The Truth Of Love

The Truth Of Love

Bab 1 : KEPUTUSAN YANG SALAH

Aku pernah berpikir bahwa aku adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Tidak dapat dikatakan menderita juga, karena aku masih memiliki semuanya. Mungkin aku hanya kurang beruntung dalam suatu hal.

Keputusanku untuk pindah ke kota menurut saran ibu ternyata adalah pilihan yang salah. Yang awalnya ingin hati ini merasakan kasih sayang seorang ayah yang sudah lama tak kurasakan saat di kampung, malah berubah menjadi penderitaan batin saat mengetahui bahwa ayah sudah memiliki keluarga baru dan hidup lebih bahagia di kota.

Ibu tidak pernah bilang padaku mengenai mereka yang ternyata sudah berpisah selama 5 tahun belakangan ini. Ibu hanya memberi tahu padaku jika ayah sedang bekerja di kota dan akan kembali pulang saat pekerjaan telah tuntas. Tapi, rasa rindu yang terlalu besar membuatku ingin cepat bertemu ayah dan membuat ibu pun tidak berdaya melarangku.

••••

"Jennaaaaa!! Banguun, sudah siang!" teriak Tika, ibu tiri Jenna.

Jenna yang masih menguap melirik ke arah pintu yang digedor cukup keras.

"Sebentar, Ma! Jenna mandi dulu."

Tidak butuh waktu lama bagi Jenna untuk membersihkan seluruh tubuhnya. Setelah itu dia bersiap untuk pergi ke sekolah dan segera turun untuk berkumpul di meja makan keluarga "ayahnya" yang baru. Selama disini tidak pernah Jenna merasa yang namanya sebuah keluarga bagi dirinya.

"Kamu tuh perawan tapi kebo banget sih!" omel Tika. Matanya dengan sinis melirik Jenna yang sedang sibuk turun tangga sambil merapikan seragam.

"Maaf Ma. Jenna kesiangan."

"Hari ini kamu gak dapet sarapan, karena gak masak. Sana pergi sekolah." Dengan entengnya, ibu tirinya itu mengusir dan melarang Jenna untuk sarapan pagi. Padahal, cacing dalam perut Jenna sudah berbunyi saat melihat menu sarapan hari ini. Tapi, apalah daya, dia hanya bisa menurut saja.

"Baik, Ma." Jenna berkata dengan lirih sembari melirik Ayahnya yang sedang membaca berita di iPad. Ayahnya hanya duduk dengan tenang, tampak tidak terganggu dengan percakapan yang terjadi diantara dirinya dan ibu tirinya itu. Memang tidak menghakimi tapi tidak juga membela, itu membuat dirinya sedih.

Ayah sudah berubah. Batin Jenna.

Jenna menghela napas pelan, "Aku berangkat ya, Ma, Yah."

Saat Jenna ingin pergi menuju keluar setelah bersalaman, suara Tika kembali menggema.

"Tunggu dulu!"

"Ada apa, Ma?" Tanya Jenna bingung. Rasanya dia tidak membuat kesalahan. Kesalahannya hanya satu pagi ini yaitu tidak memasak sarapan, walau ada ART dan dia sudah mendapat hukumannya.

"Tunggu Mila sarapan disana. Kamu antar dia ke sekolah. Kemarin, Mila jatuh dari motor. Mama tidak mau terjadi hal seperti itu lagi." Kata Tika yang begitu mengandung perhatian.

Jenna yang mendengar itu menjadi tambah bersedih. Dia benar-benar menyesali keputusannya untuk pergi ke kota. Jikalau dia di kampung, dia pasti akan mendapatkan perhatian yang luar biasa dari sang ibu. Tapi, disini dia tidak mendapat perhatian ibu juga ayah sekaligus.

"Ma, Mila gak mau ah! Mila mau naik motor sendiri, gak mau dibonceng Kak Jen!" Rengek Mila penuh kemanjaan.

Kamila Rosela, adik tiri Jenna. Sebenarnya mereka berdua beda bapak dan beda ibu. Ayah Jenna yang duda bertemu dengan Tika yang janda dengan satu anak yang kini sudah berusia 16 tahun.

"Mama gak mau kamu kecelakaan kayak kemarin!" Tegas Tika bercampur khawatir.

"Gak akan Ma, kemarin lagian cuma jatuh biasa kok, aku pun gak luka parah, kan? Mila malu kalau harus datang bersamaan dengan Kak Jen."

Jenna dan Mila satu sekolahan di SMA terkenal di kota. Itu sebenarnya sangat memudahkan bagi mereka untuk datang dan pulang bersama. Namun, Mila tidak mau jika teman-teman nya tahu jika dirinya dan Jenna adalah saudara tiri. Jadilah, seperti itu, jika di sekolah pun mereka tampak seperti orang asing.

Jenna yang memang tidak memiliki teman dan selalu sendirian itu yang menjadi alasan bagi Mila malu dan tidak mau mengakuinya sebagai kakak di sekolah.

"Ya sudah deh. Kamu boleh pergi sekarang."

Jenna hanya mengangguk, karena malas menanggapinya. Dia merasa muak dengan percakapan ibu dan anak di depannya tadi. Sudah berulangkali terjadi, tapi tetap saja diulang. Apa ingin pamer tentang perhatian ibu kepada anak padanya yang tidak bisa ia dapatkan?

"Sudah tau anaknya alergi padaku, dipaksa terus bersama."

