...Happy reading and enjoy...
...•...
...•...
...•...
Seperti biasa di hari-hari sebelumnya Mora akan melakukan kegiatan yang sama, yaitu memancing. Pagi ini cukup di katakan hoki karena Mora sudah mendapatkan cukup banyak ikan lumayan untuk lauknya siang ini saat pergi dari rumah tadi Ia lupa memasukan lauknya ke dalam tas bekalnya alhasil Ia harus memancing ikan yang ukurannya tak seberapa untuk makan siangnya nanti.
Untung saja sebelum berangkat tadi Ibunya sudah menyuruh Mora untuk sarapan agar tidak kelaparan di perjalanan, itu karena jarak kebun mereka dengan rumah mereka itu cukup jauh jika harus di tempuh dengan jalan kaki.
Sebenarnya gadis itu tidak khawatir dengan tidak adanya lauk. Toh, ini di kebun, tidak pusing mencari sayuran di sini apalagi di kebunnya sangat banyak sayuran yang di tanam oleh neneknya. Hanya saja Mora termasuk gadis yang sangat jarang makan sayuran, itu yang menjadi masalahnya.
"Kalau gue tinggal di kota, gimana ya? Pasti seru." Kebiasaan Mora ketika sedang duduk sendiri. Ia masih berharap bahwa dirinya tidak tinggal di desa.
"Haluin apa lo?" Seseorang muncul dari belakang Mora hingga tak sengaja membuatnya tersentak kaget.
Ezra. Ya, laki-laki itu kini membawa alat memancing juga bahkan sekarang sudah duduk di samping Mora untuk bersiap-siap memancing. Mora terheran-heran melihat itu, apalagi baru kali ini Mora melihat Ezra memancing.
"Lo ngapain?" tanya Mora memastikan.
"Nyawer! Ya mancing lah," jawab Ezra sarkas.
"Serius?"
"Serius lah, masa gue boong gue udah siap gini masih lo tanya gue ngapain,"
"Emang lo bisa mancing?"
"Liat aja nanti,"
Hening sejenak. Ezra mulai memancing meyakinkan gadis di sampingnya. Sedangkan Mora masih tak percaya melihat Ezra kini ikut duduk di sampingnya dan melakukan hal yang sama dengannya, wajahnya beralih ke alat memancingnya yang bukan dari pohon bambu kecil. Laki-laki itu menggunakan dahan pohon kecil sebagai stik nya.
Mora sesekali menahan tawanya melihat cara memancing Ezra yang menurutnya sangat lucu dan bukan gaya memancing sama sekali. Bahkan gadis itu sesekali kelepasan saat Ezra menggerutu melihat umpannya tidak dimakan oleh ikan sama sekali.
Tiba-tiba ikan melahap umpan Mora hingga membuat gadis itu buru-buru mengangkatnya. Hal itu membuat Ezra yang berada di sampingnya menoleh melihat hasil pancingan Mora, ikan yang lumayan besar dan masih di kail itu meliuk-liuk di udara dan akhirnya berakhir di ember yang sudah diisi air oleh Mora.
"Ko lo bisa gampang banget dapatin ikannya? Umpan gue di liat doang gak di makan," ungkap Ezra seraya mengangkat kailnya ke udara untuk di perlihatkan pada Mora.
Mora mengambil ikan yang sudah lumayan lemas dari embernya.
"Lo bedain mulut ikan ini sama umpan yang lo pasang di kail lo. Muat gak?"
Ezra menggeleng pelan, betul kata gadis itu. Umpan yang di pasangnya terlalu besar, udang seukuran dua jari telunjuk orang dewasa yang di ambilnya dari tambak untuk digunakan sebagai umpannya saat ini.l
"Sama... Itu stik pancing lo gak berat?" tanya Mora.
"Iya sih, berat banget! Gue ampe pake tenaga angkatnya padahal belom ada ikan." Perkataan Ezra jelas membuat gadis itu sontak tertawa karena ulahnya.
