Bab 4 : Merencanakan Pertemuan.

Khafi yang langsung berjalan menuju jok pengemudi kembali karena tak mau memperpanjang urusannya atau menjelaskan semua yang terjadi, saking dia sudah lelahnya.

"Udah yah Reva. Om pulang, Assalamualaikum Mba- Mas." Salam itu menandakan dia akan pergi masuk ke dalam mobilnya kembali.

"Khafiii... Tunggu dulu dong, jelaskan dulu padaku kalian ini habis dari mana saja," teriakan Inara.

"Sudahlah Inara, toh lagi pula Khafi mau menjemput dan mengarahkan Reva pulang. Dia mungkin ingin mengajaknya jalan-jalan," ucap Kenan yang menenangkan Inara, agar Inara sudah tidak memperpanjang urusan.

"Iya tapi, aku butuh penjelasan dari Khafi dong!" ucap Inara yang nggak mau kalah.

"Dia mungkin mau me time sama Reva, toh anaknya juga suka tuh pergi sama Om ya," jawab Kenan, lalu di samain dengan anggukan kepala dari Reva tanda dia juga setuju apa yang dikatakan oleh papahnya itu.

"Kalian berdua ini sama aja," ucap Inara yang langsung berjalan masuk kedalam rumah.

Khafi yang langsung pergi setelah tidak respon apapun yang dikatakan oleh Inara. Mobil hitam itu sudah hilang dari pandangan dari balik gerbang, Khafi yang langsung pergi meninggalkan halaman rumah kakaknya. Inara yang hanya bisa melihat kepergian mobil Khafi itu membuat dia kesal karena tidak mendapatkan jawaban, dan langsung mengikuti putrinya masuk.

"Reva gak suka mamah tiba-tiba marah-marah kayak gitu ke Om. Mamah sadar nggak sekarang jarang ngajak aku jalan-jalan setelah bunya adik bayi, mamah juga lebih sayang sama Rainer di banding aku. Tapi, kalau Om tidak seperti itu, om tidak berbuat sejahat itu pada Reva," ucap putrinya yang membuat ibunya syok putrinya bicara seperti itu pada ibunya.

"Ya Allah, kamu kok jadi sok menggurui Mamahmu. Aku ini Mamah kamu, berani-beraninya kamu malah..." Inara yang malah berdebat dengan putrinya, Kenan hanya diam di pikirkan lagi memang Inara lebih mengutamakan putranya.

"Inara sudahlah," Kenan mencoba menenangkannya,

"Stop Mah, inilah yang kakak nggak suka. Mamah selalu mengedepankan amarah, tidak mau mendengarkan orang lain dulu untuk menjelaskan pantas saja om malas untuk menjelaskan pada orang seperti mamah, karena mamah langsung menuduh secara sepihak."

"Apa! Kamu..." ucap Inara yang tercekat di tenggorokan karena kesal.

Syok sekali putrinya sendiri malah menceramahi dirinya, membuat Inara yang saat ini marah semakin tambah kesal.

...----------------...

Ditempat lainnya Kiki yang sekarang tengah duduk di sebuah tempat nongkrong sambil mengawasi putranya yang sedang bermain di taman khusus anak-anak. Seraya menunggu temannya yang belum datang, wanita yang pakai gamis coksu dengan hijab yang senada dengan setelan bajunya langsung mendatangi Kiki.

"Assalamualaikum, bumil." Sapaan lembut sambil Cipika-cipiki lembut sama temennya.

"Walaikumsalam, Dita. Ya Allah kok kamu jadi feminim banget sih," ucap Kiki yang syok saat melihat perubahan drastis dari sahabatnya itu.

Dita tersenyum tipis karena pujian itu, karena dulu Dita yang seperti anak laki-laki saat jaman sekolah. Hingga di kira Kiki pacaran sama Dita, waktu itu. Saat ketemu terakhir kalinya juga Dita sudah ada perbedaan, walau masih pakai celana jins dan kaos tengkorak dan hijap jeblosan. Tapi, kali ini Dita berpakaian sangat feminim, membuat Kiki syok melihat penampilan baru yang sudah mulai agak syar'i.

"Kamu juga tambah cantik banget bumil," ucap pujian Dita yang sangat kagum sama temen sebangku yah ini.

