Rasanya Tak Adil

Selamat Membaca

🌿🌿🌿🌿🌿

Dua liang lahat itu telah ditimbun dengan rapi oleh tanah. Dengan berhiaskan batu nisan serta taburan bunga yang menandakan jika sosok yang ada di dalam sana telah berada di tempat peristirahatannya yang terakhir.

Semburat sinar sang mentari pagi terlihat sangat indah dan mulai menyinari, namun keindahan sinarnya tak dapat menghilangkan duka seorang gadis remaja yang saat ini telah mengantarkan kedua orang tuanya ke tempat peristirahatan yang terakhir.

Orang-orang yang turut serta melayat telah berangsur-angsur pergi kembali ke rumahnya masing-masing. Dan kini di tempat pemakaman ini hanya menyisakan Hara dengan ditemani oleh sahabat baiknya April.

Hara masih menangisi kepergian kedua orang tuanya, namun tak seperti sebelumnya kali ini sikap Hara menjadi lebih tenang. Meski ini sangat berat namun Hara mencoba untuk mengikhlaskan kepergian kedua orang tuanya.

Hara hanya merasa rasanya ini sangat tak adil, kedua orang tuanya adalah korban, tetapi keduanya tak mendapatkan keadilan atas kecelakaan yang dialaminya.

Semuanya terasa begitu sangat janggal, padahal jika dilakukan autopsi dan pemeriksaan yang benar pasti bisa diketahui jika bapak dan ibunya adalah korban tabrak lari.

Hingga sebuah tangan dengan lembut mulai merangkul pundak Hara. Hara tahu siapa orangnya, sahabatnya April sedang mulai memeluknya. Menyadari hal itu membuat Hara jadi menyeka lelehan air matanya dan melihat sahabatnya.

" Sudah, jangan menangis lagi ya, ikhlaskan kepergian bapak dan ibumu, doakan semoga mereka ditempatkan di tempat yang tenang. " dengan lembut begitulah April yang bertutur pada Hara.

Dan benar saja Hara pun akhirnya jadi sedikit tersenyum. Hara merasa sangat beruntung karena memiliki sahabat baik baik seperti sahabatnya ini. Hara sadar jika dirinya sudah tak memiliki orang tua lagi, dan dirinya harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan ini.

" Tuhan tidak pernah tidur Hara, percayalah orang-orang yang jahat itu pasti akan mendapatkan ganjarannya, ini hanya soal waktu. " dengan tatapannya yang sangat dalam, April seolah memberitahu meski Hara tak memiliki kekuatan yang cukup untuk memperjuangkan keadilan kedua orang tuanya masih ada yang kuasa yang akan menyelesaikannya.

Hara sudah tak mampu berbicara banyak, gadis itu hanya bisa tersenyum sedih pada sahabatnya. Hara hanya berpikir jika setelah ini tak akan ada lagi orang yang dekat dengannya, namun Hara lupa satu hal, masih ada April sahabat baiknya yang selalu ada untuknya.

Di area pemakaman ini memang hanya ada Hara dan juga April, namun dari jarak kejauhan seseorang begitu sangat memperhatikan Hara.

Seseorang telah memperhatikan Hara dari jarak yang Hara sendiri tak dapat menjangkaunya. Pria itu adalah Rahmat supir pribadi tuan William.

Rahmat menyaksikan prosesi pemakaman dari kedua orang tua Hara, pria yang sudah berumur itu merasa bersalah pada kedua orang tua Hara dan juga Hara. Dalam hatinya Rahmat selalu menekankan andai saja jika pada waktu itu dirinya bisa mengendalikan laju mobil tuannya pasti kecelakaan itu tak akan pernah terjadi.

Namun nasi sudah menjadi bubur, percuma saja berandai masih ada kemungkinan untuk menghindari kecelakaan itu, pada kenyataannya kedua orang tua Hara telah menjadi korbannya.

Sembari terus memandang Hara, Rahmat merasa begitu sangat bersalah, sebab karena ketidakmampuannya membuat anak sekecil Hara harus kehilangan kedua orang tuanya dan menjadi yatim piatu.

" Semoga nasib baik selalu menyertaimu nak. " doa tulus Rahmat pada Hara.

Sementara Hara yang masih berada di dekat makam kedua orang tuanya sudah ingin kembali ke rumahnya. Dengan ditemani oleh April gadis itu pun jadi mulai bangkit, rasanya tak baik juga jika harus berlama-lama berada di tempat pemakaman. Hara sadar jika kedua orang tuanya pasti merasa sangat sedih jika dirinya masih terus seperti ini.

" Ayo kita pulang sekarang. " dengan penuh perhatian April merangkul Hara sebelum akhirnya mereka benar melangkah pergi.

Rahmat yang berada di kejauhan masih terus memperhatikan Hara. Rahmat ingin memastikan jika Hara kembali ke rumahnya dengan baik-baik saja.

Rasa bersalah yang dirasakan oleh Rahmat akan terus ada selama hidupnya. Rahmat berjanji pada dirinya sendiri jika akan terus memperhatikan Hara dari jarak jauh.

Seperti sekarang ini, Hara telah pergi menjauh dari area pemakaman, dan itu membuat Rahmat ingin menyudahi keberadaannya di tempat ini. Rahmat merasa jika sebaiknya dilain waktu saja jika ingin mengetahui keadaan Hara.

Karena merasa sudah cukup mengetahui keberadaan Hara, membuat Rahmat pun jadi mulai berbalik badan. Rahmat ingin bertolak dari area pemakaman ini menuju ke rumahnya.

Dengan pandangannya yang masih menunduk Rahmat pun mulai melangkah. Rahmat melangkah ingin menuju mobilnya yang terletak cukup jauh dari area tempat pemakaman. Hingga...

