Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan

Nadira menatap bayangan dirinya di cermin. Keadaannya saat ini sungguh tidak baik—mata sembap, rambut masih basah dan kusut. Ia telah mengguyur seluruh tubuhnya dengan air, mandi menggunakan sabun, tetapi rasa kotor itu belum juga hilang.

"Kamu milik saya, Nadira."

Nadira memejamkan mata saat suara itu kembali terngiang di telinganya. Ia telah mengingat hampir segalanya—bahwa dirinya tidak hanya duduk di pangkuan Rakha dan berciuman dengannya. Mereka telah melakukan sesuatu yang jauh lebih dari itu.

Ia kemudian berbalik, menatap ke arah ranjang dengan sorot mata kosong. Di sana ada darahnya—jejak yang menjelaskan bahwa dirinya telah kehilangan keperawanan karena Rakha.

"Seharusnya aku menjaga jarak dari Rakha sejak dulu," gumamnya, menyesal karena telah membiarkan dirinya terlalu dekat dengan lelaki itu.

Ting!

Suara notifikasi pesan masuk mengalihkan perhatiannya. Perlahan, dengan tubuh yang seakan kehilangan semangat untuk hidup, ia melangkah menuju meja nakas tempatnya menyimpan ponsel.

Sesampainya di sana, ia mengambil ponsel tersebut. Satu pesan baru telah masuk—dari Galendra, calon suaminya.

Galen 🤍:

Nanti siang aku ke kantor kamu ya, kita makan siang bareng.

Nadira menatap layar ponsel itu lama, tanpa membalas. Ia tidak yakin akan pergi ke kantor hari ini. Ia pun tidak yakin apakah dirinya masih pantas untuk tetap bersama Galendra, ataupun melanjutkan rencana pernikahan mereka.

Ting!

Pesan lainnya muncul. Kali ini bukan dari Galendra, melainkan dari Mahendra, bosnya. Nadira membaca pesan itu tanpa lebih dulu membalas pesan dari Galendra.

Pak Mahendra:

Orang yang akan menggantikan kamu akan masuk hari ini. Tolong ajari dia sampai siap agar bisa menggantikanmu setelah kamu keluar nanti.

Pesan itu seakan mendorongnya untuk tetap masuk kerja. Ia memang berniat mengundurkan diri dari pekerjaannya setelah menikah, dan orang baru yang dimaksud adalah pengganti yang akan mengambil alih seluruh tugasnya.

Rencananya, ia ingin menjadi istri sepenuhnya bagi Galendra—melayani dan menyiapkan segala keperluan Galendra setelah mereka menikah nanti. Namun kini, ia merasa dirinya tidak lagi pantas untuk itu.

Nadira menghela napas panjang, lalu membalas kedua pesan itu satu per satu. Hanya satu kata yang ia ketik sebagai jawaban: iya. Setelah itu, ia mulai bersiap untuk pergi ke kantor.

“Kamu harus bisa menghadapi ini semua,” itulah yang bisa Nadira katakan kepada dirinya saat ini.

***

Mobil Mazda 2 berwarna Air Stream Blue milik Nadira berhenti di parkiran DevaSpace HQ, gedung pusat Mahendra Grup. Sebelum turun, Nadira bercermin pada spion mobilnya, memastikan matanya tidak terlalu sembap dan mencurigakan di mata rekan-rekannya di kantor.

“Seharusnya tidak akan ada yang sadar aku habis menangis,” gumamnya setelah memastikan matanya tidak terlalu merah atau sembap.

Ia telah mengompres matanya dengan es batu sebelum berangkat ke kantor. Ia memang tidak suka jika orang-orang mulai bertanya, “Ada apa?” atau “Kamu baik-baik saja?”

“Oke, Nadira. Kamu harus profesional. Sekarang kamu ada di kantor,” ucapnya pada diri sendiri, sebelum akhirnya turun dari mobil.

Namun, seakan semesta sengaja mengujinya—juga sikap profesionalnya—mobil yang sudah sangat familiar terparkir di dekat mobilnya. Mobil Rakha.

Nadira ingin sekali berlari dari sana sebelum Rakha keluar dari mobil, tetapi sayangnya, lelaki itu lebih dulu keluar... dan bahkan menyapanya.

