bab 5

Cahaya samar dari lampu sudut kamar menyinari pelan dinding putih pudar. Udara dingin. Sunyi. Jam di meja kecil menunjukkan pukul 02.37 dini hari. Azura membuka mata perlahan. Napasnya berat. Masih tersisa bekas penenang di tubuhnya. Tapi tidak ada kabel. tidakk ada penjaga. tidak ada suara mesin. Dia di kamar. Kamarnya sendiri. Tapi ada yang aneh. Baju yang ia pakai—bukan seragam. Tapi kemeja lusuh miilk alzero yang dulu sempat dia curi dari ruang laundry asrama. Yang selalu dia simpan… karena baunya seperti kebebasan. Azura pelan-pelan bangun, duduk di tepi ranjang. Kakinya dilipat, dan tubuhnya membungkuk. Dia memeluk lututnya erat-erat, dagu bertumpu di sana. Beberapa detik... cuma suara napas yang terdengar. Lalu... Air mata mulai turun. Tanpa isak. Tanpa suara. Tapi deras. Kayak semua emosi yang ditahan terlalu lama akhirnya bocor keluar pelan-pelan. Azura menggigit bibirnya. Matanya merah. Tapi dia gak tahan buat gak ngomong—
azura
azura
gua cuma mau hidup tenang…
Tangannya menggenggam sprei dengan keras. Gemetar. Ada luka baru di pergelangan tangannya. Tapi dia gak peduli.
azura
azura
gua gak minta dilahirkan buat jadi alat. gua gak mau dijadiin monster...
azura
azura
//dia mendongak sedikit, ngeliat bayangan dirinya di kaca lemari. gua cuma pengen... sekolah biasa. temen biasa. hidup biasa.
azura
azura
//satu tarikan napas panjang. satu helaan napas yang patah. kenapa semuanya harus seperti ini?
Pelan-pelan, Azura berdiri. Kakinya masih lemas, tapi dia paksakan juga. Langkahnya pelan menuju jendela yang tertutup tirai tipis. Tangan kirinya—yang gemetar—menyibakkan tirai itu perlahan. Langit di luar masih gelap. Tapi ada bintang. Kecil. Samar. Tapi nyata. Azura menatapnya lama. seperti sedang mencari jawaban, atau mungkin… harapan. Tapi bintang-bintang itu terlalu jauh untuk dimintai tolong. Tangisnya belum berhenti. Tapi sekarang matanya kosong.
azura
azura
apa mama liat aku sekarang? //bisiknya lirih.
azura
azura
kalo iya... tolong kembali ke sini, kalo tidak bisa... ajak aku mah. aku mau ketemu mama, aku mau peluk mama. orang-orang itu pada jahat ma...
Bahunya bergetar. Tangannya menutup mulut, seolah ingin menahan semua suara kesakitan yang hampir meledak. Dia jatuh berlutut. Punggungnya membungkuk, hampir mencium lantai. Tubuhnya seperti tidak sanggup lagi menahan beban yang selama ini disumpal dalam diam.
azura
azura
aku capek…
Kata itu keluar seperti gumaman. Tapi punya berat seribu ton. Dia pergi ke arah cermin yang ada di atas meja kabinet. Azura menatap dirinya sendiri—mata sembab, luka-luka kecil yang belum kering, bibir pecah-pecah, pipi yang tirus. Perlahan, tangannya membuka laci kecil di bawah meja. Ada cutter di sana. Masih bersih. Masih tajam. Tangannya menyentuh gagangnya. Tapi cuma sebentar. Dia menutup laci itu lagi. Seketika tubuhnya gemetar hebat. Dia memukul dada sendiri. Berkali-kali.
azura
azura
kenapa… gue nggak bisa sembuh? //lirihnya
azura
azura
lo dimana alzero... gua belum sempet meluk lo. gua belum sempet ngeluarin semua kalimat yang mau gua ucapin ke lo
azura
azura
gua bahkan udah gak inget suara mama. gua gak inget rasanya dipeluk
Dia jatuh terduduk. Di lantai kamarnya yang dingin. Dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun… dia merintih kecil. Seperti anak kecil. Seperti manusia. Bukan alat. Bukan eksperimen. Bukan monster. Cuma seorang gadis… Yang ingin dicintai.
Hari itu cerah. Angin tidak terlalu kencang. Dan jam istirahat terasa biasa saja. Azura berjalan masuk ke gerbang sekolah memakai hoodie abu-abu dengan rambut yang di kuncir satu. Semua orang ngelirik, tapi gak ada yang berani nyapa. Beberapa guru kaget, beberapa murid bisik-bisik. > “Bukannya dia dipulangin kemarin?” > “Kok bisa balik lagi? Gak kena skors?” azura gak peduli. Langkahnya tenang. Santai. Nggak menantang. Dia bahkan masuk kelas kayak gak ada yang aneh. Nulis catatan, ngerjain tugas, dan... senyum kecil waktu guru ngomong agak ngelantur. Siang itu, dia duduk di kantin. Nasi goreng dan segelas es teh manis. Cuma itu. Tapi beda. Karena ada yang duduk di depannya.
lia
lia
kamu kembali? //tanya suara lembut.
Azura ngangkat wajah. Lia. Dia duduk sambil membuka kotak bekalnya. Nggak banyak basa-basi.
azura
azura
iya //jawab Azura singkat. kangen nasi gorengnya
lia
lia
//Lia senyum tipis yaa... worth it lah ya
Mereka makan dalam diam sebentar. Tapi gak kaku. Justru tenang. Sampai akhirnya Lia lirih bertanya.
lia
lia
tangan kamu... kenapa?
Azura kaget dikit. Dia ngelirik pergelangan tangan kirinya—yang ternyata gak sengaja kelihatan karena lengan hoodie-nya tersingkap. Ada bekas luka merah. Masih baru. Azura buru-buru nutupin. Tapi Lia nggak kelihatan kayak orang yang mau kepo. Wajahnya malah tulus, sedikit khawatir.
lia
lia
maaf. gak maksud nyudutin. aku cuma... ya, nanya aja.
azura
azura
//Azura tarik napas. Lalu... senyum kecil. jatuh
Lia ngangguk. Tapi matanya bilang dia tahu lebih dari itu. Dan... Azura tahu dia tahu. Tapi Lia gak maksa. Itu cukup buat Azura. Di tengah keramaian, dua cewek yang beda dunia itu duduk, makan, dan ngobrol seadanya. Tapi buat Azura... Momen itu... kerasa nyata.
*POV KAEL* Langkah Kael pelan waktu dia nyandar di balkon lantai dua, rokok elektrik di tangan, dan pandangan tertuju ke arah kantin. Dia nggak ngomong. Cuma diem, ngamatin. Di bawah sana, dia lihat Azura duduk bareng Lia. Makan. Ngobrol. Dan... ketawa kecil. Hal yang aneh banget. Bukan karena Azura bisa ketawa—tapi karena dia milih buat nunjukin itu ke orang lain. Orion muncul dari belakang, nyender juga.
orion
orion
lo beneran masih mantau dia?
Kael gak jawab. Cuma ngerespon lewat embusan asap tipis dari mulutnya.
orion
orion
lo udah dapet data yang lo mau kan dari Jian?
kael
kael
//Kael mengangguk pelan. dapet... tapi nggak lengkap. banyak file dikunci. banyak memori yang disensor
kael
kael
//Dia berhenti sebentar. dan sekarang gue ngeliat dia di situ—seolah semua yang terjadi... nggak pernah terjadi.
orion
orion
//Orion menoleh ke Azura. lo curiga?
kael
kael
bukan, gua cuma penasaran.
orion
orion
penasaran kenapa?
kael
kael
//Kael mencibir dikit. Kenapa cewek yang punya kapasitas membunuh tiga anggota Unit Omega dalam waktu kurang dari dua menit... bisa duduk tenang makan nasi goreng sambil senyum kayak siswi teladan.
orion
orion
//Orion ketawa pendek. mungkin karena nasi gorengnya enak.
Kael ikut senyum kecil. Tipis. Tapi matanya tetap nyala. Bukan karena rasa takut. Tapi karena insting.
kael
kael
dia nyimpen sesuatu //gumamnya. Bukan cuma rahasia. Tapi... luka yang belum sembuh. Dan selama itu belum keluar—dia bukan cuma misteri. Dia bom waktu.
kael
kael
//Kael ngelirik jam di tangannya. dan kalau gue gak ngerti dia lebih dulu... kita semua bisa kena ledakannya.
*POV AZURA* Bel pulang sekolah berdentang. Suara tas diseret, sepatu berderap, dan obrolan bocor dari murid-murid yang buru-buru kabur dari kenyataan bernama sekolah. Azura melangkah pelan ke arah gerbang. Hoodie-nya masih ia kenakan, dan wajahnya datar seperti biasa. Bukan pengen minggat, tapi juga gak tertarik berlama-lama. Tapi langkahnya terhenti sebentar. Di sisi kanan gerbang, bersandar santai di motornya, Kael. Lengan dilipat di depan dada. Helm tergantung di stangnya. Mata tajamnya fokus ke satu titik. Azura. Tatapan mereka saling bentrok sepersekian detik, lalu Azura memalingkan muka dan lanjut jalan, seolah Kael adalah tiang listrik. Tapi Kael? Dia senyum kecil. Lalu melangkah maju, menghadang jalur Azura.
kael
kael
tumben lu ga bikin rusuh hari ini //katanya santai, nada suaranya kayak angin sore—adem tapi bisa nusuk kalau salah arah.
azura
azura
//Azura berhenti. gue lagi gak mood ngeladeni badut.
kael
kael
//Kael menaikkan alis, geli. gue badut? waduh. padahal biasanya lo langsung nyerang.
azura
azura
//Azura melirik ke arah motor Kael. lo mau ngelabrak gue atau sekadar pamer motor?
kael
kael
//Kael nyengir kecil. kalo lu mau naik, tinggal bilang.
azura
azura
//Azura memutar mata. gue lebih milih jalan kaki... daripada naik motor cowok aneh yang hobi mantau dari balik balkon.
kael
kael
//Kael ketawa. jadi lo sadar?
azura
azura
lo bukan ninja, kael.
kael
kael
dan lo bukan cewek biasa.
Azura diam. Suasana jadi agak hening. Angin sore nyapu rambutnya yang terurai keluar dari hoodie. Kael ngelangkah dikit lebih dekat, suaranya sedikit lebih pelan.
kael
kael
lo tahu... kalau lo mau hidup tenang, lo harus berhenti pura-pura.
azura
azura
//Azura menoleh, tajam. dan lo tahu... kalau lo terus kepo, lo bakal masuk ke tempat yang gak bisa lo keluarin.
Tatapan mereka terkunci lagi. Kael gak mundur. Azura juga enggak. Tapi kali ini... gak ada yang menang. Setelah beberapa detik, Azura melangkah pergi, tanpa pamit. Tapi Kael hanya senyum, tangannya masuk ke saku celana, lalu gumam pelan: “Lo baru aja bikin gue makin penasaran.”
Terpopuler

Comments

Sena Kobayakawa

Sena Kobayakawa

Saya suka banget ceritanya, terus semangat menulis ya thor!

2025-04-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!