Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah

Nadira menatap pintu besar di hadapannya—pintu menuju ruang CEO Mahendra Digital, atau lebih tepatnya, ruang kerja Rakha. Ia baru saja tiba di kantor ketika sekretaris Rakha memintanya langsung menuju ke sana.

Setelah beberapa saat terdiam, Nadira akhirnya mengangkat tangannya dan mengetuk pintu dengan perasaan yang sulit dijabarkan—campuran antara cemas, bingung, dan sedikit jengah.

“Masuk!” suara berat itu terdengar dari balik pintu.

Dengan napas tertahan, Nadira memutar kenop dan melangkah masuk. Tatapan tajam Rakha langsung menyambutnya dari balik meja, tempat ia duduk tenang di kursinya—namun sorot matanya berkata sebaliknya.

"Kemarilah," ucap Rakha, suaranya datar namun penuh kuasa.

Satu kata itu cukup membuat Nadira melangkah mendekat, entah karena keinginannya untuk menurut atau karena takut Rakha akan membuat keributan setelah melihat kemesraannya dengan Galendra. Ia berhenti di depan meja kerja Rakha, berusaha menjaga jarak aman.

"Lebih dekat dengan saya," titahnya, kali ini terdengar lebih tegas.

Nadira kembali melangkah, meskipun jantungnya berdetak tidak beraturan. Sesaat setelah ia cukup dekat, Rakha meraih pergelangan tangannya dan menariknya tanpa peringatan. Nadira terkejut, dan dalam sekejap tubuhnya sudah berada di pangkuan lelaki itu.

"Apa yang Anda lakukan?" tanya Nadira, berusaha memberontak dan bangkit, namun Rakha langsung memeluk pinggangnya dari belakang, mengunci pergerakannya dan tidak membiarkannya pergi.

"Pak Rakha..." ucap Nadira dengan suara bergetar.

"Berapa kali saya harus bilang? Panggil saya Rakha kalau kita hanya berdua," ujar lelaki itu, lalu mendekat dan mengendus aroma parfum yang dikenakan Nadira.

Nadira tercekat. Ia tidak menyangka Rakha berani melakukan hal seperti ini terhadapnya—di kantor pula.

“Pak Rakha... Jangan seperti ini. Bagaimana jika ada yang melihat kita dan salah paham?” tanyanya, masih berusaha melepaskan diri, meski rasanya percuma karena pelukan Rakha terlalu erat.

“Rakha, Nadira. Panggil saya Rakha,” ucap Rakha kembali mengoreksi cara Nadira memanggilnya.

“Kalau kamu tidak diam dan terus berontak, justru orang-orang akan curiga,” lanjutnya, membuat Nadira akhirnya berhenti meronta.

Nadira terpaksa membiarkan dirinya dalam pelukan Rakha, membiarkan lelaki itu memperlakukannya sesuka hati—daripada orang-orang berdatangan dan mengetahui hubungan yang tidak seharusnya ini.

“Nah, seperti ini baru bagus,” ujar Rakha sambil mengubah posisi Nadira dalam satu gerakan cepat. Kini Nadira duduk di pangkuannya, menghadap langsung ke arahnya—posisi yang sama seperti yang terjadi semalam.

Nadira hanya menunduk, berusaha menahan diri dari perlakuan Rakha yang semakin melampaui batas.

“Cium saya, Nadira,” ucap Rakha tiba-tiba.

Nadira langsung mendongak, matanya membelalak tak percaya. “Bapak bercanda?”

Namun Rakha tidak menjawab. Ia justru menarik tengkuk Nadira dan mencium bibir perempuan itu. Nadira mengatupkan mulut, mencoba menolak, tetapi Rakha tetap memaksanya—memaksakan kehendaknya atas tubuh yang bukan miliknya.

“Buka mulut kamu,” bisik Rakha, suaranya terdengar berat dan penuh penekanan.

Nadira terpaksa menurut. Ia membuka mulutnya, membiarkan Rakha melakukan apa yang diinginkannya—semata demi menjaga hubungan mereka agar tidak terbongkar kepada orang lain. Tanpa sadar, air matanya menetes. Ini bukan sesuatu yang ia inginkan, tetapi Rakha tampaknya tidak peduli.

