Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang

Nadira tidak bisa merasa tenang sedikit pun selama makan siang bersama Galendra. Bukan karena rasa bersalah telah mengkhianati calon suaminya, melainkan karena kehadiran Rakha yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Rakha mengikuti Nadira, dan kini tatapannya pada perempuan itu begitu tajam.

“Kenapa, hey?” tanya Galendra saat melihat kegelisahan di wajah Nadira. Dengan lembut, ia menyentuh pipi Nadira, berharap sentuhan itu bisa menenangkannya.

Bukannya merasa tenang, Nadira justru semakin gelisah. Ia takut Rakha nekat menghampiri meja mereka. Ia tahu dan sadar bahwa apa yang terjadi antara dirinya dan Rakha adalah buah dari kenekatan lelaki itu. Nadira ingat betul, ada sesuatu dalam minuman yang Rakha berikan padanya waktu itu—sesuatu yang membuat kesadarannya kabur dan tubuhnya tidak mampu menolak disentuh.

“Nadira…” Galendra memanggil nama Nadira dengan lembut, lalu membimbing wajahnya agar menatap ke arahnya.

“Kamu melihat apa, hm? Kenapa kamu terlihat panik dan ketakutan seperti itu?” tanyanya seraya merapikan helaian rambut Nadira yang sedikit menutupi wajahnya.

Nadira menahan tangan Galendra yang berada di wajahnya, bukan sebagai penolakan, melainkan sebagai seseorang yang membutuhkan perlindungan dari orang yang mungkin berniat jahat terhadap hubungan mereka.

“Aku baik-baik saja,” ucap Nadira, berusaha menenangkan Galendra sekaligus dirinya sendiri. Ia kemudian menurunkan tangan itu perlahan dan menggenggamnya di atas meja.

“Maaf, aku hanya kurang tidur tadi malam,” ujar Nadira, mencoba memberi alasan yang masuk akal dan berusaha agar tetap terlihat tenang di depan Galendra. Ia tidak ingin membuat calon suaminya khawatir.

“Syukurlah kalau kamu baik-baik saja,” ucap Galendra lega, lalu membalas genggaman tangan Nadira.

Hal kecil itu cukup untuk membuat Rakha mengepalkan tangannya, lalu menyesap minumannya dengan rakus, seolah sedang dilanda kehausan hebat.

Rakha bangkit dari tempat duduknya setelah menghabiskan minumannya. Ia memutuskan untuk kembali ke kantor daripada harus terus menyaksikan kemesraan Nadira dengan Galendra.

“Kita lihat sejauh mana kamu bisa mempertahankan hubungan kalian,” gumamnya dalam hati sebelum benar-benar pergi dari restoran tempat mereka makan—yang letaknya tidak jauh dari DevaSpace HQ.

Nadira yang melihat Rakha pergi akhirnya bisa bernapas lega. Setidaknya, untuk sementara waktu, ia merasa aman dari lelaki yang berkemungkinan membuka tabir malam yang tidak pernah ia inginkan terjadi.

“Aku masih tidak mengerti maksud semua ini, Rakha,” batinnya.

Galendra, yang menyadari helaan napas lega Nadira, mengikuti arah tatapan perempuan itu. Namun, tidak ada yang terlihat mencurigakan, sehingga ia memilih tetap mempercayai Nadira—mengira perubahan sikap Nadira hari ini semata karena kekurangan tidur.

***

Di dalam mobil, Rakha memejamkan mata. Ingatan tentang malam tadi masih begitu jelas di benaknya. Saat tubuh mereka menyatu, tangan Nadira menjambak rambutnya dan mencakar punggungnya—semuanya terasa masih membekas, seolah baru saja terjadi.

“Aku lebih menyukai kamu saat berada di bawah kendaliku, daripada kamu yang hanya bisa dikendalikan oleh urusan pekerjaan dan ayahku,” gumamnya pelan, suaranya mengandung kepuasan sekaligus obsesi yang belum tuntas.

“Rakha... Sakit...” Ringisan manis itu masih terngiang di telinganya, membuat bibirnya tertarik membentuk senyum. Ada rasa bangga dan puas dalam dirinya karena ia menjadi yang pertama melakukan hal itu bersama Nadira.