•••

"Hei! Tangkep bolanya!"

Hap!

"Nice to meet you, Brother!"

Seorang lelaki dengan tinggi semampai, rambut sedikit kecoklatan, dan mata yang tajam itu berdiri menghadap lapangan. Matanya dengan jeli mengamati setiap gerak-gerik siswa-siswa yang sedang bermain bola basket.

Tidak pernah ada yang terlepas dari pandangannya, semua masuk ke dalam pantauan.

"Arkan! Ar, Arkanaaa! Hellowwww, anybody sweetieee??"

Plak!

"What the ..."

"Apa?!" Arkana menengok ke arah kanan belakangnya. Disana terlihat Thomas yang sedang meringis kesakitan karena kena tampol. Ada juga Arya yang sudah tertawa ngakak. Serta si dingin dan pendiam, Bara.

"HAHAHAHA, TomTom, TomTom. Rasain lu kena tampol mematikan, HAHAHA."

Plak!

"AW!" Arya mengusap kepalanya.

"HAHAHA, rasain tuh tampolan si beruang kutub." Kali ini, Thomas yang menertawakan Arya yang ditampol oleh Bara. Sedangkan Bara masih mempertahankan wajahnya yang datar bak kanebo kering itu.

"Eh, liatin apa nich? Gabung dong!" Thomas maju dan menyejajarkan dirinya dengan Arkana. Kepalanya tidak bisa diam bergerak ke kanan dan kiri mencari apa yang sedang menjadi fokus Arkana.

Arkana memutar bola matanya malas. Lalu, tangannya meraih kepala Thomas dan memutarnya menuju ke arah lapangan.

"Liat ini!" Tangan Arkana menahan kepala Thomas agar tidak bergerak lagi.

Thomas membulatkan matanya. Tekanan tangan Arkana cukup besar di kepalanya. "Oke, Kan. Tapi, udah ya, sakit loh ini."

"HAHAHAHA, TomTom lu emang ditakdirkan merasakan sakit. Tekanan mematikan itu hahahaha!"

Arkana seketika memutar kepalanya ke belakang. Menatap Arya yang tertawa terbahak-bahak. Arya yang menyadari tatapan elang dari Arkana langsung berhenti tertawa dan menunduk. Dan dia pun hanya bisa menahan tawanya.

Saat sedang hening itu, Jenna datang dengan sedikit rusuh. Bagaimana tidak? Sebentar lagi sudah akan masuk kelas sedangkan dirinya lupa belum mengerjakan tugas yang diberikan guru. Sialnya, tugas itu dari mata pelajaran yang pertama di pagi ini.

"Permisi! Permisi!" ucap Jenna.

Tidak sengaja tubuhnya bersinggungan dengan tubuh Bara yang memang berdiri paling belakang dari yang lain.

"Eh? Maaf." Jenna membungkukkan dirinya, namun matanya tidak bertemu dengan mata Bara. Jenna tidak tau siapa yang ia tabrak, karena setelah membungkuk dia langsung berlari meninggalkan tempat.

"Wah! Tuh, cewek yak. Menurut norma yang berlaku di masyarakat, harusnya dia tuh minta maaf yang benar dengan cara menatap dan mendalami perasaan orang yang telah dia tabrak. Apakah orang tersebut merasa sakit hati karena telah disenggol, Ye gak?" Arya menoleh pada teman yang lainnya terakhir Bara.

"Lu sakit hati gak, Bar, disenggol secara tidak hormat begitu? Apa sakit jantung?" Tanya Arya.

"Woi! Dasar b*go, ini tuh disenggol orang bukan dedemit kek Lo!" Sentak Thomas.

"Heh, Tomyam. Dengerin yak, penyakit jantung itu banyak sebabnya dan salah satunya itu disenggol orang!" ucap Arya dengan yakin.

"Baru denger gua!" gumam Thomas.

"Kan, gua mah pinter gak kayak Lo." ucap Arya.

Bara yang tadi disenggol hanya terdiam. Tidak lama, Bara memilih untuk pergi meninggalkan teman-temannya yang masih berdebat tentang hal yang seharusnya tidak perlu didebatkan.

"Kan si Barbara jadi pergi, gegara loh nih!" tunjuk Arya ke Thomas.

"Hel to the Lo, Hello! Heh, Arya Selokan! Ini tuh gegara lambe Lo!" balas Thomas tidak mau kalah.

"Berisik!" Arya dan Thomas mengalihkan pandangan mereka ke arah Arkana yang bicara. Mereka langsung terdiam dan saling berpandangan.

Hanya satu kata saja dari mulut Arkana, mereka dengan patuhnya terdiam. Entah bagaimana jika Arkana sudah mengeluarkan banyak kata, namun rasanya mustahil seorang Arkana melakukannya, karena dia sudah dicap sebagai si irit kata.

Setelah keduanya terdiam, sama seperti Bara. Arkana pun memilih pergi daripada harus kembali mendengar duo ceriwis versi laki itu kembali berceloteh ria.

"Yah, nasib nasib." Arya menengok ke sebelahnya.

"Ditinggal lagi." Ucap Arya dan Thomas bersamaan dengan bibir keduanya yang manyun.

•••

BERSAMBUNG--

JANGAN LUPA LIKE, KOMENTAR DAN VOTENYA YAA

Terpopuler

Comments

🐌KANG MAGERAN🐌

🐌KANG MAGERAN🐌

mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊

2025-03-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!