"Dita sini jangan berdiri saja, silakan duduk." Seraya menyuruh Dita untuk duduk di kursi yang tersedia.

"Iya terimakasih, kamu juga duduk Ki. Kamu ngapain ikut berdiri sih." Dita yang membantu Kiki untuk kembali duduk di tempatnya semula sebelum dia datang.

Mereka sama-sama duduk, Kiki yang belum bisa menanyakan kepada Dita soal tujuan ia bertemu dengan Dita adalah untuk menjodohkan dia dengan boss dari suaminya itu, karena dirasa Kiki baru saja bertemu dengan sahabatnya itu, bahkan belum tahu lebih jauh tentang Dita, apa lagi saat ini dia belum menemukan alur pembicaraan dan momen yang tepat buat bahas soal Khafi.

"Aduh aku minta maaf ya Dit aku malah ngajak ketemuan mendadak, kamu pasti sedang sibuk ya?" ucap Kiki yang pura-pura merasa bersalah.

"Iya enggak apa-apa Ki, kebetulan aku lagi senggang banget. Lagian kita jarang ketemuan, dan sudah lama me time kumpul. Kalau nggak salah kita terakhir ketemuan itu pas lahiran anak pertamamu itu, dan aku juga mau me time sama Bumil." Jawab Dita yang santai dengan senyuman mengembang yang terlihat di wajahnya.

Kiki juga membalas senyuman Dita yang saat ini terlihat sekali kalau Dita jauh berbeda dari temen waktu SMA dulu yang terkenal super cool. Dita tampil sangat feminim dengan dress yang dia gunakan saat ini, ia masih belum percaya dengan penampilan terbaru dari Dita.

"Aku yang gak enak sama kamu. Pasti sibuk banget kan, aku malah enak saja minta ketemuan dan ngajak kamu nggak di kafe atau tempat nongkrong kekinian malah nongkrong di sini. Apa nggak apa-apa buat kamu, ini semua karena anakku minta main, biasalah kalau lagi ngambek sama Papahnya suka gitu anaknya." Penjelasan sederhana dari Kiki.

"Ha-ha-ha nggak apa-apa Ki, malah aku seneng banget loh bisa ketemu sama cogan kecil." Jawab Dita dengan tawa kecil yang menghiasi wajahnya.

"Atau karena bawaan bayi ya, pengen banget ketemu sama ante Dita. Katanya Devny dan Sarah gak bisa datang," ucap Kiki yang menjelaskan.

"Iya. Sarah mau menikah sedangkan Devny di jepang," ujar Dita yang menjelaskan keadaan temen yang lainnya.

"Ouh kamu sudah tahu kabarnya mereka yah?" Ujar Kiki yang baru tahu bagaimana kabar dari semua temen-temen saat ia menghubungi kemarin.

"Iya, kami sempat ketemu sama Sarah sebelum Devny terbang. Kami sudah coba hubungi kamu tapi nggak aktif, dan ternyata kamu ganti nomor." Jawab Dita yang menjelaskannya.

"Ouh iya BTW mau minum apa nih, keasikan ngobrol jadi gak sadar belum pesan makanan atau minuman." Sambil memanggil pelayan untuk membawakan menu.

Setelah mereka pesan makanan dan minuman mereka lanjut mengobrol banyak hal, hingga pada akhirnya Kiki memberanikan diri untuk tanya soal pribadi Dita.

"Ouh ya Dit, kamu sudah punya calon suami belum. Aku dah nggak sabar nih pengen hadiri pernikahan kamu," ucap Kiki yang spontan ia pikirkan.

"Ha-ha-ha... Apa sih Ki, kamu ini tiba-tiba nanya gitu?" Tawa Dita yang agak canggung.

"Iya kan biar aku bisa menghadiri pernikahan kamu, dan menyaksikan hari bahagia kamu bisa menempuh perjalanan panjang yang baru, sama suami kamu! Udah punya kah calonnya?" tanya Kiki yang penuh dengan rasa ingin tahu.

"InsyaAllah punya Ki, tapi masih di Lauhul Mahfudz." Jawaban Dita yang masih bisa tersenyum manis.

"Jadi kamu masih sendirian nih?" tebakan Kiki yang langsung to the point untuk segara memastikan itu.