Namun, senyuman itu seketika luntur ketika bayangan lain muncul—saat tangan Nadira menggenggam tangan Galendra, dan Galendra membalasnya dengan hangat. Matanya langsung terbuka, seolah baru tersadar dari mimpi yang terlalu indah untuk menjadi nyata.

“Oke, baiklah. Kamu hanya sedang kabur dari kenyataan sekarang,” gumamnya, lalu menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraannya pergi dari sana.

Saat mobil Rakha baru tiba di depan DevaSpace HQ, tanpa sengaja matanya menangkap adik laki-laki Nadira yang tampak kebingungan di luar gedung.

"Sedang apa adik Nadira di sini? Apa dia tidak tahu Nadira sedang berada di luar?" tanyanya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, ia pun keluar dari mobil dan menghampiri Dika.

“Mencari Nadira?” tanya Rakha to the point begitu berdiri di hadapan Dika.

Ia mengenal semua anggota keluarga Nadira—ayah, ibu, bahkan adik laki-lakinya ini. Namun, keluarga Nadira mungkin belum mengenalnya, karena mereka memang belum pernah berkenalan langsung.

“Iya,” jawab Dika. Ada keraguan di wajahnya saat menjawab pertanyaan Rakha, yang membuat Rakha segera memperkenalkan diri.

“Saya Rakha Mahendra, putra dari pemilik perusahaan tempat Nadira bekerja,” ucap Rakha seraya mengulurkan tangan untuk mengajak Dika berkenalan. Ketika tangan itu disambut oleh Dika, Rakha melanjutkan kalimatnya dalam hati.

“Calon kakak iparmu,” gumamnya dalam hati. Ingin rasanya ia mengucapkan itu langsung, tetapi belum saatnya. Ia masih perlu membuat Nadira mengakhiri pertunangannya dengan Galendra.

“Saya Dika, adik Kak Nadira,” ucap Dika, membalas jabatan tangan Rakha. Hanya sesaat, namun cukup untuk membuat Rakha membayangkan dirinya menjabat tangan keluarga Nadira—atau mungkin tangan ayah Nadira—di depan pelaminan.

"Senang bertemu denganmu, Dika. Kebetulan sekali, kakakmu sekarang sedang berada di luar," ucap Rakha setelah jabatan tangan mereka berakhir.

"Di luar? Di mana?" tanya Dika, tampak seperti memiliki urusan penting yang mengharuskannya bertemu Nadira saat itu juga.

"Di restoran tidak jauh dari sini, sedang istirahat makan siang," jawab Rakha seadanya.

Dika mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu saya permisi," ucapnya sambil memberi isyarat pamit.

Rakha tidak mencegah atau bertanya lebih lanjut kepada Dika. Ia tahu hubungan Nadira dengan adiknya tidak begitu dekat. Pernah, secara tidak sengaja, Rakha mendengar Nadira berbicara kepada salah satu rekan kerjanya, mengungkapkan rasa iri karena sang adik kerap diutamakan oleh orang tua mereka, sementara dirinya seolah selalu menjadi pilihan kedua.

Ia tidak memiliki kebencian terhadap keluarga Nadira, tetapi sebagai seseorang yang menyayangi dan peduli pada Nadira, ia tidak ingin Nadira terus disusahkan dan merasa dirinya tidak berharga. Sebab bagi Rakha, Nadira sangat berharga. Meski usahanya untuk mendapatkan Nadira keliru, perasaannya tetap tulus.

"Semoga saja kamu sudah dalam perjalanan ke sini saat dia datang," gumamnya sambil menatap kepergian Dika.

Orang tua Nadira salah karena pilih kasih, tetapi Dika pun sama saja. Ia adalah sosok yang egois—sering diutamakan oleh orang tuanya, tetapi tetap saja sangat menyusahkan.

Ia bisa bersikap ramah tadi semata-mata karena Dika adalah adik dari perempuan yang ia sayangi—bukan karena ia ingin menjalin hubungan akrab dengannya.

"Sekarang lebih baik aku masuk dan menunggu untuk memberi wanita nakal itu hukuman," gumamnya lagi, lalu berjalan memasuki gedung. Sebelumnya, ia sempat menitipkan kunci mobil kepada petugas keamanan agar mobilnya diparkirkan.

