan Cinta
67 Bab 67 : Butuh Waktu Untuk Tenang
68 Bab 68 : Tidak Berjodoh
69 Bab 69 : Dirayakan
70 Bab 70 : Dia, Lelakiku
71 Bab 71 : My Proposal
72 Bab 72 : Misteri
73 Bab 73 : Rahasia Besar Papa
74 Bab 74 : Sebuah Nama Dalam Kotak Pandora
75 Bab 75 : Pembuktian
76 Bab 76 : Bukti Cinta
77 Bab 77 : Marahnya Beruang Madu
78 Bab 78 : Kebenaran Mulai Terungkap
79 Bab 79 : Caramel Macchiato
80 Bab 80 : Hati Yang Terbelah
81 Bab 81 : Rencana Pernikahan
82 Bab 82 : Dua Pria Frustasi
83 Bab 83 : Nikahi Aku!
84 Bab 84 : My Fiance
85 Bab 85 : Ballroom 1
86 Bab 86 : Ballroom 2
87 Bab 87 : Aku Yang Menikah, Kamu Yang Heboh!
88 Bab 88 : Apa itu lelah?
89 Bab 89 : Peluang Berharga
90 Bab 90 : Perkenalan Ibu Komandan
91 Bab 91 : Pesanku Sudah Kamu Baca?
92 Bab 92 : Pengawalan Berlebihan
93 Bab 93 : Diterima
94 Bab 94 : Siapa Naru?
95 Bab 95 : Dobroye Utro (Selamat Pagi)
96 Bab 96 : Perawat Khusus
97 Bab 97 : Cinta Abadi
98 Bab 98 : Babang Ji Chang, Asma!
99 Bab 99 : Bilqis dan Marion
100 Bab 100 : Uluran Persahabatan
101 Bab 101 : Bayi Manja
102 Bab 102 : Perhatian Kecil
103 Bab 103 : Tatapan Yang Bicara
104 Bab 104 : Masa Lalu Datang Saat Aku Ingin Menata Masa Depan
105 Bab 105 : Sepatu Seharga Motor
106 Bab 106 : Aku Menyukaimu!
107 Bab 107 : Malam Yang Hangat
108 Bab 108 : Ketahuan
109 Bab 109 : Dipaksa Nikah!
110 Bab 110 : Mahar Terbaik.
111 PENGUMUMAN KARYA BARU
112 Bab 111 : I'm So Head Over Heels For You
113 Bab 112 : Waktu Merindu
114 Bab 113 : Bimbang
115 Bab 114 : Ketika Tuhan Mempertemukan
116 Bab 115 : Gagal Hadir
117 Bab 116 : Pernikahan
118 Bab 117 : Menutup Jarak
119 Bab 118 : Surprise!!
120 Bab 119 : Ending
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1 : Prologue
2
Bab 2 : Malam Tragedi
3
Bab 3 : Hidup Tetap Berjalan
4
Bab 4 : Serba Salah
5
Bab 5 : Harus Bangkit.
6
Bab 6 : Romantisme Palsu
7
Bab 7 : Mr. Macchiato
8
Bab 8 : Barista Kecil
9
Bab 9 : Kesepian
10
Bab 10 : Sentuhan
11
Bab 11 : Selamat Malam, mamas!
12
Bab 12 : Kenangan Yang Berputar
13
Bab 13 : Celah
14
Bab 14 : Rindu
15
Bab 15 : Kita Selesai.
16
Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil
17
Bab 17 : Tamu Untuk Mama
18
Bab 18 : Rumit
19
Bab 19 : Perpisahan Sementara
20
Bab 20 : Happy birthday, Ca!
21
Bab 21 : Bukit Sikunir
22
Bab 22 : Pengabdi Alam
23
Bab 23 : POV Kasandra (1)
24
Bab 24 : POV Kasandra (2)
25
Bab 25 : POV Devano
26
Bab 26 : Kerinduan
27
Bab 27 : Makan Malam
28
Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
29
Bab 29 : Rencana
30
Bab 30 : Beruang Madu
31
Bab 31 : Sembunyikan Dea
32
Bab 32 : Mencari Kerja
33
Bab 33 : Wang 'Macho'
34
Bab 34 : Gema Kerinduan
35
Bab 35 : Kebenaran Yang Tersumbat
36
Bab 36 : Posesif
37
Bab 37 : Cermin Luka
38
Bab 38 : Dendam
39
Bab 39 : Malam Sendu
40
Bab 40 : Move On
41
Bab 41 : Jalan Buntu Kebahagiaan
42
Bab 42 : "Abang, Aku Hamil!"
