Bab 5 : Harus Bangkit.

Di dalam kendaraan mewahnya yang berisi empat orang, Devan diam membisu. Mata tajamnya menatap jauh ke luar jendela menatap pohon yang berlarian dan aspal jalanan yang seakan berkejaran dengan tatapan mata yang kosong.

Nama Dealova bagai poros alam berpikirnya. Gadis yang sudah mampu menggoyahkan pendiriannya tentang sebuah kesetiaan, mengetuk lembut ruang kosong dalam jiwa, gadis itu terus berputar dengan riang dalam benaknya dan senyuman secerah mentari milik Dea mampu menerangi jiwanya.

'Seperti inikah jatuh cinta?' gumam Davin. Jatuh cinta yang terlambat.

"Aneh, bagaimana seseorang bisa terasa seperti rumah, kamu tidak berusaha masuk dalam hati dan hidupku tapi aku merasakan kehadiranmu, selalu. Kamu tidak pernah tau, dari sekian ratus orang yang kutemui setiap hari, hanya kamu yang selalu ingin kucari. Tidak ada yang kamu curi dariku, namun hatiku terus mencari mu seakan menjadi gila saat tidak dapat menemui mu. Amarah ingin memenjarakan mu di dalam hati dan jiwaku. Aku yang selalu menampik segala hal yang berhubungan dengan perasaan, hadirmu membuatku percaya bahwa perasaan cinta itu masih ada di dalam diriku. Cinta itu hanya tertidur tanpa tau siapa pemiliknya. Kamu membuat percaya bahwa kelembutan adalah sebuah senjata yang mematikan. Senjata yang dapat membunuhku kapan saja. Dealova... " Lirih Davin dalam terdiam yang amat serius.

"Komandan!" tegur Roni, anggota staf yang duduk di samping Devan.

Sejak tadi Lettu Roni banyak memberi masukan dan gagasan untuk acara Bakti Sosial di wilayah yang terkena musibah longsor. Sementara yang diajak bicara hanya diam terlihat fokus mendengarkan. Namun, pikirannya melayang entah kemana.

Davin menoleh sekilas, "silahkan saja, atur saja yang terbaik," jawab Devan dengan nada datar.

"Emh, maksud kami... Bagaimana dengan dukungan logistik, apa komandan berkenan?" tanyanya hati-hati.

"Oke, ajukan saja proposalnya." jawab Devan, tatapannya kembali ia alihkan ke luar jendela mobil.

"Sebentar lagi kita sampai di lokasi longsor, komandan."

"Hmm... " jawabnya.

Mobil terhenti di dekat tenda darurat untuk warga, di bagian Utara tenda-tenda tamu undangan dan sarana upacara sudah disiapkan oleh para regu pendahulu yang datang lebih awal untuk persiapan acara Bakti Sosial besok.

Devan memberi jarak dengan para anak buahnya dan memohon waktu untuk menelpon seseorang, telapak tangannya dibuka dan diangkat ke udara sebagai kode ia tidak ingin di ganggu.

"Yus, aku butuh bantuanmu." katanya begitu panggilan tersambung.

"Kalau sudah seserius ini nada bicaramu, artinya ini tugas penting. Apa yang bisa aku bantu, Dev?" Jawab Yusron dari seberang panggilan di ujung sana.

"Ikuti seseorang, laporkan apapun tentang dia padaku, 24 jam tanpa terlewat. Aku akan bayar berapapun biayanya," tutur Devan pada detektif swasta yang juga sahabat masa kecilnya.

"Aku sudah kirim photo, alamat dan sanggar tari yang menaunginya."

Yusron membuka photo yang baru saja masuk ke kolam chatnya.

"Cantik, siapa dia Dev?" tanya Yusron.

"Bisakah kamu tidak perlu bertanya?" tanya Devan.

"Ups! Sorry... asal usul gadis ini, apa diperlukan juga?" tanya Yusron.

"Apa kau bisa membagi dua team yang kau punya?" tanya Devan nadanya meragukan.

"Kamu meragukan ku, Dev! Perusahaan ku adalah perusahaan detektif swasta yang terbaik di Indonesia, anak buahku tersebar di seluruh kota bahkan luar negeri," puji Yusron pada diri sendiri.

Devan terkekeh mendengar suara sahabatnya yang mulai meninggi. "Baiklah aku percaya, satu jam lagi aku tunggu info darimu."

"Jangankan satu jam, lima menit lagi aku sudah kirim laporan padamu." ucap Yusron dengan kesombongan yang tidak bisa diragukan lagi."

"Wow! Kau luar biasa, bravo!" ledek Davin.