“Selamat pagi, Nadira.”

Kata-kata yang sama seperti pagi tadi menyapanya kembali, membuat Nadira yang sudah bersiap pergi, terpaksa menghentikan langkah.

Nadira berbalik, berpura-pura tersenyum dan bersikap ramah. Ia membalas sapaan itu, “Pagi, Pak,” ucapnya singkat.

Awalnya, ia hanya berniat membalas sapaan itu sebagai bentuk profesionalitas di area kantor, lalu segera pergi setelahnya. Namun, Rakha menghentikannya—menahan pergelangan tangannya dengan lembut.

“Jangan menghindar. Saya tidak suka,” ucap Rakha sambil menarik pelan tangan Nadira agar berbalik menghadapnya.

“Soal tadi malam… saya akan bertanggung jawab,” lanjutnya, seakan ingin menambah beban dalam hidup Nadira.

Nadira menatap Rakha tajam. Ia tidak menyangka, anak remaja yang dulu pernah meringis saat ia membantunya mengobati luka, kini justru menjadi orang yang memberinya luka dan penghinaan yang begitu besar.

“Tidak perlu,” ucap Nadira dingin, lalu menepis tangan Rakha yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Ia tidak membutuhkan tanggung jawab Rakha, karena lelaki yang ingin ia nikahi sampai detik ini hanyalah Galendra.

“Jangan mengungkit soal tadi malam. Anggap saja itu tidak pernah terjadi,” ucap Nadira sebelum melangkah pergi, meninggalkan Rakha.

Ia ingin melupakan semuanya—bahwa dirinya telah kehilangan kehormatan karena Rakha. Dan jika memungkinkan, ia tetap ingin menjalani hidup sebagai istri dan ibu dari anak-anak Galendra.

Rakha mengepalkan tangan, menatap punggung Nadira yang semakin menjauh. Ia bertindak sejauh ini bukan untuk dilupakan. Ia ingin Nadira membatalkan pernikahannya, dan itulah yang akan terjadi.

“Kamu pikir saya akan menyerah begitu saja? Tidak akan!” gumamnya dengan wajah penuh emosi.

***

Di lantai 15 DevaSpace HQ, lantai tempat para eksekutif Mahendra Grup bekerja, Rakha sengaja berpura-pura pergi ke ruang ayahnya hanya untuk melihat Nadira, yang ruangannya berada tepat di sampingnya.

Namun, Nadira tidak ada di tempat. Padahal, Rakha jelas-jelas melihat Nadira lebih dulu menuju lantai atas.

"Ke mana dia?" gumamnya.

Saat ia hendak berjalan ke ruang ayahnya, matanya menangkap sosok Nadira di ruangan lain, bersama seorang lelaki yang tidak dikenalnya.

"Siapa dia? Karyawan baru?" tanyanya dalam hati, sambil memperhatikan interaksi antara Nadira dan lelaki itu—seseorang yang baru ia lihat hari ini.

Nadira dan lelaki itu tampak sangat akrab, seperti dua orang yang sudah saling mengenal lama dan baru saja dipertemukan kembali. Dan Rakha tidak menyukai itu.

Dengan perlahan namun pasti, Rakha melangkah menuju ruangan itu, lalu masuk begitu saja tanpa permisi. Ia adalah calon pewaris perusahaan, merasa berhak memasuki ruangan mana pun tanpa harus meminta izin. Terlebih lagi, ruangan itu kini dihuni oleh lelaki yang berani bersikap terlalu dekat dengan wanitanya.

“Sedang membahas apa? Sepertinya seru sekali,” ucap Rakha sambil berjalan mendekat ke arah Nadira dan lelaki yang ia yakini sebagai karyawan baru.

Nadira dan lelaki itu sontak menoleh dengan gerakan cepat. Keduanya tampak terkejut oleh kehadiran Rakha, terutama Nadira.

“Selamat pagi, Pak Rakha. Saya sedang menjelaskan kepada karyawan yang akan menggantikan saya mengenai hal-hal yang perlu dikerjakannya,” jawab Nadira dengan nada profesional. Ia berusaha tetap tenang, meski sebenarnya merasa terganggu dengan sikap Rakha kali ini.

