Debat, Lagi?

...—Happy reading, and enjoy—...

...•...

...•...

...•...

Mora duduk dengan tenang di sebuah saung yang ada di tambak wanita yang di tolong nya tadi. Saat hendak kembali wanita itu memanggil Mora untuk menemaninya sebentar, Mora pun menurutinya lagipula tidak ada salahnya karna wanita di depannya ini memang bukan warga sini.

"Nama kamu siapa?" tanya Wanita itu seraya menyuguhkan segelas minuman cup padanya.

"Aku Mora tante," jawab Mora.

Wanita yang bernama Jessica itu tersenyum lalu menjawab, "mora? Nama kamu bagus ya."

Mora tersipu, baru kali ini ada yang memuji namanya.

"Kamu temenin tante dulu ya, Mora? Tunggu keluarga tante kesini soalnya tante takut sendirian," pinta Jessica. Untungnya gadis itu tidak ada kegiatan hari ini hanya gabut, Mora pun mengangguk seenggaknya dia punya teman hari ini.

"Kamu gak sekolah?"

"Aku udah lulus tante,"

"Gak lanjut?"

Mora tersenyum miris, lalu menggeleng. Itu impiannya sejak dulu, tapi apalah daya Mora harus mengerti dengan ekonomi keluarganya yang masih terbilang tidak mampu.

Melihat raut wajah Mora yang langsung berubah, Jessica merasa bersalah karna sudah bertanya seperti itu. Wanita itu lupa kalau orang orang di sini mayoritas bertani dan nelayan, dengan begitu tidak semua mereka mampu apalagi untuk soal biaya pendidikan.

"Maafin tante ya?"

"Eh, gak apa apa ko, tante. Lagian emang belum rezeki Mora aja," ucap gadis itu seraya tersenyum agar suasana tidak canggung.

"Tante boleh tau nama lengkap kamu?"

Mora mengangguk tanda mengiyakan.

"Boleh, aku Amora willona, tante." setelah mendengar itu, Jessica tersenyum lalu seraya mengusap tangan Mora dengan lembut tatapan keduanya bertemu seakan ada perasaan tulus di dalam hati keduanya.

"Nama kamu bagus, banget!"

Mora tersenyum kikuk mendengar pujian untuk namanya itu. Ya, walaupun Ia mengakui bahwa namanya memang bagus dan aesthetic menurutnya.

Setelah beberapa menit mengobrol sembari bercanda, akhirnya yang di tunggu pun datang.

"Mama!" panggil seseorang dari arah belakang Mora. Posisi Mora memang duduk membelakangi jalan.

Wajah gadis itu menoleh penasaran dengan sumber suara yang di dengarnya. Namun, netra kedua remaja itu saling bertemu. Mora mengenali salah satu yang datang, keduanya tampak terkejut bisa di lihat dari wajah mereka yang saling bertatapan tak percaya.

Mata Ezra bertatapan langsung dengan gadis yang sempat membuatnya kesal bahkan ingin sekali dia marah beberapa hari yang lalu, dengan jarak yang cukup dekat.

"Nah, Mora, ini om Johan suami tante. Nah, kalau ini anak tante, namanya Ezra," ucap Jessica lembut memperkenalkan kedua orang yang baru saja datang, orang yang di tunggu nya sedari tadi.

Sontak Mora menoleh ke arah Jessica, raut wajahnya berubah menjadi lebih terkejut lagi. Ia sungguh tak menyangka laki-laki yang beberapa hari lalu berdebat dengannya adalah anak wanita yang tadi Ia selamatkan dan kini menjadi teman bicaranya.

Apa? Jadi, cowok menyebalkan ini anaknya Tante Jessica? Batin gadis itu masih tak percaya, sebenarnya dari penampilan Jessica Mora harus sudah bisa menilai bahwa Tante Jessica orang dari kota, sama halnya seperti Ezra.

"Lo ngapain disini?" tanya Ezra dari nada bicaranya terdengar tidak santai. Mungkin Ezra masih kesal dengan gadis yang ada di hadapannya ini.

"Loh, Ezra?" kening Johan mengernyit.

"Kalian saling kenal?" tanya Jessica yang cukup kebingungan sama halnya dengan Johan.

Ezra mengangkat sebelah keningnya, entah apa maksudnya. Tatapan tajam itu tertuju jelas pada Mora, tapi Mora tetaplah Mora yang tidak takut pada siapapun termasuk Ezra.

"Siapa yang gak kenal sama cewek paling menyebalkan di kampung ini, Mah. Sukanya nyari ribut sama orang baru?" ungkapan Ezra kembali mengundang sorot mata tajam dari Mora, tak terima Ia bilang suka mencari ribut. Memangnya dia gadis seperti apa?

"Gue gak nyari ribut!" bantah Mora tak terima.

Johan dan Jessica hanya menyimak pembicaraan yang sama sekali mereka tidak paham maksudnya apa. Tapi jika di lihat dari nada bicara mereka masing-masing, keduanya seperti tidak akur dan punya kekesalan yang mendalam.

"Terus, yang kemarin kemarin debat sama gue apa? Itu nyari ribut namanya." Ezra memposisikan tangannya di depan dada, tatapan laki-laki itu seperti mengintrogasi gadis itu.

Mora semakin kesal mendengar jawaban Ezra yang semakin menyudutkannya. Jika saja tidak ada Jessica mungkin saat ini Ia akan mencakar wajah tampan Ezra hari ini juga.

