02

siang ini, Alana sudah siap untuk melamar kerja diperusahaan pusat milik 'orang' yang menjadi target misinya saat ini. perusahaan PINNACLE INDUSTRIES, yang memiliki pusat di luar negara dan beberapa perusahaan cabang yang besar dalam negeri. berita kepulangan 'orang' itu hanya jelas waktunya nya saja, mereka belum tau dimana 'orang' itu akan tinggal selama di dalam negara, jadi mereka berpisah untuk menunggu dan mengawasi gerak gerik 'orang' itu di berbagai perusahaan cabang, Zenara kini menuju perusahaan cabang kedua, perusahaan cabang terbesar karena kemungkinan untuk 'orang' itu muncul disini cukup besar.

Zenara menarik nafas sebelum masuk, ada begitu banyak orang yang melamar kerja di tempat ini, Alana berharap menjadi salah satu yang lolos.

saat dengan sabarnya menunggu, mata Zenara tertarik pada seseorang dengan kaca mata bulat dan berpenampilan cupu. sedikit keningnya berkerut namun sedetik kemudian sudut bibirnya di tarik keatas.

'cih! informasi nya cepet juga, kakek salah menduga kali ini!' batin Zenara mengalihkan pandangannya ke yang lain

'sepertinya kak Leo harus tau kabar ini' lanjutnya lagi merapikan cara duduknya karena sedikit pegal

"Ara.. kamu disini?" seorang wanita tua yang duduk di kursi roda itu menghampiri Zenara setelah hampir 15 menit mencoba mengenalinya dari jauh

"Nenek? nek Nadine juga ngapain disini?" tanya Zenara yang terkejut

"loh.. kamu gak tau ya? ini kan perusahaan putra saya" jawab nenek tersenyum, Zenara terkejut mendengar pengakuan wanita tua itu. 'perusahaan putranya??' batin Zenara yang hampir lupa memasang senyumnya

setengah tahun yang lalu, Zenara bertemu dengan Nadine di sebuah rumah sakit tanpa di sengaja, dimana saat itu Zenara menjadi korban tabrak lari namun beruntung lukanya cuma di lengan dan betisnya. Zenara tak sengaja berpapasan dengan Nenek Nadine yang saat itu sedang menangis histeris karena cucunya yang koma dan butuh transfusi darah, hatinya tak tega melihat wajah tua itu basah terguyur air mata, tanpa fikir dua kali setelah tau darahnya cocok, Zenara akhirnya mendonorkan darahnya. selama satu bulan setengah itu dalam satu minggu sekali, Zenara rutin kerumah sakit untuk mendonorkan darahnya pada cucu Nenek Nadine yang sama sekali tak pernah dilihatnya itu.

sejak saat itu hubungan mereka cukup baik, yang membuat Zenara sedikit menyesal saat ini adalah karena dirinya tak pernah mencari tau identitas lengkap dari wanita tua yang dikenalnya dengan baik itu, haruskah dia memanfaatkan wanita tua itu? tapi hatinya tak tega melihat wajah tua yang selalu tersenyum lembut dan penuh kasih padanya itu, Zenara menepis niat buruknya di hati

'aku tidak boleh bodoh! nenek Nadine belum tentu terlibat, bagaimana jika putra yang nenek Nadine maksud adalah tangan kanan dari 'orang' itu yang saat ini mengelola perusahaan cabang ini? meski begitu aku tak boleh memanfaatkan wanita baik hati ini, bahkan jika perlu aku mungkin harus melindunginya terlepas dari apapun misiku' ucapnya membatin

"maaf nek, Ara gak tau apapun soal putranya nenek" jawab Zenara tersenyum dalam waktu yang sama juga menyadari bahaya dari dekat, perempuan berpenampilan cupu itu terus menatap Nenek Nadine seakan sedang mengunci target

"aishh.. kamu malah mau ngelamar disini? kamu udah gak betah di toko bangunan itu?" tanya Nadine mengelus lembut pipi Zenara

"hmm, anggap aja begitu nek" senyum Zenara

"gimana luka kamu yang seminggu lalu? udah sembuh?" tanya nenek lagi melirik pergelangan tangan Zenara yang kurus

"udah sembuh kok nek, cuma goresan kecil" jawab Zenara memperlihatkan bekas luka yang mengering di tangannya

"cuma luka kecil kamu bilang? itukan lukanya juga gara-gara besi, kamu ini masih gadis harus merawat diri dengan baik, kamu malah membiarkan bekas luka begitu saja seperti ini!!" gerutu nenek Nadine lembut

"jangan bekerja disini, nenek gak mau kamu di kasarin mereka. sini ikut nenek" lanjutnya menarik tangan Zenara, Zenara hanya menuruti nenek Nadine dengan mendorong kursi rodanya, Zenara harus menjauhkan nenek Nadine dulu dari ruangan itu

"ayo duduk sini" ucap nenek Nadine menyuruh Zenara duduk di sebuah sofa hitam setelah memasuki sebuah ruangan

"nenek ngapain bawa Ara kesini?" tanya Zenara bingung

"berapa usiamu sekarang Ara?" tanya nenek Nadine menatap Zenara serius

"19, 5 Agustus kemarin Ara masuk 19 tahun nek" jawab Zenara jujur

"sudah waktunya kamu menikah, ini ruangan cucunya nenek, yang setengah tahun lalu kamu selamatkan dengan darahmu, nenek harap kamu tidak menolak keinginan nenek.. nenek ingin kamu menikah dengan Rey" ucap nenek Nadine dengan serius, Zenara yang sebelumnya masih tersenyum kini memasang wajah tegang yang terkejut, menikah??? apa Zenara harus banget menemui situasi yang semembingungkan ini secara tiba-tiba?? tak tau harus menjawab apa, Zenara hanya diam selama beberapa menit itu.

pintu terbuka dan menampakkan seseorang dengan wajah tegasnya memasuki ruangan, wajahnya terlihat tegas, galak dan dingin. bahkan dengan alis tebalnya itu membuat nya terlihat sangar

"ahh.. ini Rey, cucu nenek! kamu sejak pertama ketemu Nenek belum pernah ketemu sama Rey kan" celetuk Nenek sambil tersenyum, Zenara masih kaku tak tau harus bereaksi apa

"Rey, ini Ara.. kamu sangat ingin bertemu dengannya sejak bangun dari koma lima bulan yang lalu, Nenek sering mengajakmu untuk ikut saat Nenek mengunjungi Ara, tapi kamu selalu sibuk dan sekarang Nenek kebetulan bertemu dengan Ara disini, dia ingin melamar kerja disini" lanjut Nenek Nadine menatap cucunya yang sudah duduk disana

"aku Rey, Rey Shaka Abhiseva terimakasih karena sudah mendonorkan darahmu untukku" ucap Rey menjulurkan tangannya pada Zenara

"oh.. Zenara Aerin, panggil aja Ara.." jawab Zenera menyambut uluran tangan Rey

'hampir aja ditipu penampilannya, aku pikir dia akan dingin, cuek atau malah angkuh ternyata dia cukup ramah' batin Zenara merapikan duduknya

"maaf, jangan masukin kehati ucapan nenek" sahut Rey tersenyum canggung sebelum masuk keruangan itu Rey sempat mendengar pembicaraan sang Nenek dengan Zenara

"dasar durhaka!!! kamu sendiri yang yang bilang setuju dengan keputusan nenek, sekarang malah mau berubah fikiran!!" kesal Nenek Nadine dengan suara keras, Rey tak tau harus bagaimana menahan malunya saat ini, memang sebelumnya sudah setuju tapi didepan Zenara seperti ini tentu dirinya akan kehilangan nyali, sama sekali dirinya tak punya pengalaman apapun tentang hal yang seperti ini