Saat Nadira hendak memperkenalkan Rakha kepada karyawan baru, begitu pula sebaliknya, Rakha lebih dulu menyelanya dan meminta Nadira mengikutinya.

"Ada yang perlu saya bicarakan dengan kamu, Nadira. Tolong ikuti saya," ucap Rakha tanpa menunjukkan ketertarikan sedikit pun terhadap karyawan baru tersebut.

Dalam hati, Nadira ingin sekali memaki Rakha, tetapi ia berusaha menahannya.

Episodes
1 Bab 1 — Satu Malam yang Mengubah Segalanya
2 Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan
3 Bab 3 — Kontrasepsi dan Konsekuensi
4 Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang
5 Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah
6 Bab 6 — Korban yang Meminta Maaf
7 Bab 7 — Antara Doa dan Rencana
8 Bab 8 — Air Mata di Balik Janji
9 Bab 9 — Dalam Pelukan yang Salah
10 Bab 10 — Bukan Tentang Cinta Saja
11 Bab 11 — Antara Dua Tangan
12 Bab 12 — Jeda di Antara Rasa
13 Bab 13 — Cinta yang Tak Terucap
14 Bab 14 — Menyambung yang Retak
15 Bab 15 — Skandal di Ambang Pintu
16 Bab 16 — Keputusan yang Membakar Jembatan
17 Bab 17 — Tempat untuk Hancur dengan Tenang
18 Bab 18 — Aku Masih Di Sini
19 Bab 19 — Dalam Diam yang Paling Nyaring
20 Bab 20 — Ketika Dunia Tidak Adil untuk Perempuan
21 Bab 21 — Kecemburuan yang Manja
22 Bab 22 — Sebelum Semua Terlambat
23 Bab 23 — Di Antara Dua Tangan yang Terulur
24 Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang
25 Bab 25 — Yang Sah dan Yang Salah
26 Bab 26 — Harga Diri yang Hilang, dan yang Takut Kehilangan
27 Bab 27 — Antara Tatap dan Peluk yang Menenangkan
28 Bab 28 — Di Antara Ranjang dan Rahasia
29 Bab 29 — Jejak yang Tertinggal
30 Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan
31 Bab 31 — Pilihanku, Untuk Kita
32 Bab 32 — Ketuk Pintu, Bukan Rahasia
33 Bab 33 — Ciuman yang Tertunda
34 Bab 34 — Dalam Pelukan yang Menenangkan
35 Bab 35 — Rahasia yang Dibagikan, Hangat yang Dijaga
36 Bab 36 — Jejak Cemburu di Antara Keramaian
37 Bab 37 — Suara Tangis di Apartemen Sunyi
38 Bab 38 — Bukan Tentang Galen, Tapi Tentang Kita
39 Bab 39 — Cinta yang Dipertahankan, Harapan yang Dipadamkan
40 Bab 40 — Yang Telah Memiliki dan Yang Kehilangan
41 Bab 41 — Cinta, Ranjang, dan Rasa Aman
42 Bab 42 — Perempuan yang Tak Mau Kalah
43 Bab 43 — Harga Sebuah Kebenaran
44 Bab 44 — Yang Terluka, Yang Menghilang, dan Yang Masih Menunggu
45 Bab 45 — Penebusan yang Berdarah
46 Bab 46 — Seratus Cambukan, Satu Pelukan
47 Bab 47 — Ketakutan yang Tak Terucap, Cinta yang Tak Terbantahkan
48 Bab 48 — Dalam Diam yang Telah Lama Mencinta
49 Bab 49 — Bukan Cinta yang Salah, Tapi Standar Mereka
50 Bab 50 — Bahagia yang Tidak Bisa Dijatuhkan
51 Bab 51 — Langkah Gila demi Cinta yang Tak Berbalas
52 Bab 52 — Di Ambang Harapan
53 Bab 53 — Di Antara Hidup dan Luka
54 Bab 54 — Kasih Sayang yang Terselip di Antara Luka
55 Bab 55 — Titik Balik Rasa Sakit
56 Bab 56 — Separuh Hidup yang Terluka
57 Bab 57 — Dalam Peluk dan Penyesalan
58 Bab 58 — Yang Sah dan yang Tertinggal
59 Bab 59 — Saat Hasrat Tak Sanggup Menyingkirkan Masa Lalu
60 Bab 60 — Suara yang Tak Seharusnya Didengar
61 Bab 61 — Dalam Diam yang Tak Lagi Sama
62 Bab 62 — Yang Masih Kupanggil ‘Anak Kita’
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Bab 1 — Satu Malam yang Mengubah Segalanya
2
Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan
3
Bab 3 — Kontrasepsi dan Konsekuensi
4
Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang
5
Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah
6
Bab 6 — Korban yang Meminta Maaf
7
Bab 7 — Antara Doa dan Rencana
8
Bab 8 — Air Mata di Balik Janji
9
Bab 9 — Dalam Pelukan yang Salah
10
Bab 10 — Bukan Tentang Cinta Saja
11
Bab 11 — Antara Dua Tangan
12
Bab 12 — Jeda di Antara Rasa
13
Bab 13 — Cinta yang Tak Terucap
14
Bab 14 — Menyambung yang Retak
15
Bab 15 — Skandal di Ambang Pintu
16
Bab 16 — Keputusan yang Membakar Jembatan
17
Bab 17 — Tempat untuk Hancur dengan Tenang
18
Bab 18 — Aku Masih Di Sini
19
Bab 19 — Dalam Diam yang Paling Nyaring
20
Bab 20 — Ketika Dunia Tidak Adil untuk Perempuan
21
Bab 21 — Kecemburuan yang Manja
22
Bab 22 — Sebelum Semua Terlambat
23
Bab 23 — Di Antara Dua Tangan yang Terulur
24
Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang
25
Bab 25 — Yang Sah dan Yang Salah
26
Bab 26 — Harga Diri yang Hilang, dan yang Takut Kehilangan
27
Bab 27 — Antara Tatap dan Peluk yang Menenangkan
28
Bab 28 — Di Antara Ranjang dan Rahasia
29
Bab 29 — Jejak yang Tertinggal
30
Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan
31
Bab 31 — Pilihanku, Untuk Kita
32
Bab 32 — Ketuk Pintu, Bukan Rahasia
33
Bab 33 — Ciuman yang Tertunda
34
Bab 34 — Dalam Pelukan yang Menenangkan
35
Bab 35 — Rahasia yang Dibagikan, Hangat yang Dijaga
36
Bab 36 — Jejak Cemburu di Antara Keramaian
37
Bab 37 — Suara Tangis di Apartemen Sunyi
38
Bab 38 — Bukan Tentang Galen, Tapi Tentang Kita
39
Bab 39 — Cinta yang Dipertahankan, Harapan yang Dipadamkan
40
Bab 40 — Yang Telah Memiliki dan Yang Kehilangan
41
Bab 41 — Cinta, Ranjang, dan Rasa Aman
42
Bab 42 — Perempuan yang Tak Mau Kalah
43
Bab 43 — Harga Sebuah Kebenaran
44
Bab 44 — Yang Terluka, Yang Menghilang, dan Yang Masih Menunggu
45
Bab 45 — Penebusan yang Berdarah
46
Bab 46 — Seratus Cambukan, Satu Pelukan
47
Bab 47 — Ketakutan yang Tak Terucap, Cinta yang Tak Terbantahkan
48
Bab 48 — Dalam Diam yang Telah Lama Mencinta
49
Bab 49 — Bukan Cinta yang Salah, Tapi Standar Mereka
50
Bab 50 — Bahagia yang Tidak Bisa Dijatuhkan
51
Bab 51 — Langkah Gila demi Cinta yang Tak Berbalas
52
Bab 52 — Di Ambang Harapan
53
Bab 53 — Di Antara Hidup dan Luka
54
Bab 54 — Kasih Sayang yang Terselip di Antara Luka
55
Bab 55 — Titik Balik Rasa Sakit
56
Bab 56 — Separuh Hidup yang Terluka
57
Bab 57 — Dalam Peluk dan Penyesalan
58
Bab 58 — Yang Sah dan yang Tertinggal
59
Bab 59 — Saat Hasrat Tak Sanggup Menyingkirkan Masa Lalu
60
Bab 60 — Suara yang Tak Seharusnya Didengar
61
Bab 61 — Dalam Diam yang Tak Lagi Sama
62
Bab 62 — Yang Masih Kupanggil ‘Anak Kita’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!