Bagaimana tidak. Stik pancing yang miliknya itu terbuat dari kayu kecil menyerupai dahan yang baru di ambilnya, jelas itu akan terasa berat jika di gunakan sebagai stik kail pancing. Berbeda dengan Mora yang sengaja memakai bambu agar terasa ringan, apalagi stik pancing buatannya itu sudah lama sekali bahkan sekarang sudah kering dan terasa makin ringan.
"Kalau mau mancing yang pertama, stik pancing lo jangan pake kayu kecil gitu apalagi masih basah ya jelas berat lah! Pake bambu atau gak pake batang daun enau yang masih kecil itu juga bagus." Ezra sangat memperhatikan penjelasan Mora, dan mulai menyadari kesalahannya memilih stik pancingnya.
"Kalau soal umpan, lo harus pakai umpan kecil. Contohnya udang yang lo pasang seekor banget di kail lo itu harus lo bagi hingga beberapa bagian kecil, terus di pasang satu atau dua aja. Lo kalau masangnya seekor, mulut ikan mana yang bakal muat sama umpan lo. Ada sih, tapi di laut, ini kita lagi mancing di kali." Mora menerangkan beberapa hal yang Ia tau tentang memancing. Sedangkan Ezra masih fokus memperhatikan gadis itu.
"Bilang kek daritadi, pantesan dari awal tadi lo udah ngetawain gue. Ternyata gara-gara itu, yaudah gue pinjem pancing lo dong," pinta Ezra. Tanpa berpikir panjang Mora menyerahkan pancing nya kepada laki-laki di sampingnya.
Ikan hasil pancingannya hari ini sudah cukup untuk makan siang nanti, jadi tidak pusing lagi jika Ia tidak mendapat ikan lagi kali ini. Apalagi, Ezra mungkin butuh bimbingan dan ilmu memancing dari Mora, si gadis unik dari desa yang sekarang menjadi teman Ezra.
Selang beberapa menit pancing Ezra masih belum di sambar ikan. Padahal Ia sudah yakin sebelum kesini laki-laki itu akan menangkap ikan banyak mengalahkan gadis itu alhasil nihil malah ikan Mora lebih banyak darinya bahkan saat pancing Mora beralih tangan ke Ezra masih tetap tidak ada yang berniat memakan umpannya.
"Sabar banget kayaknya," ucap Mora mengandung sindiran untuk Ezra.
"Perasaan umpan yang gue pasang udah bener tapi ko gak ada ikan yang berhasil gue dapetin?" Ezra mempunyai kesabaran yang cukup jika menghadapi gadis unik seperti Mora tapi jika berhadapan dengan ikan sepertinya Ia tak cukup sabar dengan itu, buktinya sekarang Ezra selalu mengomel sembari menyumpah serapah ikan yang tak berhasil di tariknya.
"Kalau ikan udah ngelahap umpan lo, lo tarik yang kenceng jangan slowmo. Yang ada ikan pada jatoh karna gak ngait dimulut ikan," jelas Mora untuk yang kesekian kalinya. Ia berharap kali ini Ezra akan paham dan mengerti cara memancing karena jujur hari sudah semakin siang waktunya gadis itu mengisi perutnya.
Ezra kembali mencoba cara yang sudah di ajarkan oleh Mora, walaupun masih gagal Ia tetap berusaha masa iya dia kalah sama cewek. Sempat beberapa kali terlepas dan akhirnya Ezra berhasil mendapatkan ikan pertamanya hari ini. Saking senangnya, laki-laki itu bahkan sampai berteriak histeris.
"Astaga! Kaget gue!" pekik Mora tersentak kaget.
Hari berlalu. Kini matahari telah di gantikan oleh sang bulan bergantian untuk menyinari bumi ini kembali dengan cahayanya yang indah membawa ketenangan bagi siapa saja yang menikmati suasana nya.
Di ruangan yang bercat putih dengan pencahayaan minim karena lampu harus di bagi dua dengan kamar sebelah, yaitu kamar Dira, ponakannya. Kamar dengan nuansa sederhana yang menjadi tempat ternyaman Mora untuk beristirahat ketika pulang dari kebun.