Di tempat lain, iringan bus rombongan atlet dan penari baru saja keluar dari tol Jagorawi. Dea masih tertidur dengan bersandar di bahu Larasati. Setelah diberi obat anti depresi, tidur Dea lebih tenang tanpa igauan dan teriakan.

Sesekali Laras membasuh keringat yang terus mengembun di kening dan leher Dea. Saat itu, Dea terlihat rapuh tiada kekuatan untuk melawan perasaan takut dan kekecewaan yang mendalam.

"Apa yang terjadi dengan kamu, Dee," gumam Laras.

Setiba di hotel, Laras terus memeluk Dea hingga masuk ke kamar. Jadwal latihan Dea terpaksa di pending hingga kondisinya memungkinkan untuk latihan. Laras terus memutar otaknya agar Dea bangkit. Karena Dea akan membawa nama dan wajah sanggar yang Larasati pimpin.

Menjelang sore, saat cahaya matahari mulai berubah jingga, Dea membuka matanya dengan berat dan perasaan was-was itu datang lagi. Mungkin efek obat penenangnya mulai hilang.

Larasati segera memeluk tubuh rapuh Dea dengan pelukan, cengkraman tangan Dea yang memegang baju Laras menunjukkan ketakutan, kewaspadaan yang teramat sangat. Beruntungnya, saat itu sudah ada seorang psikiater dan tenaga bantuan dari sebuah LSM perlindungan perempuan.

"Hallo mba Dea, saya Meila dan ini Bu Mona. Kami hadir ingin membantu mba Dea jika mba Dea mengijinkan," ucap Bu Meila.

Dea membuka matanya yang sejak tadi ia tutup rapat. Matanya langsung tertuju pada manik mata Larasati seakan meminta suaka akan bahaya yang mengancam. Laras menganggukkan kepalanya, dengan maksud ia menginginkan Dea sembuh dan menerima bantuan.

Wajahnya ia tundukkan hingga tertutupi seluruh rambutnya yang hitam lebat. Bola mata Dea bergerak ke kiri dan ke kanan, ia takut melihat orang asing.

"Bisa kita berkenalan dulu?" Meila mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.

Dibiarkan tangannya menggantung di udara untuk menunggu balasan dari Dea. Puluhan detik akhirnya Dea menyambut uluran tangan itu. Tangannya menyalurkan kehangatan yang tidak pernah Dea rasakan sebelumnya. Senyuman Meila seakan mengetuk dada Dea meminta ijin untuk mengobati rasa sakit yang terus menderanya.

"Apa yang mba Dea rasakan saat ini?" tanya Meila lembut.

"Sakit... mati, aku ingin—" jawabnya dengan tatapan kosong.

Laras menyentuh pipi Dea dengan lembut dengan airmata yang menggenang. "Jangan bicara seperti itu, mba sayang Dea. Ceritakan apa yang terjadi padamu."

"D-dia... mereka—tidak! Bukan aku yang salah!" ucapnya ragu di awal dan histeris di akhir kalimat.

Semua terdiam, tidak ada yang meninggikan suara, keheningan menggantung di udara. Tapi tangan mereka memberikan kehangatan, tatapan mereka seakan memeluk dengan hangat dan menanti Dea berbicara. Perlahan rasa percaya menyelinap memenuhi hatinya yang terluka.

"Kalian akan marah padaku kan?" tanya Dea ketakutan.

"Tidak, kami ingin membantumu." Meila memejamkan matanya perlahan menahan kesedihan dan menatap Dea lagi dengan keyakinan.

"Bu... dia memperkosaku—" ucap Dea dengan suara tercekat, tangisannya pecah seketika.

Ketiga perempuan itu memeluk Dea dengan hangat. Kali ini Dea merasakan diterima, di dengar dan 'dihormati' sebagai korban bukan diposisikan sebagai pelaku yang membuat kehebohan dengan berita kebohongan.

"Aku... aku tidak nakal Bu. aku, aku tidak memakai baju seksi malam itu. Mereka bilang... tapi aku tidak menjual diri... Hikss," ucap Dea dengan tergesa karena memori di kepalanya berantakan saling tumpang tindih dari perasaan takut dan marah.

"Kami mengerti Dea." Meila mengelus rambut Dea dengan lembut.

Cerita pun mengalir dengan bagian-bagian yang terpotong dan tidak runut. Meila dengan sabar mengumpulkan kepingan puzzle yang keluar dari bibir Dea yang gemetar.

"Boleh ibu bicara, sayang?" tanya Meila lembut. Dea mengangguk lemah.