"Ara mau kan nikah sama Rey?" tanya nenek Nadine penuh harap, Zenara terdiam tak tau harus menjawab apa, saat ini dirinya dalam misi penting yang berhubungan dengan pemilik kerajaan bisnis PINNACLE industries, entah dirinya harus menyetujuinya atau tidak, ini memang kesempatan emas untuk Zenara karena dalam misinya saat ini mungkin akan lebih mudah baginya jika masuk ke keluarga nenek Nadine yang sebelumnya pernah berkata 'putranya pemilik perusahaan ini' tapi juga tak mungkin dirinya memanfaatkan mereka, terutama nenek Nadine bagaimana jika suatu hari dirinya membuatnya kecewa? atau malah mencelakainya? Zenara bimbang memberi jawaban langsung apalagi pernikahan adalah sesuatu yang sakral, sesuatu yang hanya di lakukan 'sekali seumur hidup' dalam pandangannya.

"Nek.. Ara boleh fikir-fikir dulu? takutnya Ara malah salah mengambil keputusan jika buru-buru" jawab Zenara setelah terdiam begitu lama

"anu.. aku.. aku harap keputusan kamu... mm, maaf apapun keputusan kamu, aku harap tidak membuat.. nenek memarahiku maksudku, mengecewakan nya!" sahut Rey terbata-bata, tangan nya sudah berkeringat dingin sepanjang dirinya bicara sepatah kata itu

"haihh... nenek sangat berharap kamu jadi mantu nenek.." murung Nadine menekuk wajahnya

"sudahlah, nenek tunggu sampai besok kamu harus kasih keputusan yang bijak, satu lagi.. mau bekerja juga jangan jadi OB, bagaimana kalau jadi asistennya Rey?" lanjutnya mengangkat wajah menatap Zenara

"menjadi.. asisten? Ara mungkin bisa mempertimbangkan nya nek, tapi Ara tak punya pengalaman untuk menjadi asisten yang baik" jawab Zenara berbinar, dengan menjadi asisten seorang Rey, mungkin Zenara bisa lebih leluasa melindungi 'orang' itu nanti

waktu hampir sore, Zenara pulang dengan di antar oleh Rey. sepanjang jalan mereka hanya diam satu sama lain, tidak tau harus memulai pembicaraan dari mana, hingga Zenara mengangkat bicara setelah mengingat sesuatu yang sangat membuatnya penasaran

"anu.. Nenek bilang, Putranya pemilik perusahaan itu siang tadi... apa benar? anu.. aku gak bermaksud lancang cuma penasaran aja" ucap Zenara memainkan jemarinya

"Nenek udah tua, jangan terlalu mendengar ucapannya.. dia kadang suka ngelantur, papa memang kerja di perusahaan itu tapi sebagai Asisten wakil Direktur utama" jawab Rey

"oh.. aku sampai kikuk tadi, aku pikir... aku akan jadi pembicaraan publik karena Nenek tiba-tiba rekrut aku sebagai menantu, aku hanya mantan karyawan toko bangunan gak akan pantas sama pak Rey" sahut Zenara menggaruk pelan tengkuknya

"aku masih 25 tahun, belum setua itu untuk di panggil 'pak'. panggil Rey saja, lagi pula memangnya kenapa kalau karyawan toko bangunan? apa yang salah sama hal itu!" celetuk Rey yang mulai berbicara santai tak lagi kaku seperti sebelumnya

"Ohh.. Rey, rasanya malah gak sopan memanggilmu dengan nama langsung" ucapa Zenara lagi tertawa kecil

"apanya yang gak sopan, aku masih 25 dan kamu baru 19 tahun kan, aku masih sangat muda untuk di panggil pak tau! lagian kamu juga sudah beranjak dewasa kenapa harus memanggilku pak!" sahut Rey lagi tak terbantahkan, Zenara tertawa kecil mendengar celotehan Rey

"haha, kamu lucu kalo ngomel gitu" ucap Zenara, Rey tersenyum senang setidaknya mereka tidak lagi kaku untuk berbicara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!