"Lo yang nyari masalah duluan!" Mora tidak mau kalah.

"Gue nanya doang loh, sejak kapan nanya itu, nyari masalah?"

"Ya 'kan gue udah bilang, lo ganggu!"

"Gue ganggu apaan si? Gue nanya doang letak tambak di mana, sama nanya nama ponakan lo. Di mana nyari masalahnya? Coba jelasin!"

"Kan gue udah bilang sama lo, itu kan ponakan gue! Serah gue dong mau ngelarang dia kenalan sama siapa aja, termasuk lo! Lagian lo ganggu orang yang lagi mancing dan gara gara suara lo yang gak enak di dengar itu ikan yang mau makan umpan gue pada kabur!" ungkap Mora panjang lebar, perdebatan mereka semakin cepat hingga membuat Johan dan Jessica bingung harus bagaimana menghentikannya.

Mata Ezra membulat serta mulut yang ternganga, gadis di depannya ini memang sangat menyebalkan.

"Suara gue, gak enak kata lo?!"

"Iya!"

"Wah, lo bener ben—"

"UDAH, UDAH! STOP!" finis Jessica, sengaja mengencangkan suaranya agar melebihi suara kedua remaja yang sedang berdebat di depan mereka.

Berhasil. Kedua remaja itu terdiam dengan wajah yang masih saling bertatapan sengit. Melihat suasana seperti ini, Jessica menghela nafas panjang dan berusaha bertanya kepada keduanya apa yang terjadi.

"Ezra, Mora. Kalian kenapa bisa berantem, hm? Tante pengen tau," suara Jessica melembut, matanya tak berhenti menatap kedua remaja yang tengah kesal.

"Tanya aja dia!" jawab Ezra sewot.

"Ezra, mama gak ngajarin kamu kasar sama perempuan, sayang. Coba jelasin pelan-pelan biar Mama tau apa yang terjadi?" Jessica masih merayu Mora dan Ezra yang masih belum bicara.

"Oke, di mulai dari Ezra dulu ya, coba jelasin." Jessica tersenyum, nada bicara wanita itu senantiasa lembut.

Ezra menarik nafas dalam lalu membuangnya kasar, tatapannya beralih ke arah Mora yang ternyata sudah menundukkan kepalanya memilih menatap tanah.

Ezra terpaksa menceritakan kejadian awal yang terjadi beberapa hari yang lalu. Jujur saja laki-laki itu sudah malas membahas apapun mengenai gadis di hadapannya ini, tapi Ia juga tidak ingin mengabaikan Mama nya. Setelah bercerita, Mama nya paham kenapa bisa jadi begini.

Jessica juga perempuan. Ia tau bagaimana sifat sensitif dan susah mengontrol emosi, Jessica tidak menyalahkan Mora karena memang tidak semua manusia punya hak untuk ketenangan mereka masing-masing. Tapi, dia juga tidak menyalahkan putra nya mungkin Ezra bertanya di waktu yang salah.

Jessica mengangguk, pandangannya yang semula fokus pada Ezra kini beralih pada seorang gadis yang sedari tadi terdiam.

"Kamu mau jelasin sesuatu, Mora?" Pertanyaan Jessica membuat Mora menatap Anak dan Ibu itu secara bergantian. Entah apa yang ada di pikirannya.

Mora menggeleng lesu, "gak ada tante. Aku yang salah, maafin aku. Aku pamit dulu," ucap Mora. Ia beranjak dari tempat duduknya lalu bergegas pergi dari sana.

Ezra yang melihat hal yang tak biasa itu membuat keningnya mengernyit heran apa yang terjadi dengan gadis itu. Padahal, dia selalu melawan atau membantah apa yang akan dia katakan tapi sekarang? Dia mengaku salah?

"Ezra, jangan kasar sama dia," pinta Jessica. Tatapan teduh itu selalu membuat Ezra luluh pada Mama nya.

"Mama kenapa bisa kenal sama dia?" dari sekian lama memilih terdiam akhirnya Johan angkat bicara bertanya kepada Istrinya.

"Mama tadi ngeliat ular, Pah. Mak—"

"Ular? Mama gak apa apa?" potong Johan. Karna khawatir istrinya kenapa kenapa, Pria itu langsung mengecek keadaan Istrinya.

"Terus, Mah? Mama gak di gigit kan?" Ezra ikut khawatir.

Jessica menggeleng sebagai respon.

"Mama gak apa apa ko. Tadi, Mora langsung nyamperin mama, karena mama teriak kenceng. Untung aja ada Mora kalau gak ada mama gak tau lagi deh. Bisa bisa mama pingsan," jelas Jessica panjang lebar.

"Jadi, cewek tadi nolongin, Mama?" tanya Ezra pelan dan di jawab anggukan pasti dari Mama nya.

"Tuh! Kamu seharusnya makasih sama cewek tadi, kalau gak ada dia kita gak tau deh keadaan mama kamu gimana." bukan Jessica yang menjawab tapi Papa nya, Johan. Apa yang di katakan oleh Pria itu memang benar apalagi Jessica memang sangat takut pada ular sekecil apapun itu.

"Mama juga yang minta dia ke sini buat temenin mama, karena mama takut sendiri, Ezra. Untung aja dia mau, kalau gak mama bakal sendiri disini." perkataan Jessica membuatnya terdiam sejenak. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya.

"Ezra jadi gak enak," ucapnya.

...—TBC—...

...To Be Continued...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!