Ulang Tahun

Suara kembang api yang bertebaran di langit menghiasi gelapnya malam.

"Selamat ulang tahun Qi Feng," ucap ayahnya lembut.

"Pelayan sajikan mienya!" pinta ayah Qi Feng kemudian.

Mie panjang umur disajikan, tapi Qi Feng hanya menatapnya.

"Kenapa?" tanya ayahnya.

"Tidak apa-apa hanya sedikit terharu saja," kata Qi Feng dengan mata berkaca-kaca.

"Bagaimana dengan ulang tahun kali ini? Aku sengaja menyiapkan pertunjukan kembang api dan mie panjang umur," tanya ayahnya meminta penilaian.

"Tidak buruk," kata Qi Feng sambil mengambil sumpit.

Qi Feng mengambil mie dengan sumpitnya. Rasa yang begitu familiar seperti buatan ibunya dulu. Dia berhenti mengunyah dengan mulut tersumpal mie.

"Kenapa?" tanya ayahnya.

Qi Feng hanya menggeleng dan melanjutkan makannya sampai selesai. Kuah yang kental dan nikmat itu diseruput layaknya sedang minum. Enak itulah kata yang menggambarkan rasanya.

"Ayah mengapa miemu seperti buatan Ibu?" tanya Qi Feng.

Ayahnya tersenyum mendengar pertanyaan itu.

"Ibumu dulu tak bisa memasak. Jadi Ayah yang mengajarinya," jawab ayah.

"Pantas saja rasanya sama," kata Qi Feng.

"Kau masih ingat rasa yang dibuat Ibumu? Itu sudah berlalu sangat lama."

"Mana mungkin aku melupakannya," kata Qi Feng sambil menatap kembang api di langit.

"Iya mana mungkin lupa," kata ayahnya mengingat kembali kenangan lama.

"Ibumu pasti bahagia jika tau anaknya sudah sebesar ini," kata ayah kemudian sambil menengok ke arah Qi Feng.

"Iya, Ibu pasti senang di atas sana," kata Qi Feng sambil melebarkan telapak tangannya ke arah langit.

..."Bintang yang jauh sulit untuk digapai, tapi masih bisa tuk dinikmati....

...Hidup sesingkat nyala kembang api, tapi mampu membekas di hati."...

"Sajak yang bagus," puji ayahnya.

"Ini untuk Ibu," tegas Qi Feng.

"Iya, tapi Ayah juga menginginkan satu juga."

"Baiklah coba aku pikirkan dulu," kata Qi Feng melihat sosok ayahnya.

Ayahnya yang penyayang, tapi sering meninggalkan anaknya. Sajak apa yang pantas untuk orang sepertinya? Pikir Qi Feng sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di pelipisnya

..."Memiliki hati seluas samudera, tapi tak diketahui keberadaannya....

...Menutup mata pada ombak yang mendera, tapi itu memang bukan salahnya."...

"Hahaha... Qi Feng ternyata kamu sedang membelaku."

"Tidak, aku hanya memilih sesuatu yang cocok untukmu."

" Bukankah kau mengatakan itu bukan salahku barusan?"

"Lupakan!" Qi Feng membuang muka.

" Hei kau sudah dewasa sekarang. Kenapa harus merajuk seperti seorang gadis," sindir ayahnya.

Jleb!

Gadis? Dia membandingkan seorang pria dewasa dengan gadis? Apa yang salah dengan otak orang tua ini?

"Ingat besok masih ada hadiah lain dari Ayah ini," kata ayahnya sambil menunjuk dirinya sendiri.

Qi Feng memutar bola matanya. Apa yang bisa diharapkan dari seleranya?

...****************...

Pagi hari yang dinantikan Qi Feng. Ada semangat yang merasuki tubuhnya. Memang benar seorang pria hanya membutuhkan sedikit bawaan ketika bepergian. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Satu tas saja sudah cukup untuknya.

Tok... tok... tok...

Ketukan pintu menghentikan kegiatan berkemas Qi Feng. Dia meninggalkannya dan membuka pintu. Seorang pelayan datang dengan sebuah pesan.

"Jika Tuan Muda mau berangkat hari ini bisa ke ruang belajar Tuan untuk mengambil barang," kata pelayan.

"Baiklah aku mengerti. Kau boleh pergi!"

Pelayan itu pergi dan Qi Feng masuk mengambil bawaannya. Dia segera menuju ruang belajar ayahnya.

Krek!

"Sudah datang?" kata ayahnya tanpa menatap siapa orang di depan pintu.

"Iya."

Qi Feng masuk dan mendekat ke ayahnya. Ayah mendongak lalu meletakkan apa yang dibacanya. Dia meraih sebuah pedang di sampingnya kemudian menyerahkannya.

