Pendaratan balon udara telah dilakukan. Vivian dan sang pilot berusaha menggendong bu Sophia. Salah seorang teman dari sang pilot segera menelpon ambulance, beberapa menit kemudian mobil ambulance datang, beberapa petugas segera menggendong tubuh bu Sophia untuk masuk ke dalam mobil ambulance itu. Vivian menemani mamanya di dalam mobil ambulance.
Mobil ambulance terus melaju dengan kecepatan cepat, akhirnya mobil ambulance itu tiba di depan rumah sakit, beberapa petugas segera mengeluarkan tubuh bu Sophia yang masih pinsan dari dalam mobil ambulance.
"I'm sorry, miss. Please wait outside." ucap dokter yang menangani bu Sophia, saat hendak membawa tubuh bu Sophia ke ruangan ICU.
"Please save my mother, doctor." sahut Vivian dengan mata berkaca-kaca. Dokter itu hanya tersenyum kecil saat menatap kedua mata Vivian yang sembab oleh airmata. Tubuh bu Sophia telah di bawa masuk ke ruang ICU, dan di tangani oleh seorang dokter profesional. Vivian, duduk di sebuah kursi tunggu pasien sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Vivian merasa bersalah dengan segala yang terjadi dengan mamanya.
"Maafkan aku, ma!" batinnya dengan perasaan bersalah. "Aku yang telah memaksa mama untuk naik balon udara itu." gumannya lagi dengan air mata yang jatuh di kedua pipinya yang putih. "Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, ma. Jika terjadi sesuatu denganmu." guman Vivian dengan perasaan bersalahnya. Vivian terus menyalahkan dirinya sendiri sambil sesekali menghapus airmatanya yang jatuh di kedua pipinya. Beberapa menit kemudian seorang dokter keluar dari ruang ICU, Vivian segera beranjak dari duduknya dan menghampiri dokter tersebut.
"What's wrong with my mother, doctor?" tanya Vivian dengan rasa penasaran
"Your mother has hypothermia, miss." sahut sang dokter. Vivian bingun dengan pernyataan dokter, dia tidak tahu istilah atau nama-nama penyakit dalam kedokteran.
"What is hypothermia, doctor?" tanya Vivian dengan penuh kebingunan. Sang dokter, mulai menjelaskan kepada Vivian tentang penyakit yang dialami oleh bu Sophia, yang cukup berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Hypothermia terjadi karena suhu tubuh yang turun secara drastis karena pengaruh cuaca yang dingin, sehingga menyebabkan penderitanya kadang susah bernafas atau bahkan pinsan. Hypothermia juga bisa menyebabkan seseorang koma secara tiba-tiba.
"Oh my God!" seru Vivian dengan perasaan kaget. Vivian tidak menyangka jika penyakit yang dialami oleh mamanya sangat berbahaya.
"We'll move your mother to a warm room." ucap dokter itu.
"Yes, doctor." sahut Vivian sambil menganggukkan kepalanya. Dokter itu melangkahkan kakinya kembali ke ruangan ICU, setelah berbicara dengan Vivian tentang bu Sophia yang hendak di pindahkan ke ruangan yang lebih hangat. Vivian tetap menunggu bu Sophia di ruang tunggu dengan sabar, sedangkan dokter mulai memerintahkan para perawat untuk memindahkan bu Sophia ke ruangan yang lebih hangat.
"Mama tidak pernah mengatakan padaku tentang penyakitnya." guman Vivian. "Apakah papa tahu tentang penyakit mama, ya? Atau apakah kak Claudia dan Renata juga tahu?" Vivian bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang penyakit mamanya. "Apa yang harus aku lakukan? Jika mama masih sakit, artinya aku dan mama belum bisa kembali ke Indonesia." gumannya. 20 menit berlalu, bu Sophia telah di pindahkan ke ruangan yang lebih hangat, agar suhu tubuhnya kembali normal. Vivian membuka pintu ruangan bu Sophia dengan hati-hati, lalu melangkah masuk ke ruangan itu untuk melihat kondisi mamanya.
