DINDA??
Itu bukan kamu barusan, kan?!
Suaranya... kayak kamu, tapi dingin. Kayak bukan manusia...
[Read – tapi nggak ada balasan]
[23.17 - Voice Message dari Nanda - 0:12]
“Aku dorong pintu loteng. Engselnya karatan... tapi nggak terkunci lagi.
Ruangan ini bau... kayak daging busuk dan besi. Dan di tengahnya... cerminnya. Tapi...”
[23.18 - WhatsApp]
Nanda
...Cerminnya retak.
Tapi dari DALAM.
[23.19 - Photo sent by Nanda]
Gambar cermin besar, retak di tengah. Di balik retakan, tampak samar... wajah Dinda, tapi matanya hitam penuh.
Tangannya menempel dari dalam, seperti mencoba keluar.
Dinda (Online)
Dinda
Kamu akhirnya lihat aku.
Sekarang, bantu aku keluar.
Nanda
Kamu... bukan Dinda.
Dinda yang asli... udah mati, ya?
Dinda
Mati?
Bukan.
Dia di sini.
Tapi aku yang lebih dulu tersenyum.
[23.21 - Incoming Photo from Dinda]
Foto selfie: Wajah Dinda... tapi senyumnya terlalu lebar. Giginya... seperti pecahan kaca. Dan di belakangnya, ada seseorang berdiri dengan wajah yang MIRIP NANDA.
Nanda
APA ITU AKU DI BELAKANG KAMU?!
Dinda
Bukan kamu.
Tapi dia pengen jadi kamu.
[23.22 - WhatsApp]
Nanda
Kenapa aku?
Kenapa kita?
Dinda
Karena kita ngelihat mereka duluan.
Dan sekarang... mereka mau dunia kita.
[23.23 - Nanda Voice Note - 0:08]
“Langkah kaki di belakangku...
Cermin itu... sekarang menunjukkan dua sosok berdiri di belakangku.
Dua orang... tersenyum. Dan satu di antaranya... aku sendiri.”
[23.24 - WhatsApp]
Nanda
Kalau aku ngancurin cerminnya... semuanya selesai?
Dinda
Mungkin.
Atau kamu bakal ngurung diri sendiri selamanya.
Pilihannya:
Kau di dunia mereka.
Atau... mereka di dunia kita.
[23.25 - Voice Note dari Nanda - 0:05]
Suara nafas berat. Disusul suara benda pecah keras.
[23.26 - WhatsApp]
Nanda
Sudah kubanting cerminnya.
Tapi...
kenapa bayangan aku masih berdiri di sana?
Comments