“Apa itu namamu?”
Jantungku berhenti seketika. Satu pertanyaan yang membuatku hampir kehilangan nyawaku. Aku tidak menduga dia akan bangun secepat ini.
“Hae Ji... Nama yang aneh!” gumannya pelan.
“Menurutmu begitu?” Aku menatap matanya dalam. Sebuah anggukan kecil dan ceria membalas ucapanku dengan cepat, disusul dengan informasi yang tidak aku duga sama sekali akan datang darinya.
“Aku kira namamu akan terdengar seperti Thalassa, dewi laut yang kami puja!”
“Dewi laut?”
“Kurasa di daerahmu tidak ada laut ya? terlihat dari wajahmu lho!”
Sial, cukup menjengkelkan. Anak kecil ini mengejekku!
Noel tertawa riang, barisan giginya terlihat jelas olehku dan kini telah berakhir dengan senyuman. Setelahnya, Noel menatapku dengan tegas, satu tarikan napas dia lakukan dan sebuat melodi asing datang menghampiri sekeliling kami.
Thalassa, bangkit dari buih purba,
Lautan adalah takhta, ombaknya kata.
Datanglah Sang Naga, dari jurang terdalam,
Memberi sisik, di badai kelam.
Kini Sang Dewi pegang pusaran air suci,
Tak ada kapal yang karam, jika ia merestui.
“Lagu?”
“Hmmm... Kamu benar!” Noel tersenyum kembali. Irama dan setiap bait lirik yang dia nyanyikan sebelumnya mengandung arti lain bagiku. Kurang lebih, aku bisa menebaknya.
Jadi Kita saat ini ada di daerah dekat lautan ya...
“Bolehkah aku menyanyikan lanjutanya?” Noel menatapku berbinar-binar. Tatapan matanya cukup silau hingga membuatku tersenyum dan menyetujuinya.
Dari lagu yang dia nyanyikan seriang itu, aku yakin. Ruang bawah tanah ini berada di bawah laut, atau tempat dimana perairan mengelilingi tempat ini. Saat Noel masih melanjutkan nyanyiannya, aku melihat kembali genangan air yang tercipta dari langit langit.
Semoga rasanya asin! dengan begitu dugaanku benar.
Saat kucuil air itu dengan jariku, aku merasakan perasaan senang yang luar biasa. Genangan itu adalah sekumpulan air laut yang merembes dari atas. Pantas tidak ada sedikitpun penerangan alami di sini.
Aku harus tahu informasi lainnya yang kebutuhan!
Noel berdeham kecil, lalu melanjutkan melodi asingnya dengan suara yang lebih riang, seolah-olah ia sedang menari di antara ombak. Noel melanjutkan balada yang dia nyanyikan sebelumnya.
Ia lindungi nakhoda, yang tulus dan berani,
Dari monster palung, dari ombak meninggi.
Sebab janji Sang Naga, mengalir di nadinya,
Menjadikan lautan ganas, bagai danau mulia.
Pelaut yang berlayar, di malam yang gelap,
Tahu bahwa ia Dewi, yang janji takkan lesap.
Di bawahnya ada Rumah, di atasnya ada buih,
Dimana Pilar Keheningan berdiri kukuh!
Maka suarakan nama, saat air membekukan,
Thalassa tak 'kan biarkan, jiwamu tenggelam.
Aku mendengarkan dengan saksama, mengabaikan rasa asin yang memuaskan di jariku. Aku bukan hanya mendengar sebuah lagu, tetapi mencoba mendengarkan sebuah peta ataupun pentunjuk yang bisa saja aku dapatkan.
Monster Palung. Ini menunjukkan ancaman yang pasti ada di kedalaman. Dimanapun aku berada Laut memang tempat yang penuh misteri.
Danau Mulia. Kontradiksi yang disengaja. Di sini, lautan ganas malah digambarkan seperti danau—tenang, terkendali. Kurasa Ini menegaskan bahwa daerah ini sangat dipengaruhi oleh kepercayaan pada Dewi Laut.
Belum ada informasi tepatnya kita berada di mana
Lalu dua baris terakhir yang kurasa paling penting "Di bawahnya ada Rumah, di atasnya ada buih, Di mana Pilar Keheningan berdiri kukuh."
Pilar Keheningan. Nama yang terlalu spesifik untuk hanya menjadi kiasan. Itu pasti nama sebuah struktur, sebuah lokasi. Mengingat aku berada di bawah laut, 'Rumah' yang dimaksud Noel bisa jadi adalah tempat ini, atau mungkin tidak. dan juga 'Pilar Keheningan' adalah struktur di atas atau di sekitarnya yang menahan tekanan air. Kurasa logika ini masuk.
“Pilar Keheningan,” gumamku pelan. “Apakah itu pilar yang sangat besar, Noel?”
Anak kecil itu mengangguk dengan semangat. “Tentu saja! Pilar itu menahan langit-langit laut agar tidak runtuh! Semua orang tahu itu, Hae Ji! Itu sebabnya kita aman di sini!”
Sini yang dia ucapkan sebenarnya dimana?
“Kita ditahan disini lho dan mungkin akan di jual oleh bangsawan itu sebentar lagi, kata aman kurasa tidaklah tepat!” ucapku santai.
“Eh... Iya juga ya!”
Aku menghela napas. Terlepas dari kepolosan Noel, banyak informasi yang harus aku bedah lagi.
Saat ini kami ada di bawah laut, anggap saja di suatu struktur yang ditopang oleh 'Pilar Keheningan'. Mungkin pilar itu merujuk pada suatu hal yang tidak aku pahami di duniaku sebelumnya, tidak mungkin pilar Keheningan adalah tempat ini. Tapi, apa salahnya memastikan kembali.
Sekarang, aku harus mencari tahu apakah pilar itu juga memiliki celah untuk melarikan diri, atau setidaknya tempat yang kering.
“Noel,” panggilku lembut, “Apakah ada yang pernah mencoba pergi ke Pilar Keheningan?”
Tawa riangnya menghilang. Mata birunya meredup. “Tentu saja ada. Mereka bilang, Pilar itu adalah gerbang... Tapi Thalassa tidak suka pengkhianat. Mereka tidak pernah kembali.”
Gerbang? Sial kepalaku sudah pusing tempat apa lagi itu!
Sebuah informasi yang berharga, tetapi membawa risiko besar, sejauh ini aku hanya menafsirkan data dengan pengetahuan minimku. Jalan keluar pasti ada, tetapi mendengar balada ini kurasa lautan banyak dengan ancaman "monster palung" dan "kutukan dewi," hal itu jauh dari kata aman.
“Aku mengerti,” kataku, sambil membersihkan air asin di jari.
“Terima kasih, Noel. Nyanyianmu sangat indah. Bisakah kau menyanyikan balada lain tentang... monster?”
Mata Noel langsung bersinar-sinar lagi, seolah permintaanku adalah hadiah paling menarik. Dia beringsut mendekatiku, suaranya kini sedikit berbisik misterius, seperti rahasia yang dibagikan di tengah malam.
“Kalau tentang monster, ada Balada 'Kutukan Siput Emas'. Itu lagu yang mengerikan, Hae Ji!”
“Kutukan Siput Emas? Menarik,” gumamku, mencoba menyembunyikan rasa frustasiku akan informasi yang kudapat selama ini. Lagi pula aku tidak bisa menanyakan secara langsung pada Noel kita ada di mana. Lagipula dia hanyalah anak perempuan usia 10 tahu yang dibohongi oleh bangsawan gendut itu dan dibawa kemari.
Monster palung pasti punya nama, dan mungkin ceritanya mengandung hal lain yang bisa kugunakan di situasi ini.
Noel menarik napas dalam-dalam, menatap genangan air di lantai seolah-olah ia sedang menatap lautan yang gelap di atas kami.
Balada Kutukan Siput Emas yang tadi dia sebutkan kini Noel nyanyikan dengan irama perlahan dan menyeramkan, seperti langkah kaki di kegelapan.
Dahulu kala, hiduplah nelayan serakah,
Yang jarah Emas Thalassa, di gua yang basah.
Ia curi mahkota, ia ambil perhiasan,
Tak peduli kutukan, tak peduli larangan.
Dewi murka hebat, tak terperikan marahnya,
Mengambil jiwa nelayan, dan juga raga.
Siput Emas, Merayap di Palung Sunyi,
Mengubah manusia menjadi Batu yang mati.
Cangkang berkilauan, memanggil jiwa kotor,
Kutukan keangkuhan, di kedalaman tidur.”
