Bab 2 Rencana Pak Frans

Sore itu, Renata dan pak Frans tiba di rumah dengan wajah yang kusut. Setiap jam 5.30 mereka selalu pulang dari kantor. Bu Sophia menatap Renata dan suaminya dengan penuh keheranan dan rasa penasaran, karena tidak melihat putri pertamanya pulang bersama dengan suaminya dan anak keduanya.

" Mana Claudia? Kok hanya kalian berdua yang pulang?" tanya bu Sophia dengan rasa penasaran.

"Biasalah, ma. Kak Claudia pergi bersama Rival." sahut Renata sambil melangkah dengan terburu-buru menuju kamarnya. Rival adalah pacar Claudia selama 3 tahun. Cukup lama Claudia dan Rival menjalin kasih, namun mereka sama-sama belum mau meresmikan hubungan mereka ke pernikahan. Claudia masih sibuk dengan kariernya, sedangkan Rival baru saja menjabat sebagai direktur muda di perusahaan ayahnya.

"Aku ingin bicara tentang Vivian." ucap bu Sophia sambil mendekati suaminya, pak Frans.

"Kenapa dengan Vivian?" tanya pak Frans dengan rasa ingin tahu. Bu sophia, mulai mengatakan semuanya tentang Vivian yang mulai bosan berdiam diri di rumah. Pak Frans menghela nafas panjang, lalu mengarahkan pandangannya ke kamar Vivian yang tertutup dengan rapat.

"Kenapa tiba-tiba Vivian protes tinggal di rumah?" tanya pak Frans dengan penuh keheranan.

"Vivian sudah mulai besar, mas. Wajar saja, jika dia ingin melihat dunia luar." ucap bu Sophia.

"Hmmm... Aku tahu, Sophia. Aku akan bicara dengan Vivian setelah aku selesai mandi." ucap pak Frans, sambil melangkah dengan terburu-buru menuju kamarnya. Saat itu Renata keluar dari dalam kamarnya, lalu menghampiri mamanya yaitu bu Sophia.

"Kenapa dengan Vivian, ma?" tanya Renata dengan rasa ingin tahu. Ibu Sophia mengatakan tentang keinginan Vivian yang ingin melihat dunia luar, Renata menghela nafas panjang seakan mendukung niat Vivian.

"Biarkan saja, ma. Vivian sudah dewasa." sahut Renata.

"Iya sih, Renata. Semoga saja papa mengijinkannya." ucap bu Sophia dengan penuh harap.

"Jangan terlalu menekan Vivian, ma. Dia juga berhak menentukan pilihannya." ucap Renata yang berusaha memperingati mamanya. Bu Sophia terdiam, perkataan Renata membuatnya tersadar jika Vivian kini telah beranjak dewasa. Bu Sophia merasa telah merampas kebebasan Vivian yang seharusnya Vivian miliki. Bu sophia melangkahkan kakinya, menuju kamar Vivian.

"Tok... Tok!" bu Sophia mengetuk pintu kamar Vivian. "Tolong buka pintunya, nak. Mama ingin bicara denganmu." pinta bu Sophia dengan suara yang agak keras. Vivian yang mendengar namanya dipanggil oleh bu Sophia segera membuka pintu kamarnya.

"Ada apa, ma?" tanya Vivian sambil menatap wajah mamanya. Bu Sophia melangkah masuk ke kamar Vivian, dan langsung duduk di tepi ranjang Vivian.

"Duduk di samping mama, nak." pinta bu Sophia. Perlahan, Vivian duduk di samping mamanya sambil menatap wajah mamanya yang kelihatan serius. "Maafkan mama, ya!" pinta bu Sophia sembari menatap wajah putri bungsunya. Sejenak, bu Sophia menghela nafas panjang lalu perlahan menghembuskannya kembali. Dengan pelan, bu Sophia mengatakan tentang keadaan Vivian yang sering sakit-sakitan dan pinsan sejak kecil dulu. Bu Sophia mengatakan penyebab Vivian yang tidak diperbolehkan keluar rumah karena kondisi fisik Vivian yang cukup lemah. Vivian tertegun mendengar pernyataan mamanya. Dirinya tidak menyangka jika keadaan fisiknya selemah itu sejak kecil, Vivian menatap wajah mamanya dengan sorot mata yang tajam.

"Aku sudah dewasa, ma. Aku bisa menjaga diriku sendiri." ucap Vivian dengan penuh keyakinan.

"Mama tahu, nak. Namun, mama dan papa tetap menghawatirkan kesehatanmu." sahut bu Sophia dengan penuh kecemasan. Saat Vivian tengah berbincang dengan mamanya, pak Frans masuk ke dalam kamar Vivian, lalu duduk di samping Vivian.

"Anak papa sekarang sudah besar, ya." ucap pak Frans sambil merangkul pundak putri bungsunya itu dengan senyum lebar di bibirnya. "Apakah kamu ingin keluar jalan-jalan, nak?" tanya pak Frans sambil menatap wajah Vivian.

"Iya, pa. Aku juga bosan tinggal di rumah." sahut Vivian dengan wajah yang cemberut. "Kak Claudia dan kak Renata bisa bekerja dan berkeliaran di luar rumah." ucapnya lagi.

"haha... Papa tahu, kamu cemburu dengan kedua kakakmu." ucap pak Frans sambil tertawa kecil. Vivian hanya menatap wajah papanya dengan wajah yang cemberut. "Memangnya, kamu mau ke mana?" tanya pak Frans dengan rasa penasaran.

"Aku hanya ingin melihat dunia luar itu seperti apa, pa." sahut Vivian dengan rasa ingin tahu.

"Hmmm... Apa yang ingin kamu lihat, nak?" tanya pak Frans lagi sambil mengangkat kedua alisnya.

"Semuanya, pa." sahut Vivian dengan tekad yang bulat.

"baiklah... Papa akan memesan tiket untuk kita bertiga." sahut pak Frans dengan penuh keyakinan. Bu Sophia yang duduk di samping suaminya seketika menatap wajah suaminya dengan penuh tanda tanya dan rasa penasaran.

"Tiket ke mana, mas?" tanya bu Sophia dengan rasa penasaran.

"Kita bertiga akan pergi ke Turki." sahut pak Frans dengan penuh keyakinan.

"Apakah kamu yakin, mas?" tanya bu Sophia dengan penuh keraguan. "Vivian hanya ingin keluar rumah. Bukan ke luar negri, mas." ucap bu Sophia. Pak Frans, menghela nafas panjang lalu menoleh dan menatap wajah istrinya.

"Aku juga ingin liburan, ma. Kebetulan aku belum pernah mengambil cuti." ucap pak Frans.

"Lalu, bagaimana dengan Claudia dan Renata?" tanya bu Sophia.

"Selama kita pergi, mereka yang akan mengurus perusahaan." sahut pak Frans dengan penuh keyakinan.

"Apakah kamu yakin, mas?" tanya bu Sophia dengan penuh keraguan. "Claudia dan Renata akan protes jika mereka tidak ikut." ucapnya lagi.

"Papa yang akan mengaturnya, ma." sahut pak Frans dengan penuh keyakinan. "Istirahatlah, Vivian." pinta pak Frans, sambil mencium kening putrinya dengan penuh kasih sayang.

"Terima kasih, pa." ucap Vivian sambil memeluk papanya dengan rasa bahagia.

"Iya, nak. Papa hanya ingin melihatmu bahagia." sahut pak Frans. Pak Frans lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan kamar Vivian. Bu Sophia, menatap wajah putrinya sambil tersenyum tipis.

"Dengarkan perkataan papamu, nak. Mama juga akan beristirahat." ucap bu Sophia.

"Iya, ma." sahut Vivian sambil menganggukkan kepalanya. Lalu, bu Sophia beranjak dari duduknya dan melangkah dengan pelan keluar dari kamar putrinya. Setelah kedua orangtuanya pergi, Vivian tersenyum puas sembari mengangkat kepalanya ke atas, dan menatap langit-langit kamarnya. Vivian mulai membayangkan perjalanannya ke luat negri. Vivian tidak menduga, jika papanya akan membawanya ke luar negri. Vivian hanya meminta ijin kepada kedua orang tuanya untuk sekedar berjalan-jalan ke luar rumah. Namun, papanya langsung hendak membawanya ke Turki.

"Aku bahagia sekali. Papa dan mama akan membawaku ke Turki." guman Vivian dengan senyum puas di wajahnya. "Di Turki pasti menyenangkan, aku jadi tidak sabar." gumannya lagi sambil tersenyum bahagia.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!