Setelah merasa cukup melampiaskan niatnya—yang telah ia rancang sejak awal memerintahkan sekretarisnya memanggil Nadira—Rakha akhirnya menghentikan tindakannya. Ia menatap wajah Nadira dan dengan pelan menghapus air mata yang membasahi pipinya.

“Jangan menangis. Saya tidak suka melihat air matamu,” ucap Rakha, tanpa sepenuhnya menyadari bahwa penyebab tangis itu adalah dirinya sendiri.

Nadira tidak menggubris dan tetap menangis. Ia merasa sepenuhnya terjebak dalam pusaran perasaan yang rumit bersama anak dari atasannya sendiri.

“Nadira...” Rakha seketika panik. Bukan karena khawatir orang lain di luar mendengar tangisan itu, melainkan karena hatinya ikut nyeri melihat air mata Nadira.

“Saya minta maaf... Saya kelewatan,” ucapnya lirih. Permintaan maaf itu tulus, lahir dari lubuk hatinya yang paling dalam. Namun, obsesi Rakha untuk memiliki Nadira tidak surut sedikit pun.

“Ini salah, Rakha. Aku akan menikah dengan lelaki lain, dan kamu tahu itu,” ucap Nadira dengan suara terisak.

Rakha menggeleng pelan, tetapi mantap. Ia tidak akan membiarkan Nadira bersanding dengan lelaki lain. Ia melakukan semua ini bukan untuk merusak, tetapi karena ingin menjadikan Nadira sepenuhnya miliknya.

“Kamu tidak akan menikah dengan lelaki mana pun. Lelaki yang akan menikahimu itu aku,” ucap Rakha, penuh keyakinan.

“Kamu sadar apa yang kamu katakan?” tanya Nadira, menatap Rakha tepat di matanya. Ia tidak sadar telah memanggil Rakha dengan cara yang tak lagi formal. Sapaan ‘aku–kamu’ itu membuat mereka terdengar begitu akrab.

“Aku sadar, dan aku memang berniat menikahimu. Kita akan hidup bahagia bersama, memiliki anak—”

“Rakha!” Nadira menyela, menghentikan kalimat Rakha yang terasa seperti bualan baginya.

“Dengar baik-baik.” Nadira memegang wajah Rakha, memaksanya menatap langsung ke matanya. Posisi mereka masih sama—Nadira duduk di pangkuan Rakha, tubuhnya menghadap lelaki itu.

“Aku akan melupakan semuanya, semua yang sudah kamu lakukan. Tapi setelah ini, jangan pernah lakukan lagi, oke?” ucap Nadira dengan sorot mata serius.

Rakha membenci tatapan itu. Tatapan yang seolah menempatkannya sebagai adik yang melakukan kesalahan dan harus diarahkan agar kembali ke jalan yang benar.

“Kamu memiliki masa depan yang cerah, calon penerus perusahaan ini. Jangan lakukan hal seperti ini lagi, kepada siapa pun, kecuali kepada istrimu kelak,” lanjut Nadira dengan nada lembut, seolah menyampaikan secara tidak langsung bahwa setelah ini, mereka akan melanjutkan hidup masing-masing—sebagai orang asing.

Dan hal itu membuat Rakha tidak menyukainya sama sekali.

“Kamu pikir, masa depan seperti apa yang akan aku jalani jika tidak ada kamu di sana?” tanya Rakha dalam hati. Ia tidak mengatakannya langsung, hanya mengungkapkan dalam diam.

Ia tahu, Nadira memang memiliki hati yang sebaik dan selembut itu. Nadira selalu memaafkan kesalahan orang lain, bahkan tidak segan meminta maaf atas kesalahan yang bukan sepenuhnya tanggung jawabnya.

Nadira memiliki luka batin yang dalam, luka yang membuatnya merasa bahwa segala kesalahan di dunia ini adalah akibat dirinya. Rakha tahu itu, dan menerimanya dengan sepenuh hati.

Galendra? Belum tentu. Lelaki itu bahkan mungkin tidak benar-benar mengenal Nadira. Perkenalan mereka terlalu singkat—berawal dari Galendra yang menjadi pelanggan salah satu salon milik Mahendra Grup, kebetulan saat itu Nadira sedang berada di tempat yang sama.

