Suasana di luar masih hujan deras. Hal tersebut membuat Jenna mau tidak mau harus berteduh. Belum lagi sering terdapat guntur. Dan petir yang saling bersahutan.
Jujur, dia sangat ketakutan sekali. Dahulu, jika hujan sangat deras begini, ibunya akan setia menemani dan tidak pergi meninggalkannya walaupun hanya mengambil minum ke dapur.
Pelukan hangat sang ibu sangat ia rindukan.
Sekali lagi, ibunya bukan sudah tiada. Dia masih merupakan manusia beruntung yang masih memiliki ibu. Tapi, dia dan ibunya sedang berjauhan saat ini. Berpisah karena keadaan.
Ibu, Jen kangen. Jen, pengen pulang. Lebih baik Jen putus sekolah daripada harus terpisah dengan Ibu. Gumam Jenna dalam hatinya. Dalam kesendirian dan kesedihan di bawah hujan.
••••
"Mas Bowo!! Mas!" Teriakan Tika menggemparkan seisi rumah. Penghuni rumah sampai terkaget-kaget mendengar suara teriakan Tika.
"Apa sih, Tik?" Bowo keluar dari kamar dengan wajah merengut kesal.
"Anakmu tuh mana sih!?"
Ekspresi Bowo terlihat terkejut. Matanya melirik tidak bisa diam ke lantai bawah. "Jenna belum pulang?"
Tika memutar bola matanya malas. "Belom. Anak kampung itu belum pulang, udah 2 jam lebih ini. Pekerjaan rumah belum ada yang beres. ART kan udah pulang."
"Tik, aku mohon, jangan terlalu kasar sama Jenna. Dia itu anakku, artinya dia itu juga anakmu, 'kan?" Bowo berbicara memohon kepada istrinya dengan nada yang lirih.
"Apa!? Gak ya! Aku gak Sudi ngurusin anakmu itu! Lagian kenapa sih ibunya segala kirim dia ke kamu, hah!?" Tika terdiam sebentar dengan kedua matanya yang melotot tajam mengarah ke suaminya. "Ingat ya, Mas. Kalau gak ada aku, kamu itu bakal jadi gembel di kota Jakarta ini!" lanjut Tika dengan suara tegas dan lebih tinggi.
Bowo kembali menghela napas kasar. Beginilah, dia tidak memiliki kuasa di depan istrinya. Kehidupannya di kota, semuanya bisa terjamin berkat istrinya. Jika tidak ada Tika, mungkin benar dia akan menjadi gelandangan yang tidak tau arah di Jakarta.
"Kamu tidak tulus menolongku, Tik." ucap Bowo.
Tika mendelik malas, "Tidak ada yang gratis. Yang penting kamu juga merasakan enaknya kan, hidupmu berkecukupan. Kamu juga tinggal duduk rapi saja, mengurus perusahaan. Tidak usah panas-panasan di trotoar."
Benar kata istrinya, karena pertemuan tidak sengaja mereka berdua yang ternyata membuat Tika jatuh cinta pada Bowo, membuat Tika rela mengeluarkan uang untuk membantu usaha yang pernah Bowo lakukan walau bankrut. Mereka pun menikah karena kehendak Tika. Cinta Tika yang Bowo kira tulus dan besar, mau menerimanya apa adanya, membuatnya menerima cinta Tika dan menikahinya. Ditambah bisa dibilang Tika adalah malaikat penolongnya saat itu. Tapi, saat sudah menikah, semua sifat Tika terlihat. Bagaimana keras kepala dan sombongnya wanita itu membuat dirinya sebagai suami merasa tidak berharga dan satu lagi kekesalan yang Bowo rasakan yaitu saat putri satu-satunya, kesayangannya, Jenna diperlakukan layaknya seorang pembantu di rumah yang cukup megah dan dia hanya bisa terdiam tak berkutik.
"Setidaknya biarkan Jenna pulang ke ibunya."
"Dia yang memilih kemari, maka dia harus merasakan konsekuensinya." balas Tika.
"Biarkan dia pulang, Tika! Aku tidak suka saat kamu memperlakukan dia seperti pembantu, aku sebagai ayahnya ..."
"Ya, ya. Kamu Ayah yang tidak berguna. Tapi, satu hal yang pasti, Jenna tidak akan pulang sampai aku sendiri yang mengusirnya."
"Sampai kapan?" tanya Bowo lirih. Tika tidak menjawab, dia hanya mengangkat bahunya acuh, lalu berlalu dari hadapan Bowo.
Tubuh Bowo terjatuh merosot ke bawah. Lututnya menyentuh lantai yang terasa dingin.
