Hilang

Raphael tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Ivelle. Kata-kata istrinya tentang hari jadi pernikahan mereka terngiang di telinganya. Ia menyesal, sangat menyesal karena telah mengabaikan Ivelle selama ini. Baru sekarang ia menyadari betapa berartinya Ivelle baginya, meskipun ia tidak pernah menunjukkannya.
raphael rodward
raphael rodward
(Bangkit dari ranjang dan berjalan menuju pintu kamar tamu) Ivelle? Apa kamu sudah tidur?
Ia mengetuk pintu pelan, penuh harap.
ivelle
ivelle
(Dari dalam) Jangan ganggu aku, Raphael.
Suara Ivelle terdengar lelah namun tegas. Raphael terdiam di depan pintu. Ia tahu, ia tidak bisa memaksa Ivelle saat ini. Ia harus memberinya waktu dan ruang.
ivelle
ivelle
(Berbisik lirih) Selamat malam, Ivelle. Maafkan aku.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Raphael kembali ke kamarnya. Ia berbaring di ranjang, merasakan kesepian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Malam ini, di rumah mewah yang seharusnya menjadi saksi cinta mereka, Raphael dan Ivelle tidur terpisah, dipisahkan oleh tembok dingin ketidakpedulian dan kekecewaan yang mendalam. Hati keduanya sama-sama terluka, dan masa depan pernikahan mereka terasa begitu tidak pasti. Namun, di balik pintu kamar tamu yang terkunci, benih perubahan telah mulai tumbuh dalam diri Ivelle. Ia tidak lagi hanya akan menunggu dan berharap. Ia akan mencari kebahagiaannya sendiri, dengan atau tanpa Raphael.
Malam semakin larut di Kota Moscow. Hujan mulai turun, rintiknya menghantam kaca jendela kamar tamu, menambah suasana sendu yang menyelimuti hati Ivelle. Di balik pintu yang terkunci, ia berbaring memeluk bantal, air mata sesekali masih lolos membasahi pipinya. Keheningan di sekitarnya terasa begitu mencekam, seolah ikut merasakan kepedihan yang ia alami.
ivelle
ivelle
(Dalam hati, menatap langit-langit kamar yang gelap) Empat tahun... empat tahun aku mencoba. Memberikan segalanya. Tapi apa yang kudapatkan? Hanya dingin dan ketidakpedulian.
Bayangan Raphael melintas di benaknya. Wajah tampannya, kesuksesannya, namun juga tatapan acuh tak acuhnya, kata-kata dinginnya. Semua itu berputar-putar seperti kaset rusak dalam ingatannya.
ivelle
ivelle
(Dalam hati) Aku lelah. Lelah merasa tidak terlihat, tidak dihargai. Lelah berharap pada seseorang yang hatinya seperti membeku.
Rasa sesak kembali menyerang dadanya. Ia merindukan kehangatan, perhatian, cinta. Sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan dari pernikahan ini. Pernikahan yang awalnya terpaksa, namun ia berusaha menjalaninya dengan sepenuh hati.
ivelle
ivelle
(Dalam hati) Apa gunanya bertahan? Untuk apa aku terus menyiksa diriku sendiri dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Pikiran itu tiba-tiba muncul, menghantamnya dengan kekuatan yang mengejutkan. Sebuah kata yang selama ini ia hindari, yang tak pernah berani ia ucapkan dengan lantang.
ivelle
ivelle
(Berbisik lirih) Cerai...
Kata itu terasa asing di lidahnya, namun juga memberikan sedikit kelegaan yang menyakitkan. Ide untuk mengakhiri pernikahan ini, untuk melepaskan diri dari ikatan dingin dengan Raphael, mulai tumbuh dalam benaknya.
ivelle
ivelle
(Dalam hati) Aku pantas bahagia. Aku pantas dicintai. Bukan hanya sebagai pelunas hutang atau penstabil bisnis keluarga. Aku adalah seorang wanita, dengan hati dan perasaan.
Air mata kembali mengalir, namun kali ini bukan hanya karena kesedihan, tapi juga karena secercah harapan yang mulai menyala. Harapan untuk memulai hidup baru, untuk menemukan kebahagiaan yang selama ini terenggut darinya.
ivelle
ivelle
(Dalam hati) Mungkin... mungkin inilah jalan keluarnya. Mungkin inilah satu-satunya cara agar aku bisa benar-benar bebas.
Ia memejamkan mata, mencoba membayangkan masa depannya tanpa Raphael. Awalnya terasa menakutkan dan tidak pasti, namun perlahan, gambaran kebebasan dan kedamaian mulai muncul. Ia bisa menentukan hidupnya sendiri, tanpa harus terus menerus berjuang untuk mendapatkan perhatian dan cinta dari seseorang yang tidak pernah bisa memberikannya.
Di kamar tidur utama, Raphael masih terjaga. Ia mendengarkan rintik hujan yang semakin deras, seolah ikut menangisi kesalahannya. Ia tahu, ia telah menyakiti Ivelle dengan sangat dalam. Keheningan dari kamar tamu terasa seperti jurang yang semakin melebar di antara mereka. Ia menyesal, namun ia juga takut. Takut kehilangan Ivelle, meskipun ia tidak pernah benar-benar tahu bagaimana cara mencintainya dengan benar. Malam ini, di bawah rintik hujan yang sendu, hati keduanya sama-sama dipenuhi dengan kesedihan dan ketidakpastian akan masa depan hubungan mereka. Namun, di dalam hati Ivelle, sebuah keputusan yang berat namun membebaskan telah mulai bersemi. Perceraian. Sebuah kata yang mungkin akan mengubah segalanya.
