Dinda?
Pesanmu tadi putus. Aku naik, oke?
Kalau kamu sembunyi, kasih kode apa pun.
[Read]
Nanda
Din... aku denger suara tawa kecil barusan dari loteng.
Tolong bilang itu kamu...
[23.06 - Voice Message from Dinda - 0:04]
Suara serak. Bukan suara Dinda.
"Naiklah... dia sudah tersenyum untukmu."
Nanda
ITU BUKAN DINDA!!
DINDA KAMU DI MANA SEBENARNYA?!
[23.07 - WhatsApp Call: Missed Call from Nanda]
Nanda : Aku di tangga.
Cahayanya mati total, tapi aku nyalain senter.
Setiap anak tangga berderit...
tapi bukan cuma karena aku.
Ada suara lain... kayak napas di belakangku.
Tapi pas aku noleh, kosong.
[23.08 - WhatsApp]
Nanda
Aku di depan pintu loteng.
Terkunci dari dalam.
Tapi... sekarang aku denger suara bisikan. Bukan satu, tapi dua.
[23.09 - Photo sent by Nanda]
Foto pintu loteng. Ada bekas goresan di kayunya, membentuk senyuman panjang... seperti dipahat paksa.
[23.10 - WhatsApp]
Dinda
Jangan buka.
Kalau kamu buka,
kamu akan lihat aku. Tapi bukan aku.
Nanda
Tapi aku harus selamatin kamu!
Dinda
Nanda... dengar baik-baik.
Tadi aku liat pantulan kita di cermin...
Tapi mereka bergerak lebih dulu.
Mereka... nyalin semua yang kita lakukan.
Sekarang mereka pengen lebih.
Nanda
Lebih apa?
Dinda
Mereka pengen tubuh kita.
Pengen hidup kita.
[23.12 - Voice Message from Dinda - 0:07]
"Kalau aku hilang... jangan percaya versi aku yang tersenyum."
[23.13 - WhatsApp]
Nanda
Dinda?
Dinda aku denger sesuatu patah dari dalam loteng...
Kayak... suara leher dipelintir.
[23.14 - Incoming Call: Dinda]
Nanda
(Dijawab cepat)
Dinda?! Kamu nggak apa-apa?!
Dinda
(di ujung telepon, dengan suara tenang)
Aku baik-baik saja, Nan.
Sekarang... ayo kita tersenyum bersama.
Comments