"Ini untukmu," kata ayahnya.

"Terima kasih Yah," kata Qi Feng sambil menerima pedang.

"Lalu ini juga," kata ayahnya sambil melempar sekantong penuh uang dan berhasil ditangkap Qi Feng.

"Kenapa diberi lagi?" kata Qi Feng yang merasa sisa uang sebelumnya lebih dari cukup.

"Ayah cuma ingin kamu pulang dengan selamat. Jadi aku kasih lagi, takut kamu kelaparan di jalan."

"Baiklah aku terima niat baik Ayah," kata Qi Feng tersenyum.

"Kau langsung berangkat sekarang?" tanya ayahnya.

Qi Feng mengangguk tanpa ragu. Ayahnya mendengus kesal karena putranya tak mengerti maksud yang dikatakan.

"Kau tak mau berpamitan denganku?" tanya ayah.

"Eh... bukannya kita sedang melakukannya?"

Qi Chao menepuk dahinya dengan telapak tangan. Dia tak menyangka pamitan hanya sebuah kata-kata belaka. Bukankah dulu saat anaknya masih kecil jika dia pergi selalu memberikan pelukan perpisahan. Apa setelah semalam dia menjadi dewasa, dia tak lagi membutuhkannya?

"Ayah ada apa?" tanya Qi Feng yang melihat ayahnya sedikit sedih.

"Tak ada. Berangkatlah segera!"

Qi Feng memiringkan kepalanya melihat ayahnya mengatakan itu.

"Apa lagi yang kau tunggu?" kata ayahnya sedikit kesal.

"Jangan-jangan kau masih mengharapkan pelukan?" tebak Qi Feng.

Jleb!

Seperti panah menusuk dirinya. Qi Chao segera mengubah ekspresi menjadi datar.

"Kau sudah dewasa apa masih butuh pelukan?"

"Oh, baguslah kalo begitu. Sebelumnya saat datang aku sepertinya juga memelukmu, tapi saat itu aku masih belum genap 17 tahun."

"Sudah pergi sana jangan basa-basi lagi denganku!" usir ayahnya.

Qi Feng pergi sambil melambaikan tangan. Qi Chao masih tak membalasnya. Begitu Qi Feng menutup pintu, ayahnya baru mengulurkan tangan seolah ingin mencegahnya pergi.

"Sudahlah," kata Qi Chao sambil menarik tangannya.

...****************...

Depan pintu mansion, ketika Qi Feng hendak keluar. Orang yang tak ingin ditemuinya malah muncul.

"Mau ke mana?" kata Yu Mei sambil bersidekap.

Qi Feng hanya menoleh dan menjawab dengan tak peduli.

"Bukan urusanmu aku mau ke mana."

Qi Feng langsung melangkah keluar memulai perjalanan. Yu Mei yang merasa dihina oleh Qi Feng geram. Dia mengepalkan tinju.

"Anak sialan kalau berani sini kau," kata Yu Mei menggertak.

"Sudahlah Bu, bagus juga dia pergi," kata Qi Wei.

"Benar Bu. Jadi kita bisa kirim orang untuk menyingkirkan sampah itu," kata Qi Shi menyeringai.

"Itu juga maksudku Kak," kata Qi Wei setuju.

"Kalian berdua memang benar, tapi dia tak memberitahu mau ke mana," kata Yu Mei sambil menurunkan tangannya dan mulai tenang.

"Itu mudah Bu," kata Qi Shi.

Qi Shi menjentikkan jarinya terdengar snap. Orang sewaan yang menerima kode langsung datang. Dia bertekuk lutut di hadapannya.

"Ada perintah apa Tuan?"

"Ikuti Qi Feng. Ke mana dia pergi. Lalu, jika menemukan kesempatan lakukan ini," kata Qi Shi sambil mengisyaratkan memenggal kepala.

"Baik Tuan," kata orang tersebut lalu pergi dengan cepat.

"Kak, kapan kau menyewa orang?" tanya Qi Wei.

"Sudah lama untuk berjaga-jaga mengambil nyawa sampah itu," kata Qi Shi sombong.

"Dengan uang siapa kau membayarnya?" tanya ibunya menyelidiki.

"Itu tentunya uang sakuku. Juga terkadang aku meminta pada Ibu sedikit," kata Qi Shi.

"Jadi uang yang kamu minta itu... "

Qi Shi mengangguk. Ibunya langsung memberikan ancaman.

"Jangan sampai dia hanya menghabiskan uang kita! Dia harus berhasil melenyapkan sampah itu."

Yu Mei berbalik dan pergi meninggalkan anaknya. Anaknya bergidik ngeri mendapatkan ancaman itu, terutama Qi Shi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!