Mora membuka gawai yang bisa di katakan jadul itu untuk membuka aplikasi WhatsApp. Gawai dengan merk biasa dan keluaran hampir enam tahun lalu itu masih terasa bagus di pakai oleh Mora, walaupun ada kala nya gawai nya akan terasa musuh baginya karena susah untuk di kontrol.
Mora harus sabar dengan kondisi gawai nya sekarang kalau saja sudah ada gantinya mungkin sekarang gawai itu sudah tidak berbentuk lagi di hadapannya. Jika di tanya kenapa tidak mengganti gawai nya saja, Itu adalah keinginannya dari dulu tapi dengan kondisi ekonominya yang tidak mampu itu sangat susah baginya, apalagi di daerahnya sangat susah mencari kerjaan.
Untung saja ketenangan berpihak padanya karena Dira sudah tidur duluan, tumben. Karna biasanya ponakannya itu akan mengganggunya hingga membuat Mora tidur jam duabelas lewat. Mora merebahkan tubuhnya di atas kasur busa yang sudah cukup lama menjadi tempat tidurnya, bahkan busa nya saja sudah mulai menyusut.
Gadis itu meletakan gawainya di atas kasur tepat di samping bantal kepalanya. Matanya menatap langit-langit kamar hingga membuatnya teringat dengan hal-hal yang terjadi tadi siang. Tanpa ada aba-aba bibirnya melengkung membentuk senyum yang tampak manis jika di pandang.
"Lo punya keinginan gak?" tanya Ezra dengan nafas yang masih terengah-engah sehabis lari-larian bersama Mora.
"Semua orang juga punya keinginan, mimpi yang besar, Ja." Mora tersenyum singkat.
"Terus, keinginan lo apa?" Ezra kembali bertanya. Matanya tak berhenti melirik gadis itu, untuk menunggu jawaban darinya.
"Lo yakin?"
"Yakin gue, siapa tau kan nanti gue bisa bantu lo wujudkan keinginan lo." Ezra tersenyum simpul, Ia memang senang membantu orang lain.
"Gak ah! Entar lo malah ngetawain gue lagi," ungkapnya tidak yakin. Ya, apalagi dia mulai mengetahui salah satu sifat Ezra adalah jahil, sama saja dengannya.
"Gak lah, serius nih gue,"
"Gue pengen jalan-jalan di kota besar. Gue pengen banget ngeliat pemandangan kota di malam hari sama kayak gue ngeliat pemandangannya di drama." sekilas Mora tersenyum lagi, membayangkan bagaimana rasanya jika memang keinginannya itu terwujud.
Dari samping Ezra memandangi wajah milik seorang Amora Willona yang menurutnya itu sangat cantik. Yaps, cantik dan manis itu beda menurutnya. Lengkungan kecil terpatri jelas di wajah laki-laki itu, seakan mengagumi sosok ciptaan tuhan di sampingnya.
"Kalau keinginan lo terwujud karna gue, lo bakal terima?" Ezra menatap dalam mata gadis itu terlihat banyak sekali impian besar disana. Ezra bisa merasakannya.
Kening Mora mengerut tidak mengerti apa maksud laki-laki itu.
"Maksud lo?"
Sedangkan laki-laki itu hanya nyengir kuda memperlihatkan barisan gigi rapihnya.
"Gak ada, hehe."
"Dia baik ternyata," ucap Mora tanpa sadar kata-kata itu keluar dari bibir mungilnya.
"Siapa yang baik?"
Sontak Mora terlonjak kaget saat tak sengaja seseorang muncul dari balik pintu kamarnya. Siapa lagi kalau bukan Dira. Harapan Mora malam ini Ia akan tenang pupus lah sudah.
"Gue kaget, anak monkey!" celetuk Mora merutuki Dira yang masih berdiri di bibir kamarnya.
"Wkwk, lagian lo ngapain ngomong sendiri, ngeri bjir!" balas Dira dengan wajah tanpa dosanya. Bahkan sekarang gadis itu menyelonong masuk dan duduk di kasur Mora tanpa di suruh, sudah biasa, pikir Mora.
...—TBC—...
...— To Be Continued —...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Ryner
Gemesin banget si tokoh utamanya.
2025-01-29
0