Deg...

Dan spontan langkah Rahmat langsung terhenti kala pandangannya mengarah tegak. Rahmat cukup tersentak kala tuan William telah berdiri dengan tegak dan menatapnya.

" Tuan William. " seru Rahmat yang sedikit menunduk sebagai bentuk rasa hormatnya.

William menatap dengan dalam pada Rahmat, dan Rahmat melihat tatapan tuannya itu. Rahmat mengerti maksud dari tatapan tuannya.

Dari tatapan William seolah mengisyaratkan jika kasus ini tak boleh terbongkar, dan itu artinya Rahmat harus tutup mulut untuk selamanya.

William berdiri dengan alat bantu tongkatnya, pria tua itu datang ke tempat ini dengan ditemani oleh Hasto orang kepercayaannya.

" Apakah kamu sudah ingin pulang?. " tanya William pada Rahmat.

" Iya tuan, saya sudah ingin pulang. " sahut Rahmat tanpa memperpanjang kalimatnya.

Tak ada sepatah kata pun lagi yang tuan William lontarkan, pria tua itu dengan perlahan berbalik badan yang menandakan sudah harus kembali pulang.

Rahmat mengikuti tuannya, begitu pun dengan Hasto. Dan tanpa membahas apapun lagi ketiga pria itu pun akhirnya pergi bersama.

*****

Cahaya mentari di luar sana sudah nampak begitu terik. Meski masih belum memasuki waktu siang hari namun suhu panasnya sudah mulai terasa.

Sementara di dalam rumahnya seorang gadis lebih memilih untuk bernaung dan menyendiri. Gadis itu masih berada di bawah ratapan kesedihannya.

Di dalam sebuah kamar Hara sedang berada, Hara berdiam diri di kamar almarhum kedua orang tuanya. Dengan duduk di tepi ranjang kasur bapak dan ibunya gadis itu masih terdiam menangis.

Kehilangan kedua orang tua untuk selamanya bukanlah hal yang mudah, apa lagi untuk seorang gadis semuda Hara. Terkadang rasa untuk mengikhlaskan selalu Hara tekankan, namun perasaan sedih atas kehilangan kedua orangtuanya masih terlalu kuat melekat, dan ini sungguh sangat sulit bagi Hara.

Hara masih sangat ingat dan masih bisa merasakan bagaimana kedua orang tuanya sering mondar-mandir di dalam kamar ini karena aktivitas mereka, kamar ini adalah kamar kedua orang tuanya, dan setiap sudut ruangan di kamar ini mengingatkan Hara akan mereka.

Sepanjang Hara memandang setiap sudut ruangan di kamar ini sepanjang itu pula Hara terus menjatuhkan air matanya. Hara tak ingin jika suaranya sampai terdengar keluar dari ruangan kamar ini karena April dan yang lainnya sedang mempersiapkan untuk kegiatan tahlilan.

" Bapak, ibu. " dengan suara kecilnya Hara hanya bisa berseru.

Sekarang keadaan sudah tak lagi sama. Dulu kala Hara memanggil ibunya maupun bapaknya pasti mereka akan menyahuti Hara, dan sekarang sudah tak lagi seperti itu. Hara tak akan lagi mendengar suara bapak maupun ibunya bahkan meski Hara memanggil mereka.

" Bahkan sampai sekarang rasanya ini seperti mimpi. " ucap Hara dalam hati sembari melihat pada lemari ibunya.

Hara melihat lemari ibunya yang selalu ditutup dan dilarang untuk dibuka. Namun karena melihat lemari itu jadi menarik perhatian Hara.

Hara yang awalnya masih menangis jadi berhenti menangis. Hara masih ingat jika tak pernah ada kunci lemari yang terpasang di lemari itu, dan sekarang Hara melihat kunci yang terpasang di sana. Sepertinya sebelum pergi ibunya lupa menyembunyikan kunci lemari itu sehingga tetap terpasang di sana.

Hara mulai menyeka lelehan air matanya, pikirannya saat ini tertuju pada sebuah lemari yang selama ini selalu ibunya larang untuk dibuka. Hara begitu sangat penasaran sebenarnya apa isi dari lemari yang selama ini menjadi tanda tanya baginya.

Tak ingin menunggu waktu lama membuat Hara langsung bangkit dari duduknya. Hara ingin segera membuka lemari itu dan melihat isinya.

Hingga setelah sepersekian detik Hara akhirnya berdiri dengan tegak di depan lemari itu dan langsung memegang gagang lemari dan kuncinya.

Hara berhasil membuka kunciannya dan dengan perlahan mulai membuka pintu dari lemari itu.

Hara membuka lemari itu dengan lebar hingga menampakkan ruangan dari sang lemari.

Hara memperhatikan ruangan lemarinya, dan ruangannya ini nampak kosong, namun tunggu dulu, ada sesuatu yang mulai menarik perhatian Hara.

Ada semacam kotak kecil berwarna putih berbentuk persegi empat, mungkin kotak itu memiliki lebar sekitaran telapak tangan Hara. Penasaran dengan isinya membuat Hara tanpa berpikir panjang untuk meraih kotak itu.

" Di dalam lemari ini hanya ada kotak putih ini. " Hara hanya tak menyangka saja.

Jujur saja Hara merasa sangat bingung, selama ini ibunya selalu melarang dirinya untuk membuka lemari ini, dan ternyata setelah lemari ini dibuka hanya ada sebuah kotak putih ini yang ukurannya tak seberapa, dan tak ada barang lain apapun lagi di lemari ini.

" Apa isi di dalam kotak ini?, apakah sangat penting?. " pikir Hara.

Bersambung..........

❤❤❤❤❤

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!