"Rasa sakit yang kamu rasakan itu nyata, tidak ada alasan bagi orang lain meragukan. Meski tidak ada darah atau luka yang terlihat, tapi hatimu hancur dan jiwamu terguncang, kamu berhak mendapatkan keadilan. Jangan menghakimi dirimu sendiri atas kejahatan yang orang lain lakukan padamu."

"Berjanjilah pada ibu: Kamu lebih kuat dari yang terlihat, kamu lebih berani dari yang kamu duga, dan kau lebih baik dari si pelaku dan penghina."

Laras mengusap lembut pipi Dea dan menghapus airmatanya dengan ibu jari, "Dea, mba tahu ini terlalu berat bagimu tapi aku akan selalu ada di sisimu, menjadi garda terdepan yang akan melindungi mu. Kamu adalah wajah baru sanggar tari yang aku punya. Aku bangga memiliki murid sepertimu. Ayo bangkit, katakan cukup untuk membuat hatimu sakit.

Keesokan harinya Dea terlihat berbeda, sudah mulai mengangkat tinggi rambutnya dengan gaya poni style lagi, meskipun langkahnya masih ragu dan goyah, senyuman masih jauh dari wajah cantiknya, ia mulai bisa mengikuti latihan dan gladi kotor untuk pementasannya.

Bruaak

Seorang gadis cantik dengan tatto di sepanjang tangan kiri tidak sengaja menabrak Dea di backstage karena jalannya yang terlalu cepat sementara Dea jalan terlalu lambat. Di lehernya terkalung lanyard dengan tulisan besar 'Atlet'. Pakaian ketat menempel di tubuh indahnya yang terbilang atletis dan proporsional, senyumnya manis dan bersinar.

"I'm sorry! Gue terburu-buru." katanya singkat.

Dea hanya tersenyum samar dan mengangguk pelan.

"Lo dari kontingen mana?" tanyanya dengan cuek.

"A-aku penari" jawab Dea tidak berani menatap wajah gadis cantik itu.

"Owh... Gue Atlet Senam Artistik," katanya. Gadis itu terus memperhatikan wajah Dea dengan seksama. "Nama gue Nawang. Nama lo siapa?" Tanpa uluran tangan dan kata basa basi yang berlebihan.

Dea menaikan pandangannya dan melihat wajah gadis itu dengan singkat, "Dea."

"Dea, gue gak tahu trauma apa yang lo punya. Tapi gue mendeteksi, lo lagi tidak baik-baik saja. Saran gue sih, pilihan buat orang-orang seperti kita itu... bangkit! Gak ada cara lain. Cuma cara itu yang membuat hidup lo lebih berharga." Nawang memberi senyuman hangat sebelum ia kembali berlarian ke sana kemari.

Dea mengedipkan matanya dengan cepat, kata-kata yang diucapkan dengan gaya stecu saja bisa terasa hangat jika diucapkan dengan tulus. Ucapan Nawang seperti pemantik yang menyalakan api semangat di hati Nilam. Matanya perlahan berbinar dengan senyuman tipis yang masih ia sembunyikan.

...••••••...

Terpopuler

Comments

Dee

Dee

😢 Rasanya sesak baca bagian ini... Dea begitu terluka, tapi keberanian dia buat bicara patut dihargai. Salut juga sama Meila dan yang lain yang sabar dan hangat menunggu.

2025-06-24

2

Afriyeni Official

Afriyeni Official

kayak paranormal aja ini cewek

2025-07-03

2

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

nyesek! tapi dea harus bangkit. saatnya bangkit & pantang menyerah, mereka yang mendzolimimu akan dapat balasannya, dea. 👊👊💪🏿💪🏿