Jam dinding di kamar tidur utama berdetak perlahan, mengiringi kegelisahan Raphael yang tak kunjung reda. Ia bangkit dari ranjang, berjalan mondar-mandir di tengah ruangan yang remang-remang. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan Ivelle, dengan tatapan dinginnya, dengan air mata yang sempat ia lihat. Rasa bersalah dan takut bercampur aduk dalam benaknya.
raphael rodward
raphael rodward
(Dalam hati) Aku harus bicara dengannya. Aku harus meminta maaf dengan benar.
Namun, keraguan langsung menghantamnya. Bagaimana jika Ivelle masih marah? Bagaimana jika ia tidak ingin melihatnya? Rasa malu dan ketidakpastian membuatnya kembali terhenti.
raphael rodward
raphael rodward
(Dalam hati) Tapi aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak bisa membiarkannya tidur sendirian di kamar tamu. Ini rumah kami... seharusnya kami bersama.
Ia kembali melangkah menuju pintu kamar tamu, tangannya terulur hendak mengetuk. Namun, ia urungkan lagi. Apa yang akan ia katakan? Kata-kata "maaf" terasa begitu kecil dan tidak berarti dibandingkan dengan luka yang telah ia torehkan di hati Ivelle selama bertahun-tahun.
raphael rodward
raphael rodward
(Dalam hati) Apa yang harus kulakukan? Bagaimana cara memperbaiki semua ini?
Ia mengingat kembali saat pertama kali mereka menikah. Keterpaksaan di kedua belah pihak, dinginnya perlakuan awalnya pada Ivelle. Ia pikir waktu akan menyembuhkan segalanya, bahwa Ivelle akan terbiasa dengan sikapnya. Namun, ia salah. Ia melihat sendiri bagaimana Ivelle selalu berusaha, selalu sabar, meskipun ia terus mengabaikannya.
raphael rodward
raphael rodward
(Dalam hati) Aku bodoh. Aku terlalu buta untuk melihat betapa berharganya dia.
Rasa kehilangan mulai menghantuinya. Bayangan Ivelle yang pergi, yang tidak lagi ada di sisinya, terasa begitu nyata dan menakutkan. Ia tidak ingin kehilangan Ivelle. Meskipun ia tidak pernah tahu bagaimana cara menunjukkannya, jauh di lubuk hatinya, ia menyadari bahwa Ivelle telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.
raphael rodward
raphael rodward
(Mengambil ponselnya, ragu-ragu) Haruskah aku mengiriminya pesan lagi?
Ia mengetik beberapa kata, lalu menghapusnya lagi. Ia tidak tahu harus berkata apa yang bisa membuat Ivelle mau mendengarkannya. Kata-kata terasa begitu hambar dan tidak mampu menyampaikan penyesalan yang kini ia rasakan.
raphael rodward
raphael rodward
(Menghela napas berat) Aku harus menemuinya. Aku harus melihatnya.
Dengan tekad yang tiba-tiba muncul, Raphael berjalan menuju pintu kamar tamu dan mengetuknya pelan namun pasti.
raphael rodward
raphael rodward
Ivelle? Ini aku, Raphael. Bisakah kita bicara sebentar saja? Kumohon.
Ia menunggu dengan jantung berdebar-debar. Keheningan dari balik pintu terasa begitu mencekam. Apakah Ivelle akan membukanya? Apakah ia akan memberinya kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Namun, di tengah kegelapan malam dan rintik hujan yang tak henti, Raphael berharap, meskipun harapan itu terasa begitu tipis.
Raphael menunggu dengan napas tertahan setelah mengetuk pintu kamar tamu. Keheningan yang menyelimuti ruangan itu membuatnya semakin cemas. Ia kembali mengetuk, kali ini sambil memanggil nama istrinya dengan nada lembut dan penuh harap.
raphael rodward
raphael rodward
Ivelle... sayang? Kumohon, buka pintunya. Aku ingin bicara. Aku sungguh menyesal.
raphael rodward
raphael rodward
Sayang... jawab aku. Aku tidak bisa tidur memikirkanmu.
Raphael terus memohon dengan suara lirih, berharap Ivelle akan luluh. Namun, dari dalam kamar tetap sunyi. Dengan hati yang semakin mencelos, ia mencoba membuka pintu. Anehnya, pintu itu tidak terkunci.
Raphael mendorong pintu perlahan dan mengintip ke dalam. Kamar itu kosong. Tempat tidurnya tertata rapi, selimutnya sudah dilipat. Jantung Raphael berdegup kencang. Ke mana Ivelle pergi?
raphael rodward
raphael rodward
(Berbisik cemas) Ivelle?
Ia masuk ke dalam kamar dan melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Ivelle. Rasa panik mulai menyeruak dalam dirinya. Apakah Ivelle benar-benar pergi? Meninggalkannya?
NovelToon

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!