43
Bab 43 : Sama-sama Terluka
44
Bab 44 : Undangan Pernikahan
45
Bab 45 : Cinta Untuk Dea
46
Bab 46 : Kebohongan Dona
47
Bab 47 : Cucu Laki-laki
48
Bab 48 : Hey, Malaikat kecil!
49
Bab 49 : Maaf. Aku Masih Mencintaimu...
50
Bab 50 : Anak Spesial
51
Bab 51 : Memori Yang Kembali
52
Bab 52 : Parkit Hijau
53
Bab 53 : Demi Bara
54
Bab 54 : Tanya Yang Menguap
55
Bab 55 : Rasa Kamu
56
Bab 56 : Perpisahan Sementara
57
Bab 57 : Ablasio Retina
58
Bab 58 : Kematian Palsu
59
Bab 59 : Belum Sepenuhnya Yakin
60
Bab 60 : Orang Asing
61
Bab 61 : Induk Yang Marah
62
Bab 62 : Hati Yang Lembut
63
Bab 63 : Momo Dan Naru
64
Bab 64 : Sikap Yang Berbeda
65
Bab 65 : Titik Balik Akbar
66
Bab 66 : Sentuhan Cinta
67
Bab 67 : Butuh Waktu Untuk Tenang
68
Bab 68 : Tidak Berjodoh
69
Bab 69 : Dirayakan
70
Bab 70 : Dia, Lelakiku
71
Bab 71 : My Proposal
72
Bab 72 : Misteri
73
Bab 73 : Rahasia Besar Papa
74
Bab 74 : Sebuah Nama Dalam Kotak Pandora
75
Bab 75 : Pembuktian
76
Bab 76 : Bukti Cinta
77
Bab 77 : Marahnya Beruang Madu
78
Bab 78 : Kebenaran Mulai Terungkap
79
Bab 79 : Caramel Macchiato
80
Bab 80 : Hati Yang Terbelah
81
Bab 81 : Rencana Pernikahan
82
Bab 82 : Dua Pria Frustasi
83
Bab 83 : Nikahi Aku!
84
Bab 84 : My Fiance
85
Bab 85 : Ballroom 1
86
Bab 86 : Ballroom 2
87
Bab 87 : Aku Yang Menikah, Kamu Yang Heboh!
88
Bab 88 : Apa itu lelah?
89
Bab 89 : Peluang Berharga
90
Bab 90 : Perkenalan Ibu Komandan
91
Bab 91 : Pesanku Sudah Kamu Baca?
92
Bab 92 : Pengawalan Berlebihan
93
Bab 93 : Diterima
94
Bab 94 : Siapa Naru?
95
Bab 95 : Dobroye Utro (Selamat Pagi)
96
Bab 96 : Perawat Khusus
97
Bab 97 : Cinta Abadi
98
Bab 98 : Babang Ji Chang, Asma!
99
Bab 99 : Bilqis dan Marion
100
Bab 100 : Uluran Persahabatan
101
Bab 101 : Bayi Manja
102
Bab 102 : Perhatian Kecil
103
Bab 103 : Tatapan Yang Bicara
104
Bab 104 : Masa Lalu Datang Saat Aku Ingin Menata Masa Depan
105
Bab 105 : Sepatu Seharga Motor
106
Bab 106 : Aku Menyukaimu!
107
Bab 107 : Malam Yang Hangat
108
Bab 108 : Ketahuan
109
Bab 109 : Dipaksa Nikah!
110
Bab 110 : Mahar Terbaik.
111
PENGUMUMAN KARYA BARU
112
Bab 111 : I'm So Head Over Heels For You
113
Bab 112 : Waktu Merindu
114
Bab 113 : Bimbang
115
Bab 114 : Ketika Tuhan Mempertemukan
116
Bab 115 : Gagal Hadir
117
Bab 116 : Pernikahan
118
Bab 117 : Menutup Jarak
119
Bab 118 : Surprise!!
120
Bab 119 : Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!