"Kenapa kamu harus menyusul ayah Jen. Kenapa kamu tidak tinggal saja di rumah ibumu. Maafkan, ayah, Jenna." Bowo menunduk, berusaha menyembunyikan tetesan air mata yang mulai keluar satu per satu.
••••
Tok .. Tok ..
"Assalamualaikum, Ma! Ayah! Jenna pulang." Jenna dengan seragam yang basah serta rambut yang sudah basah kuyup. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri dengan erat. Tubuhnya menggigil dengan hebat.
Hujan belum berhenti turun. Jangankan berhenti, reda pun tidak ada tanda. Itulah yang menyebabkan Jenna nekat menerobos hujan yang sepertinya akan awet sampai esok hari.
"Mama! Ayah! Tolong, buka pintunya! Jenna kedinginan. Disini dingin, Mama, Ayah! Hu .. Hu.. Sekali ini saja, Jenna minta tolong. Di .. Ngin ..!" Pinta Jenna dengan lirih, dan ia pun terus menerus berulangkali menyebutkan kata 'dingin' dan 'mohon'.
Sementara di dalam rumah, Tika terduduk santai dengan Mila di depan TV. Menikmati siaran TV tentang komedi. Mereka tertawa terbahak-bahak menikmatinya dan mengabaikan suara teriakan lirih dari luar pintu.
Bowo juga ada disitu. Awalnya, dia biasa aja, tapi lama-kelamaan, ia tidak bisa menahannya lagi.
"Tik! Bukakan pintunya, kasihan Jenna!"
Tika melirik ke arah Bowo. "Malas."
"Suruh siapa telat pulang. Itu hukumannya."
"Sudahlah, Ayah. Biarkan saja, Kak Jen di luar. Dia harus dididik disiplin supaya pulang tepat waktu. Tidak terlambat sampai hari sudah gelap seperti ini. Apa Kak Jen, bercita-cita ingin jadi wanita malam?" Mila berkata dengan entengnya. Wajahnya yang cuek tanpa melihat sekalipun ke Ayah sambungnya.
"Mila! Dia itu kakakmu, jaga bicaramu!" Sentak Bowo pada anak sambungnya.
"Mas! Apa-apaan kamu bentak anakku seperti itu! Apa hakmu?" Tika yang tidak terima Mila dibentak, balas membentak Bowo. "Pokoknya, malam ini Jenna tidur di luar!" Putus Tika.
"Ayo, Mil! Kita ke kamar, istirahat. Kamu juga jangan lupa istirahat."
Setelahnya, Tika dan Mila berlalu meninggalkan Bowo dan masuk ke kamar masing-masing. Bowo yang di ruang tamu kebingungan antara ingin masuk ke kamar atau membuka pintu.
Tapi, dia adalah seorang ayah yang memiliki hati. Kakinya membawa tubuhnya ke arah pintu.
Ceklek!
Terlihat Jenna yang duduk menyandar ke dinding. Badannya menggigil dan kedua tangannya memeluk dengan erat. Kedua matanya tertutup rapat.
Ada sedikit rasa khawatir dalam hati Bowo melihat keadaan Jenna, tapi dia harus menutupinya. Dia berlagak seperti ayah yang tidak punya hati, agar Jenna ingin pergi dari sini. Bowo tidak mau putrinya merasakan siksaan dari ibu tirinya.
"Heh! Masuk kamu!" Suara tegas Bowo mengagetkan Jenna.
"Ayah!" Jenna berseru senang saat akhirnya ayahnya membuka pintu.
"Mau masuk atau disini!? Saya tidak punya waktu lama!"
"Sa-ya?" lirih Jenna.
"Aish! Lamanya." Sebelum Bowo benar-benar menutup pintu, Jenna berbicara.
"Aku mau masuk!" Jenna meliriknya Ayahnya. "Ayah kenapa berubah? Tidak seperti dulu."
Bowo melirik sekilas ke arah Jenna. "Jangan hidup di masa lalu. Semua orang bisa berubah."
Langkah kaki Bowo mendadak lebih cepat hingga meninggalkan Jenna berdiri sendirian di tengah ruang tamu.
"Aku ingin pulang!" Teriak Jenna.
Bowo menghentikan langkahnya yang belum sampai kamarnya, baru di ujung tangga. Dia pun menoleh.
"Pulang sana! Itu lebih baik buat kami. Kamu tidak diharapkan disini. Kembali ke ibumu, anggap ayahmu sudah tiada." Bowo kembali membalikkan badannya dan berjalan.
Jenna terduduk lemas dan menangis dengan histeris. "Haaaaa .. Huu .. Huu ..."
•••
BERSAMBUNG--
JANGAN LUPA LIKE, KOMENTAR, DAN VOTE NYA YAA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments