Satu minggu berlalu sejak Alea membawa bayi laki-laki itu ke pemakaman. Hampir setiap hari ia datang, agar ibu bayi itu menemukannya. Namun, setelah kemarin ia menunggu tanpa hasil. Alea memutuskan untuk pulang dan kembali merawat bayi laki-laki itu.
Tidak ada tanda-tanda orang mencari bayi tersebut. Buktinya sampai sekarang tidak ada yang mencari atau bahkan menghubungi. Alea sendiri tidak bisa membuka ponsel yang ditinggalkan bersama anak lelaki itu, sebab membutuhkan pasword untuk membuka layar ponsel.
Jadi meski ada benda canggih itu, tetap tidak bisa membantu Alea menemukan petunjuk ke mana ia harus mengantar bayi itu. Sempat Alea berpikir untuk mengadopsi saja anak malang ini.
Mungkin saja ini memang takdir. Tuhan mengirimkan bayi lelaki ini untuk menggantikan bayinya yang telah tiada.
Selama seminggu ini, Alea merawat bayi itu dengan kasih sayang. Ia bahkan sudah seperti ibu kandung saja. Tak ada rasa sungkan saat memberikan asi miliknya. Ia benar-benar jatuh hati pada bayi tampan itu.
"Kurasa, kau memang ditakdirkan untuk menemaniku. Bagaimana jika aku menjadi ibumu," gumam Alea lirih. Seolah mengajak bicara bayi dalam gendongannya.
"Kau tidak keberatan, kan?" Alea terus bicara sendiri.
Rasa kasih sayang dan egoisme bercampur jadi satu. Naluri keibuannya membuat Alea tak ingin berpisah dari bayi yang ia rawat seminggu ini.
"Oh, ya ... siapa ya namamu. Tidak ada pesan sama sekali tentang nama yang diberikan padamu."
Alea sudah seperti orang gila saja. Sebab ia terus bicara pada bayi yang tertidur dalam gendongannya.
"Bagaimana jika aku saja yang memberimu nama?" Alea nampak berpikir tentang nama yang tepat.
Sejurus kemudian, terbersit sebuah nama yang dulu pernah ia utarakan pada Mike—suaminya—jika anak mereka terlahir laki-laki. Nyatanya anak mereka justru perempuan, itu pun langsung kembali berpulang pada Tuhan.
"Shane ...," cetus Alea. "Namamu Shane, ya ... aku akan memanggilmu dengan nama Shane." Alea tersenyum sendiri lalu mengecup pipi bayi yang terlelap itu berkali-kali.
"Shane, mulai sekarang kau adalah anakku. Dan aku adalah ibumu." Saking bahagianya, Alea terus saja menciumi pipi bayi yang baru saja ia beri nama itu.
"Kau, tahu arti nama Shane?" Alea kembali mengajak bayi itu berdialog.
"Shane berarti anugerah dari Tuhan. Ya, kau adalah anugerah dari Tuhan untukku. Kau kehilangan ibumu, dan aku kehilangan anakku. Kita akan sama-sama saling melengkapi," ujar Alea dengan haru.
Senyum kebahagiaan bercampur air mata, membuat Alea seketika seperti memiliki harapan lagi. Sinar hidupnya mulai menyala lagi, setelah kemarin sempat redup ketika suami dan bayinya meninggalkan dia sendiri.
Apa yang Alea putuskan hari ini adalah hal tepat yang ia rasa. Ia mulai bersemangat untuk memikirkan apa saja yang akan ia lakukan esok hari dengan status barunya. Ibu seorang bayi laki-laki.
Banyak hal yang ia rangkai dalam angannya, sampai lamunan itu buyar ketika suara ketukan pintu terdengar. Alea tersentak kaget, mendadak ada rasa takut yang menyeruak. Ketakutan jika yang datang adalah ibunya Shane.
Ia baru saja bahagia memiliki Shane, apa iya harus secepat ini berakhir?
"Alea, ini aku, Marta!" teriak seorang wanita dari balik pintu.
Mendengar suara itu, Alea pun lega. Ia meletakkan Shane di atas ranjang sebelum keluar menemui tetangganya itu.
"Ada apa malam-malam begini ke rumahku?" tanya Alea. Ia memang berubah sikap sejak kehilangan suami dan anaknya. Menjadi lebih dingin pada semua orang.
Senyum ramah yang dulu selalu ia tunjukkan tak lagi ada, setelah ia merasakan kecewa yang teramat dalam pada semua orang di sekitarnya.
"Aku hanya ingin meminjam sedikit uang padamu. Di rumahku sudah tidak ada lagi bahan makanan yang bisa ku olah. Sementara Alberto sudah dua hari tidak pulang. Anakku menangis kelaparan. Aku tahu kau orang baik, jadi tolong aku," ujar Marta mengiba.
Alea menatap angkuh wanita yang lebih tua darinya itu. Mengingat betapa teganya Marta dan sang suami di malam Alea akan melahirkan bayinya.