"Nggak kok." Jawaban Dita yang langsung wajahnya serius.

"Udah punya yah?" Kiki yang makin serius lagi.

"Ada Allah, dua malaikat Raqib dan atid, ada lagi yang selalu datang 70x yaitu malaikat Izrail. Ha-ha-ha..." tawa Dita mencairkan suara tegang itu.

"Dasar kamu ini Dit bikin lawakkan aja dari dulu sampai sekarang, kamu nggak berubah-rubah yah hanya penampilan kamu saja yang berubah, tapi dalemnya masih aja kocak, dan juga nyebelin aku dah serius-serius ujungnya malah diginiin. Sorry nih sebelumnya, ini soal yang memang agak serius. Kamu benaran belum punya pandangan siapakah tujuan pendamping kamu kan, boleh gak aku kenalin kamu sama temen mas Dimas. Tapi, apakah kamu setuju atau nggak, dan apakah ada rencana kamu buat cari calon suami gitu!" ucapan Kiki yh sangat hati-hati takut menyinggung perasaannya.

Kiki yang selalu kena metal dan prank dari Dita yang jail sejak dulu, membuat Kiki agak kesel tapi dia sangat seneng. Karena selalu ketawa kalau sama Dita, dengan kelucuan Dita yang suka lawak.

"Mau cari dimana kalau Allah belum mempertemukan aku dengannya dan belum menghendakinya. Apakah kamu mau carikan aku Imam untukku Ki?" ucap Dita yang langsung dengan tatapan agak membidik.

"Ada apa kenapa matamu gitu sih! Bikin bulu kudukku merinding tahu gak, emangnya kamu punya tipe ideal gak?" ucap Kiki yang ingin tahu selera dari Dita.

"Ada, tapi takutnya memberatkan. Aku nggak neko-neko aja deh! Yang penting dia sejurusan sama aku yang mau hijarah Ki," ucap Dita yang mulai serius.

"Iya juga sih. Dit kamu mau nggak kenalan sama sahabatnya Dimas?" Kiki yang penuh harapan dari jawab Dita.

"Ki, bukannya aku menolak niat baik mu. Jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mahfudz, jauh sebelum kita dilahirkan. Jadi aku belum bisa memastikan yah, maaf yah."

"Dit cuman ketemu doang! Nggak lanjut juga gak apa-apa, setidaknya kenalan saja dulu kan."

Dita hanya terdiam tak bicara apapun dia bingung dengan jawaban apa yang ingin dia katakan. Kiki lalu menyakinkan Dita agar mau ketemu sama bossnya Dimas.

"Dit, apa salahnya buat kenalan doang! Biar aku kasih ciri Clue Viu yah. Dia orang yang baik banget, sopan juga. Iya sebenernya beliau ini boss ya Dimas si, tapi masih seumuran Dimas, beda 1 tahun doang. Dia lebih muda, Dimas kan 31 tahun nah dia 30an, kan beda 3 tahun sama kamu Dit, gimana? Mau coba gak ketemu sama beliau," ucap Kiki yang masih penuh harapan.

"InsyaAllah deh Ki," ucap Dita yang ragu tapi entah kenapa hatinya malah sangat ingin menerima tawaran itu.

"Jadi mau nih." Kiki sekali lagi memastikan akan jawaban dari Dita, yang dijawab hanya sebuah anggukan kepalanya tanda dia setuju.

"Alhamdulillah, yaudah besok Senin kamu sibuk gak? Kita ketemuan aja sepulang kamu ngajar sekolah Dit gimana?"

"Besok saya kayak yah gak bisa Ki, mau nganter adikku ke asramanya."

"Okey bisa yah kapan?"

"Gimana kalau hari Selasa jam 1 an," ujar Dita yang mencari waktu yang pas.

"Oke deal yah. Nanti aku hubungi Dimas lihat jadwal bos ya juga sih, semoga kalian bisa ketemu secepatnya, Aamiin Yarobalalamin." Doa dan harapan Kiki.

...----------------...

Keesokan paginya, terlihat masih pukul 08.30 WIB, di sebuah tempat rooftop. Khafi yang tengah menikmati pemandangan pagi dari atas ketinggian sambil menyeruput secangkir kopi susu di tangannya. Datanglah Dimas yang mengetahui jika Khafi sudah ada di kantor ia tidak sabar memberikan kabar dari istrinya jika ada yang mau kenalan dengannya.

"Khafi, Khafi." Teriakan panggilan yang keras dari Dimas.

"Lah dia dimana kok nggak ada?" sambung dumalan Dimas saat tak melihat bossnya ada di ruangan.

Dimas yang tak melihat Khafi di ruangannya, iya lalu naik tangga menuju teras atas gedung karena tempat favorit Khafi disana.

"Rupanya kamu disini tadi aku mencari kamu di ruangan, melihat mobilmu sudah terparkir jadi aku sudah tidak sabar memberikan kabar ini." Seraya berjalan sangat cepat menghampiri Khafi.

"Ada apa? Kayaknya ada hal yang sangat penting sekali," tebakan Khafi.

Setelah melihat mobil Khafi, Dimas langsung jalan sangat cepat menuju dimana Khafi berada, itu membuat Dimas merasa haus ia langsung merebut kopi yang ada di tangan Khafi.

"Kamu habis maraton pagi-pagi Dim?" tanya Khafi yang melihat Dimas menghabiskan kopi yang baru sekali di minum Khafi telah habis di tangan Dimas.

"Gila aku capek banget mencari kamu," jawaban itu malah keluar setelah dia tak merasa bersalah telah menghabiskan kopi milik Khafi.

"Hah, ngapain kamu cari aku pagi-pagi gini. Ada masalah apa? Sampai kamu buru-buru begitu."

"Kamu ingat nggak aku pernah menanyakan mau nggak kamu ketemuan sama salah satu temennya Kiki dan kamu setuju kan, nah dia katanya mau ketemu sama kamu. Jadi aku mau nanya ke kamu, apakah kamu mau ketemu sama dia. Sekedar kenalan doang Fi," ujar Dimas.

"Astaghfirullah kirain ada masalah penting apa? Sampai membuat kamu tergesa-gesa begitu."

"Jadi gimana keputusan kamu mau ketemu nggak?" Dimas menunggu jawaban dari Khafi.

"Terserah kamu saja, enaknya gimana. Kalau ketemuan iya okey aku siap, tapi kamu tentuin dulu kapan waktunya jangan sampai bentrok dengan jadwal kita?" ucap Khafi menyarankan.

"Udah kamu tenang saja soal jadwal kamu semuanya aman sama aku, jadi fix ya kamu akan ketemu sama dia. Besok hari selasa jam 1 an katanya, kita bisa ketemu habis makan siang saja karena hari selasa kebetulan jadwal rapat, dan ketemu klien kamu nggak ada."

"Iya udah atur saja sama kamu," jawab Khafi yang tidak ada bantahan salah sekali darinya.

"Dim hari ini aku pulang agak cepat ya. Karena nyokap minta diantar ke tempat arisan," ujar Khafi yang minta jadwal lebih padat.

"Lah kenapa kamu minta izin sama aku kan kamu bos ya," ujar Dimas yang merasa bingung.

"Iya kan kamu yang mengatur semua jadwalku, nggak ada ketemu Klien atau rapat kan?" tanya Khafi.

"Bentar aku cek dulu." Membuka Ipad-nya, tersusun sebuah bagan jadwal pertemuan Khafi dan janji di setiap kotak keterangan.

"Ada si Fi jam 2an, ketemu sama Pak Ilyas. Atau mau aku wakilkan saja?" saran Dimas.

"Okey, boleh deh! Tolong minta permohonan maaf ku pada pak Ilyas, aku juga sekalian mau ngajak mamah kontrol Dim." Penjelasan Khafi.

"Okey. Kamu tenang saja nanti akan saya sampaikan," ucap Dimas..

Mereka mulai kerja dengan beberapa jadwal, Khafi sibuk dengan komputer dan berkas-berkas dokumen, Dimas yang sibuk menyiapkan bahan untuk rapat ketemu dengan klien-klien Khafi. Tanpa terasa pukul 1 siang, deringan phonsel milik Khafi berbunyi ternyata itu mamahnya yang telfon.

"Yaelah waktu cepet banget berlalu sih, perasaan baru saja aku datang sekarang sudah waktunya pulang, jemput mamah," Decaknya.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!