Beberapa kali pertemuan dalam sesi perawatan, lalu Galendra melanjutkan pendidikan ke luar kota. Setelah lulus dan mapan, ia kembali dan tiba-tiba melamar Nadira—seolah hanya membutuhkan seorang istri untuk melengkapi rencana hidupnya.

“Baiklah, untuk sekarang kita anggap semua yang terjadi di antara kita sudah berakhir. Tapi keinginanku untuk memilikimu... itu tidak akan pernah benar-benar berakhir,” gumamnya dalam hati.

Terpopuler

Comments

Beerus

Beerus

Suka banget sama buku ini. Jangan lupa update terus ya!

2025-05-12

0

Susanti

Susanti

semangat

2025-05-16

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 — Satu Malam yang Mengubah Segalanya
2 Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan
3 Bab 3 — Kontrasepsi dan Konsekuensi
4 Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang
5 Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah
6 Bab 6 — Korban yang Meminta Maaf
7 Bab 7 — Antara Doa dan Rencana
8 Bab 8 — Air Mata di Balik Janji
9 Bab 9 — Dalam Pelukan yang Salah
10 Bab 10 — Bukan Tentang Cinta Saja
11 Bab 11 — Antara Dua Tangan
12 Bab 12 — Jeda di Antara Rasa
13 Bab 13 — Cinta yang Tak Terucap
14 Bab 14 — Menyambung yang Retak
15 Bab 15 — Skandal di Ambang Pintu
16 Bab 16 — Keputusan yang Membakar Jembatan
17 Bab 17 — Tempat untuk Hancur dengan Tenang
18 Bab 18 — Aku Masih Di Sini
19 Bab 19 — Dalam Diam yang Paling Nyaring
20 Bab 20 — Ketika Dunia Tidak Adil untuk Perempuan
21 Bab 21 — Kecemburuan yang Manja
22 Bab 22 — Sebelum Semua Terlambat
23 Bab 23 — Di Antara Dua Tangan yang Terulur
24 Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang
25 Bab 25 — Yang Sah dan Yang Salah
26 Bab 26 — Harga Diri yang Hilang, dan yang Takut Kehilangan
27 Bab 27 — Antara Tatap dan Peluk yang Menenangkan
28 Bab 28 — Di Antara Ranjang dan Rahasia
29 Bab 29 — Jejak yang Tertinggal
30 Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan
31 Bab 31 — Pilihanku, Untuk Kita
32 Bab 32 — Ketuk Pintu, Bukan Rahasia
33 Bab 33 — Ciuman yang Tertunda
34 Bab 34 — Dalam Pelukan yang Menenangkan
35 Bab 35 — Rahasia yang Dibagikan, Hangat yang Dijaga
36 Bab 36 — Jejak Cemburu di Antara Keramaian
37 Bab 37 — Suara Tangis di Apartemen Sunyi
38 Bab 38 — Bukan Tentang Galen, Tapi Tentang Kita
39 Bab 39 — Cinta yang Dipertahankan, Harapan yang Dipadamkan
40 Bab 40 — Yang Telah Memiliki dan Yang Kehilangan
41 Bab 41 — Cinta, Ranjang, dan Rasa Aman
42 Bab 42 — Perempuan yang Tak Mau Kalah
43 Bab 43 — Harga Sebuah Kebenaran
44 Bab 44 — Yang Terluka, Yang Menghilang, dan Yang Masih Menunggu
45 Bab 45 — Penebusan yang Berdarah
46 Bab 46 — Seratus Cambukan, Satu Pelukan
47 Bab 47 — Ketakutan yang Tak Terucap, Cinta yang Tak Terbantahkan
48 Bab 48 — Dalam Diam yang Telah Lama Mencinta
49 Bab 49 — Bukan Cinta yang Salah, Tapi Standar Mereka
50 Bab 50 — Bahagia yang Tidak Bisa Dijatuhkan
51 Bab 51 — Langkah Gila demi Cinta yang Tak Berbalas
52 Bab 52 — Di Ambang Harapan
53 Bab 53 — Di Antara Hidup dan Luka
54 Bab 54 — Kasih Sayang yang Terselip di Antara Luka
55 Bab 55 — Titik Balik Rasa Sakit
56 Bab 56 — Separuh Hidup yang Terluka
57 Bab 57 — Dalam Peluk dan Penyesalan
58 Bab 58 — Yang Sah dan yang Tertinggal
59 Bab 59 — Saat Hasrat Tak Sanggup Menyingkirkan Masa Lalu
60 Bab 60 — Suara yang Tak Seharusnya Didengar
61 Bab 61 — Dalam Diam yang Tak Lagi Sama
62 Bab 62 — Yang Masih Kupanggil ‘Anak Kita’
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Bab 1 — Satu Malam yang Mengubah Segalanya
2
Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan
3
Bab 3 — Kontrasepsi dan Konsekuensi
4
Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang
5
Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah
6
Bab 6 — Korban yang Meminta Maaf
7
Bab 7 — Antara Doa dan Rencana
8
Bab 8 — Air Mata di Balik Janji
9
Bab 9 — Dalam Pelukan yang Salah
10
Bab 10 — Bukan Tentang Cinta Saja
11
Bab 11 — Antara Dua Tangan
12
Bab 12 — Jeda di Antara Rasa
13
Bab 13 — Cinta yang Tak Terucap
14
Bab 14 — Menyambung yang Retak
15
Bab 15 — Skandal di Ambang Pintu
16
Bab 16 — Keputusan yang Membakar Jembatan
17
Bab 17 — Tempat untuk Hancur dengan Tenang
18
Bab 18 — Aku Masih Di Sini
19
Bab 19 — Dalam Diam yang Paling Nyaring
20
Bab 20 — Ketika Dunia Tidak Adil untuk Perempuan
21
Bab 21 — Kecemburuan yang Manja
22
Bab 22 — Sebelum Semua Terlambat
23
Bab 23 — Di Antara Dua Tangan yang Terulur
24
Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang
25
Bab 25 — Yang Sah dan Yang Salah
26
Bab 26 — Harga Diri yang Hilang, dan yang Takut Kehilangan
27
Bab 27 — Antara Tatap dan Peluk yang Menenangkan
28
Bab 28 — Di Antara Ranjang dan Rahasia
29
Bab 29 — Jejak yang Tertinggal
30
Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan
31
Bab 31 — Pilihanku, Untuk Kita
32
Bab 32 — Ketuk Pintu, Bukan Rahasia
33
Bab 33 — Ciuman yang Tertunda
34
Bab 34 — Dalam Pelukan yang Menenangkan
35
Bab 35 — Rahasia yang Dibagikan, Hangat yang Dijaga
36
Bab 36 — Jejak Cemburu di Antara Keramaian
37
Bab 37 — Suara Tangis di Apartemen Sunyi
38
Bab 38 — Bukan Tentang Galen, Tapi Tentang Kita
39
Bab 39 — Cinta yang Dipertahankan, Harapan yang Dipadamkan
40
Bab 40 — Yang Telah Memiliki dan Yang Kehilangan
41
Bab 41 — Cinta, Ranjang, dan Rasa Aman
42
Bab 42 — Perempuan yang Tak Mau Kalah
43
Bab 43 — Harga Sebuah Kebenaran
44
Bab 44 — Yang Terluka, Yang Menghilang, dan Yang Masih Menunggu
45
Bab 45 — Penebusan yang Berdarah
46
Bab 46 — Seratus Cambukan, Satu Pelukan
47
Bab 47 — Ketakutan yang Tak Terucap, Cinta yang Tak Terbantahkan
48
Bab 48 — Dalam Diam yang Telah Lama Mencinta
49
Bab 49 — Bukan Cinta yang Salah, Tapi Standar Mereka
50
Bab 50 — Bahagia yang Tidak Bisa Dijatuhkan
51
Bab 51 — Langkah Gila demi Cinta yang Tak Berbalas
52
Bab 52 — Di Ambang Harapan
53
Bab 53 — Di Antara Hidup dan Luka
54
Bab 54 — Kasih Sayang yang Terselip di Antara Luka
55
Bab 55 — Titik Balik Rasa Sakit
56
Bab 56 — Separuh Hidup yang Terluka
57
Bab 57 — Dalam Peluk dan Penyesalan
58
Bab 58 — Yang Sah dan yang Tertinggal
59
Bab 59 — Saat Hasrat Tak Sanggup Menyingkirkan Masa Lalu
60
Bab 60 — Suara yang Tak Seharusnya Didengar
61
Bab 61 — Dalam Diam yang Tak Lagi Sama
62
Bab 62 — Yang Masih Kupanggil ‘Anak Kita’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!