2025-06-25

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Prologue
2 Bab 2 : Malam Tragedi
3 Bab 3 : Hidup Tetap Berjalan
4 Bab 4 : Serba Salah
5 Bab 5 : Harus Bangkit.
6 Bab 6 : Romantisme Palsu
7 Bab 7 : Mr. Macchiato
8 Bab 8 : Barista Kecil
9 Bab 9 : Kesepian
10 Bab 10 : Sentuhan
11 Bab 11 : Selamat Malam, mamas!
12 Bab 12 : Kenangan Yang Berputar
13 Bab 13 : Celah
14 Bab 14 : Rindu
15 Bab 15 : Kita Selesai.
16 Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil
17 Bab 17 : Tamu Untuk Mama
18 Bab 18 : Rumit
19 Bab 19 : Perpisahan Sementara
20 Bab 20 : Happy birthday, Ca!
21 Bab 21 : Bukit Sikunir
22 Bab 22 : Pengabdi Alam
23 Bab 23 : POV Kasandra (1)
24 Bab 24 : POV Kasandra (2)
25 Bab 25 : POV Devano
26 Bab 26 : Kerinduan
27 Bab 27 : Makan Malam
28 Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
29 Bab 29 : Rencana
30 Bab 30 : Beruang Madu
31 Bab 31 : Sembunyikan Dea
32 Bab 32 : Mencari Kerja
33 Bab 33 : Wang 'Macho'
34 Bab 34 : Gema Kerinduan
35 Bab 35 : Kebenaran Yang Tersumbat
36 Bab 36 : Posesif
37 Bab 37 : Cermin Luka
38 Bab 38 : Dendam
39 Bab 39 : Malam Sendu
40 Bab 40 : Move On
41 Bab 41 : Jalan Buntu Kebahagiaan
42 Bab 42 : "Abang, Aku Hamil!"
43 Bab 43 : Sama-sama Terluka
44 Bab 44 : Undangan Pernikahan
45 Bab 45 : Cinta Untuk Dea
46 Bab 46 : Kebohongan Dona
47 Bab 47 : Cucu Laki-laki
48 Bab 48 : Hey, Malaikat kecil!
49 Bab 49 : Maaf. Aku Masih Mencintaimu...
50 Bab 50 : Anak Spesial
51 Bab 51 : Memori Yang Kembali
52 Bab 52 : Parkit Hijau
53 Bab 53 : Demi Bara
54 Bab 54 : Tanya Yang Menguap
55 Bab 55 : Rasa Kamu
56 Bab 56 : Perpisahan Sementara
57 Bab 57 : Ablasio Retina
58 Bab 58 : Kematian Palsu
59 Bab 59 : Belum Sepenuhnya Yakin
60 Bab 60 : Orang Asing
61 Bab 61 : Induk Yang Marah
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 1 : Prologue
2
Bab 2 : Malam Tragedi
3
Bab 3 : Hidup Tetap Berjalan
4
Bab 4 : Serba Salah
5
Bab 5 : Harus Bangkit.
6
Bab 6 : Romantisme Palsu
7
Bab 7 : Mr. Macchiato
8
Bab 8 : Barista Kecil
9
Bab 9 : Kesepian
10
Bab 10 : Sentuhan
11
Bab 11 : Selamat Malam, mamas!
12
Bab 12 : Kenangan Yang Berputar
13
Bab 13 : Celah
14
Bab 14 : Rindu
15
Bab 15 : Kita Selesai.
16
Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil
17
Bab 17 : Tamu Untuk Mama
18
Bab 18 : Rumit
19
Bab 19 : Perpisahan Sementara
20
Bab 20 : Happy birthday, Ca!
21
Bab 21 : Bukit Sikunir
22
Bab 22 : Pengabdi Alam
23
Bab 23 : POV Kasandra (1)
24
Bab 24 : POV Kasandra (2)
25
Bab 25 : POV Devano
26
Bab 26 : Kerinduan
27
Bab 27 : Makan Malam
28
Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
29
Bab 29 : Rencana
30
Bab 30 : Beruang Madu
31
Bab 31 : Sembunyikan Dea
32
Bab 32 : Mencari Kerja
33
Bab 33 : Wang 'Macho'
34
Bab 34 : Gema Kerinduan
35
Bab 35 : Kebenaran Yang Tersumbat
36
Bab 36 : Posesif
37
Bab 37 : Cermin Luka
38
Bab 38 : Dendam
39
Bab 39 : Malam Sendu
40
Bab 40 : Move On
41
Bab 41 : Jalan Buntu Kebahagiaan
42
Bab 42 : "Abang, Aku Hamil!"
43
Bab 43 : Sama-sama Terluka
44
Bab 44 : Undangan Pernikahan
45
Bab 45 : Cinta Untuk Dea
46
Bab 46 : Kebohongan Dona
47
Bab 47 : Cucu Laki-laki
48
Bab 48 : Hey, Malaikat kecil!
49
Bab 49 : Maaf. Aku Masih Mencintaimu...
50
Bab 50 : Anak Spesial
51
Bab 51 : Memori Yang Kembali
52
Bab 52 : Parkit Hijau
53
Bab 53 : Demi Bara
54
Bab 54 : Tanya Yang Menguap
55
Bab 55 : Rasa Kamu
56
Bab 56 : Perpisahan Sementara
57
Bab 57 : Ablasio Retina
58
Bab 58 : Kematian Palsu
59
Bab 59 : Belum Sepenuhnya Yakin
60
Bab 60 : Orang Asing
61
Bab 61 : Induk Yang Marah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!