Tubuhnya tak tenggelam, tak pula mengapung,
Menjadi monster beku, di kedalaman ujung.
Kini ia berburu, di kegelapan air,
Siapa pun yang tamak, akan ditarik hadir.
Jika kau lihat cahaya, di dasar yang kelam,
Itu bukan harapan, itu jerat yang kejam.
Siput Emas, Merayap di Palung Sunyi,
Mengubah manusia menjadi Batu yang mati.
Cangkang berkilauan, memanggil jiwa kotor,
Kutukan keangkuhan, di kedalaman tidur.
Noel menyelesaikan nyanyiannya dengan desahan kecil, tubuhnya sedikit gemetar, seolah Balada itu benar-benar menyeramkan baginya. Mungkin di dunia ini lagu lagu tersebut memang sangat erat demgan kehidupan mereka. Berbeda dengan zaman modern sekarang, hanya sedikit dari orang tua bahkan pemuda yang mengetahui cerita rakyat tempat tinggal mereka.
“Monster itu masih ada, Hae Ji,” bisiknya, matanya yang secerah lautan kini dipenuhi ketakutan. “Para pelaut bilang, ia masih menjaga Emas Dewi di gua karang dekat pilar.”
“Orang mengatakan wujudnya tidak bisa disamakan dengan Keong lho!”
Aku merasakan hawa dingin, bukan karena udara, tetapi karena informasi yang baru saja kudapatkan. Dunia fantasi ini benar-benar mengerikan.
Jika orang lain terlempar ke dunia fantasi berada di tempat yang aman sejak awal, kenapa aku harus ditempatkan di tempat seperti ini. Terlebih dengan segala perlakuan yang mengerikan!
Ah... Aku ingin mati, apa mati bisa membuatku segera pulang?
Aku bodoh, pulang ke akhirat iya. Tiket VIP langsung ke neraka!
“Terima kasih, Noel. Kau memberiku banyak hal.” Aku berpikir cepat.
Monster Palung itu bernama atau diwujudkan dalam Siput Emas, bisa jadi itu hanya pemaknaan orang sekitar saja. Kutukan utamanya dari lagu itu adalah mengubah target menjadi Batu yang mati. Di duniaku kalau tidak salah ada cerita serupa. Monster itu menjaga Emas Thalassa—artinya harta karun atau mungkin hal lainya. Entahlah aku sudah pusing memikirkannya.
Asal-usul monster itu adalah nelayan serakah yang dihukum oleh Thalassa? kurasa bukan, aku yakin cerita ini lebih dari petunjuk. Ini memperkuat korelasi antara kemarahan dewi dan hukuman bagi yang tamak. Amanat yang bagus sih, tapi untuk saat ini cerita dari balada yang berkaitan dengan moster laut tidak terlalu berguna bagiku.
“Noel,” Aku memanggilnya dengan suara rendah.
“Kita tidak berada di tempat yang kau nyanyikan kan?”
Noel mengangguk pelan, “Iya benar, lagi pun itu hanyalah lagu cerita daerah kami!”
Aku terdiam. “Begitu ya, terimakasih telah bercerita”
“Hae Ji apakah kita bisa pulang kerumah, menyanyikan lagu lagu itu aku ingat akan keluargaku di panti asuhan!”
Balada yang di nyanyikan noel maknanya terlalu luas, ini tidak bisa dikaitkan dengan keadaanku saat ini.
Pada akhirnya kekuatan mental dan kebulatan tekadku sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir dari Korea Selatan harus aku gunakan untuk melawan kutukan dunia fantasi ini.
“Entahlah, Noel ....” kataku sambil tersenyum tipis. “Kurasa kita masih punya kesempatan.”
Aku kembali menatap genangan air laut di lantai, air asin yang kini terasa seperti harapan yang terjebak di tempat asing.
Aku perlu rencana. Dan rencananya harus kupikirkan sekarang.
“Noel, ceritakan padaku tentang Om Gendut itu. Siapa dia, siapa saja yang sudah dia jual dan apa kebiasaannya?”
“Tapi Kenapa Hae Ji?”
“Tentu saja agar kita bisa pulang....”
Pertarungan fisik mungkin akan mustahil. Tapi informasi? Itu adalah medan pertempuran seorang penulis. Kami harus bisa kabur dari sini. Apapun yang terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments