Pagi itu, Aryo menggandeng tangan Kinan dengan lembut, membawanya menuju rumah Pak Kyai kenalan asisten Aryo. Meski hatinya di penuhi debar, ia merasa tenang berada di sisi Aryo.
Mereka memasuki rumah sederhana Pak Kyai, yang segera menyambut mereka dengan senyum hangat.
"Assalammualaikum pak, saya Aryo temannya David. Saya yang hari ini ingin di nikahkan oleh Bapak." ucap Aryo saat memasuki rumah Kyai yang bernama pak Dahlan tersebut.
"Waalaikumsalam Mas Aryo, Mari masuk. Silahkan, kami sudah menunggu kedatangan Mas Aryo dari tadi. Oh ya, ini calon istrinya ya Mas?" Tanya Pak Dahlan ramah.
Aryo pun mengiyakan ucapan Pak Kyai tersebut. Mereka lalu langsung di arahkan untuk ke ruang tengah, di sana sudah ada dua orang tetangga pak Dahlan, yang siap jadi saksi.
Karena Kinan seorang anak tunggal dan bapaknya sudah meninggal, serta tidak mengetahui di mana keberadaan keluarga bapaknya, jadi wali nikah di wakili oleh Pak Kyai tersebut.
Proses ijab qabul berlangsung khidmat dan penuh haru. Saat Aryo mengucapkan janji suci itu, Kinan merasakan perasaan campur aduk antara bahagia dan sedih.
Tak lama setelah prosesi selesai, Aryo langsung mengajaknya pulang ke apartemennya.
Setibanya di apartemen, Aryo mengeluarkan sebuah kartu ATM dan ponsel, lalu menyodorkannya kepada Kinan.
"Ini untuk kamu," ucap Aryo dengan suara lembut,
"Kalau kamu ingin belanja apapun, kamu bisa pakai kartu ini. Ponsel ini juga untuk kamu pakai, supaya kita lebih mudah berkomunikasi."
Kinan tertegun menerima pemberian itu, matanya berkaca-kaca.
"Terima kasih, Tuan Aryo," bisiknya penuh rasa syukur.
la tahu, kehidupan barunya bersama Aryo baru saja di mulai, dan ia bertekad untuk menjalaninya dengan penuh keikhlasan.
"Jangan panggil aku tuan, panggil aku Mas. Kita sudah menikah Kinan, aku suami mu bukan majikan mu." Seru Aryo lembut.
...🌻🌻🌻🌻🌻...
Sudah tiga hari berlalu sejak pernikahannya dengan Aryo, dan selama itu pula Aryo tak pernah lagi datang ke apartemen, bahkan tidak menghubunginya. Kinan mulai merasakan kesepian, merasa asing di apartemen mewah itu.
la mulai jenuh, ingin keluar sejenak untuk mengusir rasa bosan. Tapi di sisi lain, ia merasa takut dan ragu untuk meminta izin dari Aryo.
Pagi itu, Kinan duduk termenung di ruang tamu, sesekali melirik ponsel yang tak kunjung memberi kabar dari Aryo. Mbok Sumi, pembantu setia di apartemen itu, melihat wajah gelisah Kinan dan mendekat dengan tatapan lembut.
"Kenapa, Non? Ada masalah, kok kelihatannya gelisah begitu?" tanya Mbok Sumi dengan nada penuh perhatian.
Kinan menoleh, sejenak terdiam sebelum menjawab,
"Sudah tiga hari Mas Aryo nggak ada kabar, Mbok. Aku bosan di apartemen terus. Rasanya ingin jalan-jalan sebentar, tapi aku nggak berani minta izin."
Mbok Sumi tersenyum penuh pengertian, mencoba menenangkan Kinan.
"Coba saja kirim pesan, Non. Siapa tahu Tuan Aryo mengizinkan. Lagipula, hanya jalan-jalan sebentar, kan?"
Kinan terdiam, menimbang saran dari Mbok Sumi. Akhirnya, ia mengangguk, meski masih ragu. Dengan tangan sedikit gemetar, Kinan mulai mengetik pesan kepada Aryo, meminta izin untuk keluar sejenak dari apartemen.
Setelah mengirim pesan, ia menatap layar ponsel dengan harap-harap cemas, menunggu balasan yang mungkin akan membebaskannya dari rasa jenuh yang sudah lama menumpuk.
Tak lama setelah pesan terkirim, ponsel Kinan bergetar. Pesan dari Aryo masuk, membuat jantung nya sedikit berdebar. Dengan cepat, Kinan membuka pesan nya:
“Pergilah, hati-hati. Aku masih di luar negeri, mungkin lusa baru pulang."
Rasa lega dan senyum kecil muncul di wajah nya.
'Akhirnya ada kabar juga' pikirnya.
Segera ia mengetik balasan, “Terima kasih, Mas Aryo," sebelum bergegas bersiap-siap untuk keluar.
Kinan segera menata penampilannya, memilih pakaian sederhana namun rapi. Meski berasal dari desa, ia punya cukup keberanian untuk beradaptasi dengan suasana kota besar. Selain itu, ia cukup paham cara menggunakan ponsel dan aplikasi yang memudahkan aktivitasnya di kota.
Setelah siap, Kinan turun dan memanggil taksi menuju mall terdekat. Duduk di dalam taksi, ia memandangi pemandangan kota yang ramai. Ada rasa antusias di dalam hatinya, karena ini adalah kali pertama ia berjalan-jalan sendiri di kota besar. Tentu saja ia merasa sedikit gugup, namun rasa penasaran pada dirinya lebih besar.
Kinan berjalan santai mengelilingi mall, menikmati suasana baru yang penuh warna dan ramai. Meski banyak barang menarik yang terpajang di etalase, ia hanya melihat-lihat tanpa niat untuk membeli. Bagi Kinan, harga barang-barang di mall terasa mahal, dan ia tak ingin menghamburkan uang hanya untuk sesuatu yang tidak perlu.
Setelah cukup lama berkeliling, ia memutuskan mampir ke food court. la membeli cemilan dan minuman ringan, lalu mencari tempat duduk yang nyaman. Sambil menikmati cemilannya, Kinan memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang.
Ada sekelompok teman yang tertawa bersama, ada keluarga dengan anak-anak kecil, dan juga pasangan yang berjalan sambil bergandengan tangan. Semua tampak asyik dengan aktivitas masing-masing, membuat Kinan merasa seperti bagian dari keramaian kota.
Di tengah lamunannya, suara familiar terdengar memanggil namanya. Kinan menoleh, dan betapa terkejut nya ia saat melihat dua wajah yang sangat di kenalnya.
"Kinan? Ini kamu, kan?" ujar salah satu dari mereka dengan senyum lebar.
Di depan nya berdiri Fuji dan Sally, teman-teman SMA-nya di kampung dulu. Kedua nya tampak berbeda dengan gaya yang lebih modern, tapi senyum mereka tetap sama hangat nya.
"Fuji! Sally!" Kinan tersenyum lebar, tak percaya bisa bertemu mereka di sini.
"Ya ampun, aku nggak nyangka bisa ketemu kalian di sini!"
"Kami juga nggak nyangka! Kita pikir kamu masih di kampung," kata Fuji sambil tertawa.
"Ternyata sekarang kamu sudah jadi anak kota juga, ya!"
Sally ikut duduk di sebelahnya.
"Jadi, sekarang kamu tinggal di sini, Kin?"
Kinan mengangguk sambil tersenyum malu, merasa senang sekaligus terkejut dengan pertemuan tak terduga ini. Mereka pun mulai bercerita panjang lebar, mengenang masa-masa SMA dan bertukar kabar tentang kehidupan masing-masing di kota.
Di tengah obrolan mereka, Fuji bertanya pada Kinan,
"Kamu di sini tinggal di mana Kin?" tanya Fuji penasaran.
Sambil tersenyum malu, Kinan berkata, "Aku sekarang kerja di kota ini, jadi pembantu." Ucap Kinan berbohong.
Dia tidak mungkin menceritakan kalau dia di sini karena di jual oleh ayah tirinya, kemudian di nikahi oleh laki-laki yang sudah mempunyai istri.
Fuji dan Sally saling melirik, lalu mengangguk penuh pengertian. Mereka tidak memandang rendah Kinan, justru mereka senang melihat sahabat nya bisa berada di kota dan mandiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ranty Thanjung
nmu crta kak zhy chan lagi yg bagus..
lanjutkan kk..bgus crtanya ini
2025-06-15
1