Ia merasa kasihan dan berempati terhadap kehidupan Nadira bersama keluarganya, tetapi ia tidak berniat melepaskan perempuan itu begitu saja. Justru menurutnya, mereka harus bersama agar Nadira bisa merasakan kebahagiaan sepenuhnya—bersama dirinya.

Episodes
1 Bab 1 — Satu Malam yang Mengubah Segalanya
2 Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan
3 Bab 3 — Kontrasepsi dan Konsekuensi
4 Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang
5 Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah
6 Bab 6 — Korban yang Meminta Maaf
7 Bab 7 — Antara Doa dan Rencana
8 Bab 8 — Air Mata di Balik Janji
9 Bab 9 — Dalam Pelukan yang Salah
10 Bab 10 — Bukan Tentang Cinta Saja
11 Bab 11 — Antara Dua Tangan
12 Bab 12 — Jeda di Antara Rasa
13 Bab 13 — Cinta yang Tak Terucap
14 Bab 14 — Menyambung yang Retak
15 Bab 15 — Skandal di Ambang Pintu
16 Bab 16 — Keputusan yang Membakar Jembatan
17 Bab 17 — Tempat untuk Hancur dengan Tenang
18 Bab 18 — Aku Masih Di Sini
19 Bab 19 — Dalam Diam yang Paling Nyaring
20 Bab 20 — Ketika Dunia Tidak Adil untuk Perempuan
21 Bab 21 — Kecemburuan yang Manja
22 Bab 22 — Sebelum Semua Terlambat
23 Bab 23 — Di Antara Dua Tangan yang Terulur
24 Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang
25 Bab 25 — Yang Sah dan Yang Salah
26 Bab 26 — Harga Diri yang Hilang, dan yang Takut Kehilangan
27 Bab 27 — Antara Tatap dan Peluk yang Menenangkan
28 Bab 28 — Di Antara Ranjang dan Rahasia
29 Bab 29 — Jejak yang Tertinggal
30 Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan
31 Bab 31 — Pilihanku, Untuk Kita
32 Bab 32 — Ketuk Pintu, Bukan Rahasia
33 Bab 33 — Ciuman yang Tertunda
34 Bab 34 — Dalam Pelukan yang Menenangkan
35 Bab 35 — Rahasia yang Dibagikan, Hangat yang Dijaga
36 Bab 36 — Jejak Cemburu di Antara Keramaian
37 Bab 37 — Suara Tangis di Apartemen Sunyi
38 Bab 38 — Bukan Tentang Galen, Tapi Tentang Kita
39 Bab 39 — Cinta yang Dipertahankan, Harapan yang Dipadamkan
40 Bab 40 — Yang Telah Memiliki dan Yang Kehilangan
41 Bab 41 — Cinta, Ranjang, dan Rasa Aman
42 Bab 42 — Perempuan yang Tak Mau Kalah
43 Bab 43 — Harga Sebuah Kebenaran
44 Bab 44 — Yang Terluka, Yang Menghilang, dan Yang Masih Menunggu
45 Bab 45 — Penebusan yang Berdarah
46 Bab 46 — Seratus Cambukan, Satu Pelukan
47 Bab 47 — Ketakutan yang Tak Terucap, Cinta yang Tak Terbantahkan
48 Bab 48 — Dalam Diam yang Telah Lama Mencinta
49 Bab 49 — Bukan Cinta yang Salah, Tapi Standar Mereka
50 Bab 50 — Bahagia yang Tidak Bisa Dijatuhkan
51 Bab 51 — Langkah Gila demi Cinta yang Tak Berbalas
52 Bab 52 — Di Ambang Harapan
53 Bab 53 — Di Antara Hidup dan Luka
54 Bab 54 — Kasih Sayang yang Terselip di Antara Luka
55 Bab 55 — Titik Balik Rasa Sakit
56 Bab 56 — Separuh Hidup yang Terluka
57 Bab 57 — Dalam Peluk dan Penyesalan
58 Bab 58 — Yang Sah dan yang Tertinggal
59 Bab 59 — Saat Hasrat Tak Sanggup Menyingkirkan Masa Lalu
60 Bab 60 — Suara yang Tak Seharusnya Didengar
