Bab. 2 Mengasihi

Di area pemakaman wanita dengan pakaian berkabungnya terus menunggu ibu dari bayi yang kini mulai menangis. Wanita itu adalah Alea, wanita malang yang baru seminggu kehilangan suami dan bayi perempuannya. Setiap hari sejak kematian suami dan putrinya yang baru lahir, Alea selalu datang ke pemakaman. Ia baru akan pulang jika malam sudah tiba. Alea bak orang gila yang setiap hari memeluk pusara sang suami dengan tangis tiada henti.

"Ssh ... tenanglah, jangan menangis. Ibumu sebentar lagi kembali," ujar Alea pada bayi yang tidak mengerti itu, sembari menepuk-nepuk pantat si bayi agar tenang.

Ditatapnya wajah bayi dalam pelukan. Kalau saja anaknya selamat, pasti ia bisa memeluknya seperti sekarang ini. Ah ... semua sudah terjadi dan takdir tidak bisa dirubah.

Bayi laki-laki itu terus menangis. Alea mulai gelisah karena ibu bayi itu tak kunjung muncul. Alea berinisiatif membawa bayi itu keluar menuju toilet umum yang tadi wanita itu katakan. Namun, sesampainya di sana tak ada seorang pun. Sepi.

"Nyonya, apa kau di dalam?" teriak Alea dari luar toilet umum.

Tidak ada sahutan sama sekali karena memang tempat itu sepi.

"Nyonya ...," teriak Alea lagi.

Ia mencoba masuk ke dalam toilet membuka satu persatu bilik untuk mencari ibu dari bayi yang ia gendong. Tidak ada seorang pun di sana. Alea mulai panik. Terlebih bayi dalam gendongan terus saja menangis.

Ia mulai berpikir yang tidak-tidak. 'Apakah wanita itu sengaja membuang bayinya dengan berpura-pura menitipkan padanya?'

"Ya Tuhan, bagaimana jika memang begitu?" gumam Alea.

Ia menatap bayi tampan dalam gendongan. Rasa iba seketika melingkupi hati. Bagaimana bisa ada ibu yang setega ini membuang bayinya. Bayi mungil nan tampan.

Kenapa Tuhan tidak adil. Ia yang begitu mengharapkan seorang anak justru anak itu diambil kembali oleh Sang Pencipta, tapi orang tak menginginkan anak justru dianugerahi bayi yang akhirnya disia-siakan.

Alea tersentak kala tangisan bayi di gendongannya melengking. Di saat yang sama ia merasakan dadanya nyeri dan berat. Ini karena produksi asi terus terjadi sementara tidak ada bayi yang meminumnya. Biasanya Alea akan memerah asi dan kemudian membuangnya untuk mengurangi rasa nyeri.

Teringat akan hal itu, Alea mendadak memikirkan sesuatu. Buru-buru ia membawa bayi itu pulang. Tempat tinggalnya tak jauh dari area pemakaman.

Sampai di rumah Alea merasakan basah di dadanya. Rupanya Asinya mulai penuh dan merembes keluar. Nyeri pun semakin terasa. Lagi-lagi ia menatap bayi dalam gendongan yang terus saja menangis.

Ragu dan juga takut, Alea terus saja menatap bayi laki-laki itu.

"Mungkin dia memang dikirim Tuhan untukku," gumam Alea pada diri sendiri.

Akhirnya ia pun memberanikan diri untuk mendekap bayi itu dan mulai memberikan asi miliknya. Seperti dugaannya, bayi itu kehausan. Alea sampai menitikkan air mata, karena ini pertama kalinya ia mengasihi. Haru sekaligus bahagia. Ia benar-benar merasakan seperti seorang ibu.

Cukup lama bayi itu minum sampai kembali tidur. Ditatapnya wajah mungil itu lagi, kemudian ia kecup pipi bayi tersebut.

"Kau tampan sekali," gumam Alea. "Ibumu pasti menyesal telah meninggalkanmu."

Untuk beberapa saat Alea terus saja memandangi wajah bayi itu. Sembari memikirkan tentang kejadian tadi. Ia berharap ini bukan mimpi, sebab ia mulai jatuh hati. Ia juga memikirkan tentang kemungkinan jika wanita itu kembali dan mencari bayinya. Tapi hari sudah malam, tidak mungkin ia membawa bayi itu kembali ke area pemakaman.

"Mungkin besok saja aku kembali ke sana."

Alea meletakkan bayi itu ke dalam ranjang bayi yang dibuat khusus oleh suaminya untuk anak mereka. Ia juga membuka selimut tebal yang membalut si bayi, dan menemukan sebuah ponsel juga cincin bermata biru.

"Apa ini milik Nyonya itu?" Alea membolak-balik ponsel yang ia pegang. Lalu beralih menatap cincin yang diduga Alea pasti harganya mahal.

Ia memang tak pernah memiliki cincin seperti itu, tapi ia sering melihat orang-orang kaya yang datang ke toko bunga miliknya memakainya. Tangannya beralih pada layar ponsel. Menekan tombol power untuk menyalakan.

"Ah, rupanya mati," ujar Alea lirih. "Aku akan mengisi daya, siapa tahu Nyonya itu menghubungi melalui ponsel ini."

Alea beranjak dari ranjang bayi, menuju meja di samping tempat tidurnya. Menghubungkan ponsel tersebut ke pengisi daya. Sekaligus meletakkan cincin itu di sana.

Entah mengapa, Alea merasa tak bisa jauh dari bayi yang bersamanya sejak semalam. Ia bahkan mengambil bayi itu dan mengajaknya tidur seranjang dengannya. Beberapa kali bayi itu terbangun untuk minum asi. Alea benar-benar merasa seperti merawat anak sendiri.

Keesokan pagi, Alea sudah membersihkan bayi itu. Memandikan dan menggantikannya baju. Tentu baju itu adalah milik bayinya yang telah tiada. Dengan memilihkan baju mana yang cocok untuk anak laki-laki.

"Kau tampan sekali," ujar Alea.

Ia dekap bayi itu. Mendadak muncul rasa tak ingin berpisah. Walau baru satu malam, rasanya Alea tak ingin kehilangan. Mungkin semua karena ia seperti mendapatkan ganti dari bayinya yang meninggal.

"Jangan egois Alea, mungkin saja Nyonya itu sibuk mencari bayi ini sejak semalam." Nurani Alea bersuara. Ia memang telah jatuh hati pada bayi ini, tapi bagaimanapun bayi ini adalah milik orang lain.

Ia tahu sakitnya kehilangan, ia tidak ingin ada wanita lain yang merasakan hal yng sama. Terlebih karena keegoisannya.

Dengan berat hati, Alea menggendong bayi laki-laki itu. Membawa serta ponsel serta cincin yng semalam ia letakkan di meja. Berangkat ke area pemakaman, untuk menunggu ibu dari sang bayi.

_____________________________________________

Di sebuah vila di kota Cancun. Louisa tergeletak tak berdaya. Tidak ada tindakan medis yang ia terima setelah ia mengalami pendarahan semalam.

"Tuan, Nyonya Fernandes tidak lagi bergerak," lapor seorang pelayan yang mengantarkan sarapan untuk Louisa.

"Apa maksudmu tidak bergerak?" tanya seorang pria yang sedang menyulut cerutu di tangan.

"En-entahlah, Tuan ... tapi kurasa Nyonya Fernandes telah tiada," jawab pelayan berkulit hitam itu dengan takut.

Pria itu tersentak. Ia segera bangkit dari kursinya. Dengan langkah lebar pergi ke kamar di mana Louisa di kurung sejak semalam.

Ia menghampiri tubuh pucat Louisa. Benar saja. Tubuh itu sangat dingin dan kaku. "Sialan! Dasar j*lang tidak berguna!" umpatnya pada tubuh tak bernyawa Louisa.

"Panggil Martin dan Rafael!" bentaknya pada pelayan.

"Baik, Tuan." Dengan langkah cepat pelayan itu keluar dan memanggil dua tukang pukul anak buah Tuan David.

Tak lama dua tukang pukul yang semalam mengejar Louisa itu muncul. "Ada perintah apa, Tuan?"

"Buang wanita tak berguna ini, buat seolah-olah ia kabur dari rumah sakit dan mengalami kecelakaan. Saat ini Juan pasti sedang mencari istri j*langnya ini," titah David, yang tak lain adalah kakak ipar dari Juan—suami Louisa.

"Siap, Tuan!" Kedua anak buah David itu bergerak cepat melaksanakan titah tuannya.

David sendiri langsung pergi dari vila karena merasa usahanya sia-sia. Ia masih memikirkan di mana Louisa membuang atau menitipkan anaknya. Ia tak peduli jika Louisa mati, baginya yang terpenting adalah kematian bayi wanita itu.

"Aku pasti menemukanmu bocah nakal!" ujar David ketika mengemudi.

Terpopuler

Comments

Sumini Mini

Sumini Mini

lanjut kk..aku suka ceritanya

2025-05-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!