Kala itu hujan deras. Mike yang tahu istrinya akan melahirkan mencoba meminta tolong pada Marta dan suaminya untuk mengantarkan Alea ke rumah sakit dengan taksi milik Alberto, karena suami Marta itu memang berprofesi sebagai supir taksi. Namun, tanggapan suami istri itu sungguh di luar dugaan, mereka tidak sudi mengantar Alea dan Mike. Kalaupun mau Alberto meminta bayaran tiga kali lipat dari tarif normal. Tentu saja Mike keberatan. Uang yang ia punya sengaja untuk biaya persalinan. Mike pun lebih memilih mencari taksi lain untuk mengantar istrinya ke rumah sakit.
Semua bayangan akan raut Marta dan Alberto malam itu tak bisa Alea lupakan. Ia sangat marah pada kedua manusia itu.
"Bagaimana Alea, kau mau kan meminjamkan uang padaku. Aku janji akan mengembalikannya kalau Alberto sudah pulang nanti," ujar Marta lagi.
Belum sempat Alea menjawab pertanyaan Marta, terdengar suara tangis Shane dari dalam kamar. Kontan Alea mengabaikan tetangganya itu dan berlari menghampiri Shane. Dengan telaten, Alea berusaha menenangkan tangis putranya.
Semua hal itu terlihat oleh Marta yang tadi mengikuti Alea. "Bayi siapa itu, Alea?"
Alea tersadar jika ternyata Marta belum pulang. Tatapan curiga Marta membuat Alea waspada. Ia tak mau lagi banyak urusan dengan wanita ini. Akhirnya Alea memilih untuk mengusir Marta.
"Ini bukan urusanmu, sekarang pulanglah. Jangan menggangguku karena aku tidak akan meminjamkan apa pun padamu!" Alea bahkan mendorong tubuh Marta agar keluar dari rumahnya.
"Alea tunggu, bayi siapa yang kau gendong itu?" Marta seolah lupa tujuannya untuk meminjam uang. Kini fokusnya hanya ingin tahu tentang bayi yang bersama Alea. Ini pasti akan jadi gosip terpanas di lingkungan tempat tinggal mereka.
Alea tak mau menjawab apa lagi bercerita tentang kisah ia bertemu dengan Shane. Ia tetap mendorong tubuh Marta keluar dari rumahnya.
"Alea, aku hanya ingin tahu, bayi sia ...." Marta bahkan belum selesai dengan kalimatnya saat Alea berhasil mengusir wanita cerewet itu dari rumahnya.
Segera ia mengunci rapat pintu rumah dan kembali ke kamar untuk menenangkan Shane.
_________________________________________
Mansion Fernandes.
Di kediaman keluarga besar Fernandes, masih berkabung atas meninggalnya menantu tercinta mereka, yakni Louisa dan bayinya. Terutama Juan Fernandes, suami Louisa itu sempat tak mau keluar kamar karena merasa bersalah tidak bisa menemukan Louisa dengan cepat. Sampai akhirnya ia kehilangan istri dan anaknya.
"Tuan, ini makan malam Anda," ujar seorang pelayan yang masuk membawakan makanan untuk Juan.
"Bawa saja kembali, aku sedang tidak ingin makan," jawab Juan dari atas sofa.
Beberapa hari ini ia terus menyendiri meratapi kepergian sang istri. Bagaimana tidak, istri tercintanya meninggal dalam kecelakaan yang mengenaskan. Jasad bayinya bahkan tidak bisa ditemukan karena sudah hilang terbakar bersama mobil yang dikendarai Louisa saat ia mencoba kabur dari rumah sakit.
Kalau saja ia datang lebih awal saat itu, pasti semua tak akan terjadi. Louisa dan anaknya pasti masih menemani dirinya sekarang ini. Sayangnya Juan tak bisa menepati janji untuk menjemput istri dan anaknya, hingga terpaksa Louisa kabur sendiri.
Tidak ada yang ditinggalkan Louisa termasuk ponsel wanita itu. Dipercaya jika ponsel tersebut jatuh dan hilang atau justru malah ikut terbakar bersama Louisa di dalam mobil.
"Maafkan aku, Loui. Harusnya aku lebih cepat menyadari semua kegelisahanmu. Harusnya kau tak perlu memikirkan tentang lari dari rumah sakit." Juan menatap foto kenangan dirinya dan sang istri.
Kesedihan dan perasaan bersalah, melingkupi hati Juan. Ia rindu pada istrinya itu. Sampai ia terpikir untuk menelepon Louisa seperti yang biasa ia lakukan ketika rindu.
Tertulis nama 'My Lovely wife' di layar ponsel milik Juan. Nama yang diketik oleh Louisa sendiri untuk menyimpan kontak Louisa.
Awalnya Juan tak berharap sebab ia tahu semua hanya akan sia-sia. Namun, di saat harapan tinggal setipis tisu, panggilan yang ia tujukan untuk Louisa justru tersambung. Tentu saja juan kaget setengah mati.
"Louisa ...," panggil Juan lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Sumini Mini
lanjut kk
2025-05-02
1