Bab. 5 Mencari Kerja

Di ruang kerjanya, Juan menatap ponsel milik Louisa. Ia memikirkan kejadian sebelum Louisa dinyatakan meninggal. Sebelumnya Juan menitipkan Louisa pada bibinya yang ada di Cancun atas permintaan Louisa sendiri. Wanita itu mengatakan ingin tinggal bersama sang bibi selama Juan pergi ke luar negri. Toh, jadwal kelahiran putranya masih seminggu lagi. Tepat di saat nanti Juan kembali dari perjalanan bisnis.

Namun, baru dua hari tinggal di rumah sang bibi Louisa justru sudah melahirkan. Lebih cepat dari operasi yang dijadwalkan. Saat itu Juan tidak bisa pulang, ada urusan yang tak bisa ia tinggal. Louisa pun memahami hal itu.

Namun, siapa yang sangka jika ada yang berniat tidak baik pada Louisa dan bayinya. Hingga Louisa kabur dan kemudian ditemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa. Bayi Louisa juga dinyatakan meninggal. Meski jasad bayi itu tak pernah ditemukan. Sebab mobil yang dikendarai Louisa untuk kabur masuk ke dalam jurang.

Yang membuat Juan merasa aneh di sini, ketika ia berhasil membuka ponsel milik istrinya, di sana ditemukan riwayat pesan yang begitu banyak. Yang menuliskan jika Louisa merasa ketakutan, seperti ada orang yang hendak mencelakainya. Pun, banyak panggilan yang tertuju pada nomor ponselnya. Namun anehnya, Juan tak menerima pesan apa pun atau panggilan dari Louisa kala itu.

Apa ada orang yang sengaja mensabotase ponselnya saat itu. Juan mencoba mengingat-ingat lagi, kejadian saat ia di luar negri. Mencoba menghubungkan setiap rangkaian kejadian.

"Tuan, ada tamu untukmu." Suara Brenda—sekretaris Juan—membuyarkan semua lamunan.

Pria itu menatap tajam pada wanita cantik berbaju ketat itu. "Apa kau tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu?"

"Maaf, Tuan. Kurasa ini penting jadi aku langsung masuk saja. Lagi pula Tuan Alvaro tidak bisa menunggu lama," jawab Brenda beralasan.

Kalau saja bukan Alvaro yang menjadi tamunya, pasti Juan sudah memarahi habis-habisan sekretaris lancang ini. "Suruh dia masuk!"

"Baik, Tuan." Brenda keluar dengan raut masam. Jujur hari ini ia sengaja berpakaian serba ketat untuk menarik perhatian bosnya. Tapi Juan sama sekali tak meliriknya.

"Tidak apa-apa, Brenda, masih banyak kesempatan menarik simpati Juan. Terlebih wanita bodoh itu sudah tidak ada. Kali ini kau pasti bisa menjerat Juan," batin Brenda untuk menghibur diri.

*****

Satu minggu berlalu, dengan Alea yang hanya fokus merawat Shane. Uang simpanannya mulai menipis, sementara ia belum punya pekerjaan. Alea sudah berusaha mencari kerja, tapi banyak yang menolak karena Alea membawa bayi. Sedangkan ia tidak bisa atau lebih tepatnya tidak tega menitipkan Shane pada orang lain. Di kota asing ini, ia belum bisa percaya pada orang baru. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Shane, lebih takut lagi jika harus kehilangan bayi itu. Alhasil, Alea harus menerima nasib ditolak kerja sana-sini.

Untungnya Alea tak menyerah begitu saja. Hari ini dengan menggendong Shane ia kembali keluar rumah untuk mencari pekerjaan.

"Semoga hari ini kita beruntung," ujar Alea pada Shane sebelum keluar rumah.

Dengan langkah optimis, Alea mulai menyusuri jalanan kota dan mengetuk beberapa pintu toko untuk menawarkan diri menjadi pekerja. Mulai dari toko baju, toko roti, sampai rumah makan, Alea menanyakan tentang lowongan pekerjaan.

Lelah. Alea merasa kakinya lelah melangkah, tapi ia tidak berputus asa. Senyum Shane ketika bayi itu selesai menyusu meluruhkan segala lelah yang ia rasa. Shane seperti daya pengisi semangat untuk Alea.

"Ayo, Sayang, kita berusaha lagi. Aku yakin akan ada orang baik yang mau menerima kita," ujar Alea. Segera ia membereskan sisa roti dan air minum untuk dimasukkan lagi ke dalam tas. Bangkit dan kembali melanjutkan langkah.

Di depan sebuah restoran tertulis, 'Dishwasher position available'. Ini sebuah kesempatan yang tak akan Alea lewatkan. Meski sebagai pencuci piring, itu bukan masalah. Alea segera masuk untuk menanyakan.

"Permisi," ujar Alea ketika masuk ke restoran tersebut. Saat ini restoran masih sepi karena memang belum jam buka.

Seorang pelayan yang sedang membereskan bangku tamu sontak menoleh. Ia menghampiri Alea. Tatapannya terlihat merendahkan. "Maaf, kami tidak bisa memberikan sumbangan apa pun. Sebaiknya kau pergi."

"Bukan, aku tidak meminta sumbangan. Aku ingin bertanya tentang pengumuman di luar sana," ujar Alea. Menunjuk sebuah selebaran yang tertempel di pintu masuk restoran.

Wanita yang memakai seragam pelayan itu menatap heran pada Alea yang menggendong bayi. "Lowongannya sudah ditutup. Kami tidak butuh lagi orang di sini," jawab pelayan itu sinis.

"Begitu ya, apa tidak ada lowongan yang lain. Misalnya bagian cleaning servis atau apa pun. Aku bisa bekerja apa pun." Alea nampak berharap.

"Tidak ... tidak, tidak ada lowongan. Sebaiknya kau pergi!" usir pelayan itu. Ia bahkan berani mendorong Alea agar segera meninggalkan restoran.

"Iya ... iya, aku akan keluar, tapi tolong jangan dorong aku. Bayiku sedang tidur," protes Alea.

"Kalau begitu cepatlah keluar!" hardik pelayan wanita itu.

"Siapa itu, Carmen?" Seorang wanita setengah baya keluar dari dalam ruang dapur.

"Ah, ini, bukan siapa-siapa. Dia hanya pengemis," jawab Carmen seenaknya.

Wanita paruh baya itu berjalan menghampiri Alea yang hampir keluar dari pintu restoran.

"Bukan, Nyonya, aku bukan pengemis. Aku ke sini untuk mencari pekerjaan," sanggah Alea atas ucapan pelayan yang ternyata bernama Carmen itu.

Kontan saja Carmen mendelik tajam pada Alea. Namun, Alea tidak takut sama sekali, bahkan tidak peduli. Ia menunggu wanita paruh baya itu mendekat padanya. Ia yakin wanita ini adalah pemilik restoran.

"Mencari kerja?" tanya wanita paruh baya itu. Sama sepeti Carmen tadi. Wanita paruh baya itu pun menatap heran pada bayi dalam gendongan Alea.

Mengerti akan tatapan nyonya itu, Alea langsung berkata, "Nyonya tidak usah khawatir, bayi saya bukanlah halangan untuk saya bisa bekerja. Saya janji saya akan tetap bekerja dengan baik meski saya membawa bayi saya."

"Bukan begitu Nona muda, tapi bukankah sebaiknya kau di rumah saja dan merawat bayimu. Kurasa dia masih terlalu kecil untuk kau bawa bekerja." Wanita paruh baya itu menatap kasian pada Alea dan bayinya.

"Tapi saya butuh pekerjaan ini, saya butuh biaya untuk kami bertahan hidup," ujar Alea jujur.

"Di mana suamimu?" tanya wanita paruh baya itu.

"Dia sudah meninggal sebulan yang lalu. Karena itu aku butuh pekerjaan untuk menghidupi anakku," jawab Alea.

Wanita paruh baya itu semakin merasa iba. Ia kembali menatap Alea dari atas hingga bawah. Melihat raut wajah Alea yng polos, ia semakin kasihan. "Jika aku menerimamu bekerja, di mana kau akan menitipkan bayimu?"

"Tidak, Nyonya. Aku tidak akan menitipkan bayiku pada siapa pun. Bayiku baru berumur satu bulan, aku akan membawanya bekerja bersamaku. Aku tidak bisa meninggalkannya karena dia masih membutuhkan asi," terang Alea.

"Tapi pekerjaanmu di dapur. Itu tidak sehat untuk bayimu. Di sana akn ada banyak asap."

Alea terdiam. Ia pun akhirnya memikirkan kesehatan bayinya. Ia juga tidak mau mengambil resiko atas kesehatan Shane. Raut sedih jelas sekali tergambar di wajah polos wanita muda itu.

Membuat wanita paruh baya pemilik restoran menjadi tidak tega. "Kalau kau benar-benar ingin bekerja, kau bisa menitipkan bayimu di ruanganku. Kau bisa melihatnya sesekali untuk memastikan keadaanya."

Mendengar ucapan pemilik restoran, mata Alea seketika berbinar. Tuhan mempertemukannya dengan orang baik.

"Tentu, Nyonya, aku ingin sekali bekerja. Kira-kira kapan aku boleh mulai bekerja?" tanya Alea bersemangat.

"Bagaimana jika hari ini. Kebetulan ini akhir pekan, biasanya restoran akan ramai," jawab pemilik restoran.

"Baik, Nyonya. Saya akan mulai bekerja hari ini."

"Siapa namamu?" tanya pemilik restoran.

"Alea, Nyonya, dan ini anakku Shane," jawab Alea antusias. Senyum bahkan tak lekang dari bibirnya. Ia merasa ini hari keberuntungannya.

"Namaku Merry."

"Iya, Nyonya Merry. Aku senang sekali kau mau menerimaku bekerja di sini. Terima kasih, Nyonya." Saking senangnya Alea sampai tidak menyadari jika sejak tadi Carmen menatapnya tidak suka.

"Carmen, bawa Alea ke belakang. Tunjukkan semua tugasnya."

"Baik, Nyonya," jawab Carmen dengan raut tidak suka.

Alea pun mengikuti Carmen ke belakang. Ia tak peduli dengan raut sinis Carmen meski ia menyadarinya. Saat ini ia hanya harus fokus bekerja, ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Nyonya Merry.

Terpopuler

Comments

Sumini Mini

Sumini Mini

semangat alea..semangat KK..lanjut

2025-05-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!