61 Bab 61 — Dalam Diam yang Tak Lagi Sama
62 Bab 62 — Yang Masih Kupanggil ‘Anak Kita’
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Bab 1 — Satu Malam yang Mengubah Segalanya
2
Bab 2 — Tanggung Jawab yang Tak Diinginkan
3
Bab 3 — Kontrasepsi dan Konsekuensi
4
Bab 4 — Bayang-Bayang di Waktu Makan Siang
5
Bab 5 — Dalam Pelukan yang Salah
6
Bab 6 — Korban yang Meminta Maaf
7
Bab 7 — Antara Doa dan Rencana
8
Bab 8 — Air Mata di Balik Janji
9
Bab 9 — Dalam Pelukan yang Salah
10
Bab 10 — Bukan Tentang Cinta Saja
11
Bab 11 — Antara Dua Tangan
12
Bab 12 — Jeda di Antara Rasa
13
Bab 13 — Cinta yang Tak Terucap
14
Bab 14 — Menyambung yang Retak
15
Bab 15 — Skandal di Ambang Pintu
16
Bab 16 — Keputusan yang Membakar Jembatan
17
Bab 17 — Tempat untuk Hancur dengan Tenang
18
Bab 18 — Aku Masih Di Sini
19
Bab 19 — Dalam Diam yang Paling Nyaring
20
Bab 20 — Ketika Dunia Tidak Adil untuk Perempuan
21
Bab 21 — Kecemburuan yang Manja
22
Bab 22 — Sebelum Semua Terlambat
23
Bab 23 — Di Antara Dua Tangan yang Terulur
24
Bab 24 — Ciuman yang Menentukan Arah Pulang
25
Bab 25 — Yang Sah dan Yang Salah
26
Bab 26 — Harga Diri yang Hilang, dan yang Takut Kehilangan
27
Bab 27 — Antara Tatap dan Peluk yang Menenangkan
28
Bab 28 — Di Antara Ranjang dan Rahasia
29
Bab 29 — Jejak yang Tertinggal
30
Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan
31
Bab 31 — Pilihanku, Untuk Kita
32
Bab 32 — Ketuk Pintu, Bukan Rahasia
33
Bab 33 — Ciuman yang Tertunda
34
Bab 34 — Dalam Pelukan yang Menenangkan
35
Bab 35 — Rahasia yang Dibagikan, Hangat yang Dijaga
36
Bab 36 — Jejak Cemburu di Antara Keramaian
37
Bab 37 — Suara Tangis di Apartemen Sunyi
38
Bab 38 — Bukan Tentang Galen, Tapi Tentang Kita
39
Bab 39 — Cinta yang Dipertahankan, Harapan yang Dipadamkan
40
Bab 40 — Yang Telah Memiliki dan Yang Kehilangan
41
Bab 41 — Cinta, Ranjang, dan Rasa Aman
42
Bab 42 — Perempuan yang Tak Mau Kalah
43
Bab 43 — Harga Sebuah Kebenaran
44
Bab 44 — Yang Terluka, Yang Menghilang, dan Yang Masih Menunggu
45
Bab 45 — Penebusan yang Berdarah
46
Bab 46 — Seratus Cambukan, Satu Pelukan
47
Bab 47 — Ketakutan yang Tak Terucap, Cinta yang Tak Terbantahkan
48
Bab 48 — Dalam Diam yang Telah Lama Mencinta
49
Bab 49 — Bukan Cinta yang Salah, Tapi Standar Mereka
50
Bab 50 — Bahagia yang Tidak Bisa Dijatuhkan
51
Bab 51 — Langkah Gila demi Cinta yang Tak Berbalas
52
Bab 52 — Di Ambang Harapan
53
Bab 53 — Di Antara Hidup dan Luka
54
Bab 54 — Kasih Sayang yang Terselip di Antara Luka
55
Bab 55 — Titik Balik Rasa Sakit
56
Bab 56 — Separuh Hidup yang Terluka
57
Bab 57 — Dalam Peluk dan Penyesalan
58
Bab 58 — Yang Sah dan yang Tertinggal
59
Bab 59 — Saat Hasrat Tak Sanggup Menyingkirkan Masa Lalu
60
Bab 60 — Suara yang Tak Seharusnya Didengar
61
Bab 61 — Dalam Diam yang Tak Lagi Sama
62
Bab 62 — Yang Masih Kupanggil ‘Anak Kita’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!