"Mama masih koma." guman Vivian sambil memandangi tubuh bu Sophia di atas pembaringan. "Sebaiknya aku ke kantin dulu. Aku sangat lapar." guman Vivian sambil membalikkan badannya, lalu melangkah ke luar dari ruangan mamanya. Vivian terus melangkah, melewati lorong-lorong rumah sakit hingga akhirnya Vivian tiba di sebuah kantin yang cukup besar di dalam rumah sakit itu.
"I'll have a kebab, ma'am." ucap Vivian kepada seorang pelayan kantin yang cukup tua.
"Yes, miss." sahut pelayan kantin itu sambil tersenyum ramah kepada Vivian. Dengan cekatan, pelayan itu menyiapkan pesanan Vivian. Beberapa menit kemudian, pesanan Vivian telah selesai. Pelayan kantin itu menyerahkan kebab kepada Vivian.
"Aku lapar sekali." guman Vivian sambil menyantap kebab yang berukuran sedang di tangannya. Vivian makan dengan sangat lahap, tanpa dirinya sadari seorang pria memperhatikannya sambil tersenyum kecil. Setelah menghabiskan kebab, Vivian beranjak dari duduknya dan hendak membayar makanannya. Vivian meraba saku bajunya, dan ternyata dompetnya ketinggalan di hotel.
"I'm sorry, ma'am. I left my wallet at the hotel. I'll leave my phone." ucap Vivian dengan wajah tegang.
"I'm sorry, miss. You need to pay for your food." sahut pelayan kantin itu dengan tatapan tajam. Dengan penuh harap, Vivian mencoba bernegosiasi dengan pelayan kantin itu agar pelayan tersebut mau perkataan Vivian. Pelayan kantin itu tetap menyuruh Vivian untuk melakukan pembayaran tunai.
"I'm just a waiter, miss. Don't make it hard for me." ucap pelayan itu. Vivian mulai gelisah, baru pertama kalinya dia tidak bisa melakukan apapun tanpa mamanya yang selama ini mengurus kebutuhannya. Seorang pria yang diam-diam memperhatikan kejadian itu, berdiri dari duduknya. Pria itu melangkah dengan tegap, menghampiri Vivian dan pelayan itu.
"I'll take care of the bill, miss." ucap pria itu dengan penuh keyakinan.
"Thank you, sir." ucap pelayan itu sambil tersenyum lebar. Tanpa bertanya tentang harga kebab yang telah dipesan oleh Vivian, pria itu mengeluarkan sejumlah uang lalu memberikannya kepada pelayan itu.
"Here's your change, sir." ucap pelayan itu sambil menyerahkan beberapa lembar uang kertas.
"Keep the change, ma'am." sahut pria itu.
"Thank you, sir." sahut pelayan itu dengan penuh kepuasan. Vivian hanya bisa menatap pria bermata coklat itu dengan kedua pipinya yang memerah karena malu. Pria bermata coklat itu menatap wajah Vivian sambil tersenyum manis.
"Hay... My name is Kaan." ucapnya sambil menyodorkan tangannya ke arah Vivian.
"My name is Vivian. I'm indonesian." ucap Vivian sambil tersipu malu.
"Kamu orang indonesia, ya. Kita sama, Vivian." ucap Kaan sambil tersenyum lebar. "Papaku asli Turki. Mamaku dari indonesia." ucapnya lagi.
"Aku minta maaf, Kaan. Aku sangat malu dengan kejadian tadi." ucap Vivian.
"Itu hal yang biasa, Vivian." sahut Kaan yang berusaha memahami Vivian. "Aku memperhatikanmu sejak tadi, loh." ucapnya lagi sambil tersenyum lebar.
"Aku pasti memalukan, ya." sahut Vivian dengan rasa kurang percaya diri.
"Tidak, Vivian. Kamu sangat cantik." ucap Kaan yang sejak awal terpesona kecantikan Vivian.
"Maaf, Kaan! Aku harus pergi." ucap Vivian, sambil melangkah dengan terburu-buru meninggalkan kantin itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments