Bab 4 : DIGANGGU

"Terkadang tempat yang sepi terasa lebih indah dan menyenangkan daripada tempat yang dihuni oleh banyak orang."

°°°

Arkana menghentikan motornya tepat di depan sebuah rumah dengan arsitektur bergaya klasik. Rumah yang begitu besar, megah, dan mewah itu berdiri dengan sangat kokoh membuat para orang yang melewatinya rasanya ingin tertarik dan ingin masuk ke dalamnya.

Rumah itu adalah satu-satunya rumah yang begitu megah di komplek itu sekaligus rumah tersempi yang ada di sekitar sana. Jika menurut warga rumah keluarga Pien begitu menyeramkan, berbeda dengan Arkana yang justru sangat enjoy dengan keadaan itu. Dengan kesepian itu, dia merasa tenang.

Arkana berjalan dengan gayanya yang santai tanpa melihat ke sekitaran. Karena dia tau, asisten rumah tangga di rumahnya selalu pulang saat menjelang matahari terbenam.

"Darimana saja kamu?!" suara Bariton yang keras menggema di seluruh sudut ruangan, masuk ke dalam telinga Arkana.

Arkana terperanjat. Seketika tubuhnya langsung membeku diam di tempat. Tidak menengok ke kanan atau kiri.

"Papa tanya, kamu dari mana!" sekali lagi suara tersebut terdengar, namun lebih tinggi nadanya.

Arkana memutar tubuhnya perlahan. Sekarang dia sudah dapat melihat wajah Papanya dengan sangat jelas. Mata Papanya yang memerah, kedua alisnya yang menukik tajam, dan rahang yang mengeras. Menatap begitu nyalang ke arah Arkana.

"Rumah temen." jawab Arkana singkat. Dia menunduk tidak berani menatap wajah Papanya.

"Angkat kepalamu! Lihat Papa!" Arkana hanya menuruti perintah Papanya tanpa menolak.

Begitu Arkana mengangkat kepalanya, kertas-kertas berterbangan dan menghantam wajahnya. Rasa terkejut pastinya datang.

"Ada apa ini, Pa?" Tanya Arkana dengan nada protes, tidak terima dilempar dengan kertas.

"Papa tidak suka kamu berteman dengan teman-teman gak jelas kamu itu! Mereka bawa pengaruh buruk buat kamu! Berhenti motor-motoran, Papa pikir Papa gak tau kamu ngapain di luar sana?!" bentak Cello, Papa Arkana.

"Nilai-nilai kamu sampai jeblok kayak gitu. Malu-maluin keluarga Pien! Jangan contoh Mama mu yang gak tau diri itu! Oh, iya Papa juga denger kamu sering buat onar di sekolah. Kamu buat Papa malu!" Sambung Cello. Bahkan sekarang Cello sampai mengangkat jarinya, menunjuk-nunjuk wajah Arkana.

Arkana terdiam. Namun, semakin lama, telinganya semakin panas mendengar ocehan Papanya.

"Cukup, Pa! Arka punya hidup sendiri. Papa gak bisa atur semuanya. Terserah Arka mau berteman dengan siapa. Bukan mereka yang membuat Arka jadi seperti ini, tapi Arka sendiri yang memilihnya."

"Berani kamu menentang Papa!" Sentak Cello lebih kencang.

"Harusnya Arka yang tanya Papa. Kenapa baru sekarang Papa tanya-tanya tentang apa yang dilakukan Arka? Kenapa Papa sok peduli sekarang?" tanya Arkana.

"Arkana ..!" Geram Cello.

"Apa karena Papa sedang calonin diri di pemerintahan dan harus buka image bagus?"

"Arkana!" Arkana berlalu pergi tanpa perduli dengan wajah Cello yang sudah semakin memerah karena amarah.

°°°

Di pagi hari ini, tepatnya jam 06.30, kelas 12A belum terlalu ramai. Hanya beberapa siswa yang sudah menduduki kursinya. Biasanya merupakan siswa-siswa yang kutu buku atau rajin dan yang tempat tinggalnya jauh dari sekolah.

Jenna masuk kelas setengah jam dari jam masuk sekolah. Dia datang lebih pagi karena belajar dari pengalamannya yang telat kemarin.

Jenna duduk dengan tenang di kursinya.

Namun, ketenangannya tidak berlangsung lama, sekitar 5 menit, datang tiga siswi dan dua siswa. Mereka langsung mengerumuni Jenna.

"Heh, Jenna! Kerjain PR gue! Kemarin, Lo gak kerjain PR gue, malah telat!" Titah Friska, si ketua geng.

Jenna mendongak, menatap Friska. "Mana tugasnya?"

"Kek anjing banget lu, Jen. Nurut sama majikan, suka gue." Ucap Vincent yang berdiri di samping belakang Jenna. "Gimana kalau Lo jadi pelayan pribadi gue, pasti nurut banget kan ya?" lanjut Vincent.

"Jangan kurang ajar." Jenna kembali berujar dengan singkat. Malas dirinya menanggapi Friska and the geng, apalagi Vincent yang suka menggodanya.

"Hahaha, ayolah! Malem Lo free gak? Hotel yuk?" Ajak Vincent.

"Gak."

"Karaoke deh? Nemenin gue minum." Vincent kembali mencoba.

"Gue bukan temen-temen lu, yang suka dunia kayak gitu. Murahan." Ucap Jenna.

"Heh, apaan maksud Lo ngomong gitu?" Sitha yang ada disana, merasa tersindir. Karena semua itu adalah hal yang sering dia lakukan dan tentunya bukan hal yang asing bagi dirinya. Begitu juga dengan teman-temannya yang lain.

"Shut! Udah, udah! Gue yang ada urusan, kerjain PR gue sama temen-temen gue!" Ujar Friska.

Jenna menerima satu per satu buku dari masing-masing tangan. Jumlahnya ada lima buku. Mereka juga tidak memberinya dengan baik, melainkan sedikit melemparnya.

Jenna melihat jam tangan di tangan kirinya. Waktu menunjukkan pukul 06.40. Ada 20 menit sebelum pelajaran dimulai. Dalam hatinya, dia menimbang apakah waktunya akan cukup untuk mengerjakan tugas dari lima orang sekaligus, apalagi soal essai.

Daripada di kelas, Jenna memilih taman sekolah yang lebih sepi dan menenangkan bagi hatinya. Tentunya, dia pun lebih leluasa saat mengerjakannya.

Dengan langkah yang terburu-buru, dia berjalan dengan cepat menuju taman. Tanpa sengaja, dirinya menabrak sesuatu yang keras di depannya.

BRUK!

"AW!"

"Sialan! Bisa jalan gak sih?!"

Suara itu, batin Jenna. Jenna menghela napasnya, lalu mendongak.

"Maaf." Sangat singkat dan padat. Jenna menatap ke depannya, ternyata tadi dia menabrak dada Arkana yang sangat keras.

Arkana menunduk, mencoba menyejajarkan dirinya dengan Jenna yang 20 Senti di bawahnya.

"Tanggungjawab! Dada gue sakit."

Jenna melotot. "Maksudnya? Itu kesakitan?"

"Ya." Arkana kembali berdiri tegak. Jenna merasa kelimpungan, dia tidak bermaksud seperti itu.

"Aku harus apa?" Tanya Jenna pada akhirnya.

"Obatin gue."

Jenna terdiam, tampak berpikir. "Oke. Pulang sekolah, aku bantu obati." Putus Jenna.

"Gak! Sekarang! Sakitnya sekarang, kalo pas pulang keburu sesek terus gue bisa mati." ucap Arkana dengan entengnya.

Jenna mengernyit heran. "Emang separah itu ya?" Arkana mengangkat kedua bahunya.

Duh, gimana ini, aku harus segera menyelesaikan tugas-tugas ini. Tapi, aku tidak mau berurusan dengan Arka, lebih baik aku berurusan dengan Friska and the geng daripada Arka. Batin Jenna.

"Oke, aku obati. Kita ke UKS." ajak Jenna, setelah beberapa detik berpikir.

"Gak mau." Tolak Arkana.

"Hah? Loh kok, gak mau? katanya mau disembuhin?" Tanya Jenna kebingungan.

Arkana menarik lengan Jenna. Genggamannya cukup kuat hingga membuat Jenna yang ditarik berjalan cukup terseok-seok, kewalahan mengikuti langkah kaki Arkana. Ditambah sebelah tangannya masih setia memeluk lima buku Matematika.

Setelah kurang lebih 6 menit, mereka sampai di tempat yang dimaksud.

"Gudang belakang?" Sungguh, Jenna sangat terkejut. "Kenapa ke gudang? Kalau sakit, kita ke UKS!" Ucap Jenna.

Arkana mendekati Jenna. "Supaya sepi, gue gak mau ada yang liat." Bisik Arkana dengan suara rendah, membuat Jenna merinding.

Saat Jenna menoleh, tidak sengaja bersinggungan dengan mata tajam Arkana yang juga sedang melihatnya. Kedua mata itu saling terkunci. Memandang satu sama lain.

Jenna yang terhipnotis, hanya terdiam. Mematung layaknya patung melihat ketampanan Arkana yang begitu dekat dan .. Tunggu!

Lama-lama kenapa tambah dekat?

Arkana memajukan kepalanya. Jantung Jenna sudah tidak dapat dikontrol. Detaknya begitu cepat sampai terasa ingin keluar dari tempatnya.

Ya ampun, Arka mau ngapain?

Kepala Arkana miring ke sebelah kanan. Tangan kanannya menyelipkan rambut Jenna ke belakang telinga. "Ayo, gue udah gak sabar." bisik Arkana.

"Gak .. Sa-sa bar ngapain?" tanya Jenna terbata-bata.

"Cepet obatin gue! Rasanya sakit!" Suara Arkana kembali ke setelan awal. Nadanya meninggi dan terkesan angkuh.

Jenna terkesiap. Apa sih yang lu pikirin!

"Lo gak mikir macem-macem kan Jenna?" tanya Arkana menyelidik. Jenna menggeleng cepat.

"Lo bukan selera gue. Gak selera gue sama cewek kuper dan rata kek lu." Kembali, Arkana berucap membuat Jenna sedikit tersinggung.

"Siapa juga yang minat sama cowok kek algojo." Balas Jenna, lalu segera berlalu ke arah gudang. Meninggalkan Arkana yang melotot tajam ke arahnya.

°°°

BERSAMBUNG--

JANGAN LUPA LIKE, KOMENTAR, DAN VOTE NYA YAA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!