Trust Me! I'M Hurt.
...Hallo! Selamat menikmati Ceritaku......
...•...
...•...
...•...
Hari yang sangat cerah di sebuah pedesaan. Banyak ladang pertanian dan ada juga lahan perikanan, Penduduk disini memang kebanyakan mayoritas bertani dan nelayan.
Jika berbicara tentang pedesaan memanglah terbesit di pikiran kalian tentang sebuah pemandangan alam yang indah dengan hamparan pepohonan subur yang ada disini. Yah, itu benar adanya buktinya banyak orang kota yang ingin sekali berlibur hanya sekedar melihat pemandangan itu.
Namun, tinggal di desa tidak jauh dari kata ekonomi yang tidak memadai. Karna kebanyakan dari warga disini hanya memanfaatkan kebun untuk di tanami sayuran agar bisa di jual. Hanya beberapa orang yang mampu saja yang membuat lahan empang untuk beternak udang dan ikan.
Di pinggiran sungai sana. Seorang gadis tengah asik memegang sebuah alat memancing yang terbuat dari bambu dengan ukuran yang sangat kecil.Tawa kecil riang sering terdengar dari gadis itu, dia tidak sendiri ada satu keponakan perempuan yang menemaninya seraya bercanda ria dan di akhiri dengan tawa.
Amora Willona namanya. Gadis yang kerap di sapa Mora memang sangat gemar memancing ikan kecil di pinggiran sungai bersama keponakannya, gadis berwajah manis dengan penampilan sederhananya. Rambut sedada yang di kepang satu memang sudah menjadi kebiasaannya, sangat jarang Mora mengurai rambut lurusnya.
Wajah manis yang di miliki gadis itu membuatnya sering di nilai sebagai gadis yang kalem atau pendiam. Tapi percayalah, kelakuannya tidak semanis wajahnya. Mora salah satu gadis di antara beribu-ribu gadis di luar sana yang punya sifat random atau bisa juga di bilang unik, tak jauh juga dari jahil, tengil, ceroboh, cerewet dan kepala batu.
"Ini ikan gak ada yang mau makan umpan gue nih? Serius?" ponakan Mora mengeluh, memang umpannya belum di sambar ikan sedari tadi. Umpan kelomang itu memang masih meliuk-liuk di dalam sungai tanpa ada satupun ikan yang mendekati.
Berbeda dengan Mora, di awal tadi dia sudah mendapatkan tiga ikan kecil. "Makanya makan coklat biar manis."
Mata Sandra Aurellia yang tak lain adalah keponakan mora itu mendelik tajam, "apa hubungannya ege!" kesalnya.
"Lo pahit, makannya ikan pada kabur. Wkwk!" setelah mendengar gurauan dari Kakak nya Dira hanya menghela nafasnya kasar.
"Panas anjir!" Dira mengibaskan tangannya ke arah wajahnya. Tumben sekali hari ini anginnya tidak kencang.
Mereka memang sudah cukup lama memancing, bisa di bilang sudah sekitar 5 jam. Tapi, Mora dengan semangatnya yang gemar memancing dia tidak peduli dengan durasi yang ada jika menurut orang buang-buang waktu menurutnya itu sebuah kesenangan.
"Mor! Itu siapa?" tanya Dira seraya menepuk-nepuk bahu Mora.
Mora mengikuti arah pandangan Dira. Netra nya menangkap seseorang yang tengah berjalan di sekitaran empang. Dari penampilannya Mora bisa menebak bahwa dia bukanlah warga sini, atau bukan orang kampung... Mungkin.
"Gak tau, coba tanya dia." Mora terkekeh melihat raut wajah Dira yang seketika berubah menjadi cemberut.
"Lo gila? Ntar gue di bilang sok kenal lagi, yaelah kampung kampung gini masih punya malu yee," cibir Dira yang tak henti-hentinya melayangkan tatapan tajam ke arah Mora.
Mora masih saja tertawa cekikikan dengan jawaban Dira apalagi melihat raut wajahnya itu sangat lucu baginya.
"Mor, dia kesini!"
"Mar mor mar mor! Panggil nama gue yang bener dong. Nama gue bagus banget malah di rusak!" ucap Mora sedikit kesal. Mama nya sudah memberikan nama bagus untuknya tapi malah di potong sama ponakannya, apa susahnya coba di terusin, pikirnya.
"Permisi," ucap seseorang dari arah belakang kedua gadis itu.
Seketika Mora dan Dira menoleh ke sumber suara itu. Mata Dira membulat melihat pemandangan indah yang ada di depannya ini. Bahkan ia terkagum dengan ciptaan Tuhan yang satu ini.
"Eh, k-kenapa kak?" jawab Dira gelagapan. Ya, siapa yang tidak gugup jika bertemu laki-laki tampan seperti yang ada di hadapannya ini.
Mora melirik Dira, cukup geli mendengar nada suara gadis itu berubah menjadi sedikit lembut padahal suaranya jika saat bersama nya itu berbeda.
"Empang punya pak johan dimana ya?" tanya laki-laki itu.
"eumm—"
"Gak tau, kita disini mancing bukan cosplay jadi google maps!" jawab Mora ketus. Nada bicaranya memang tidak terdengar ramah.
Seketika Dira menyenggol siku Mora sebagai kode, emang kebiasaan Mora sangat ketus pada orang baru. Padahal laki-laki itu hanya bertanya.
"Gue nanya doang, mbak!" ucap laki-laki sedikit tak terima di jawab kasar seperti itu.
"Dia emang gitu, maafin Kakak saya ya." Dira menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya guna untuk memohon maaf atas sikap Mora.
Laki-laki itu mengangguk, ia tidak ingin memperpanjang masalahnya. Alezra Putra Frederick nama lengkapnya, seorang anak pengusaha sukses di negara ini. Tujuannya ke sini adalah untuk mencari lahan empang milik orang tuanya yaitu Johan Adibrata Frederick dan Jessica Elizabeth Frederick yang di beli dari warga asli di kampung tempat tinggal Mora.
"Lo tau gak? Empang pak Johan dimana?" tanya laki-laki yang sering di sapa Ezra itu.
Dira tersadar dari lamunannya. Betapa tampannya manusia di depannya ini walau masih tampan idolanya. Tapi, gadis itu belum pernah bertemu laki-laki setampan ini sebelumnya.
"Disana," Dira menunjuk sebuah empang yang luas, disana juga terdapat saung sebagai tempat peristirahatan.
"Yang ada rumah kecil itu," sambung Dira tak lupa dengan senyumnya.
Ezra tersenyum lalu mengangguk, "oke makasih ya, gue kesana dulu."
"Jadi orang tuh kayak gini, kalau di tanya jawabnya yang bener. Gak marah-marah," sindir Ezra yang jelas tertuju pada Mora.
"Lo siapa, nyuruh nyuruh gue? Serah gue dong mau jawab kayak gimana," sahut Mora tidak mau kalah, ia tau sindiran Ezra itu untuk dirinya. Toh, disini juga tidak ada orang selain mereka bertiga.
"Baru aja di bilang udah marah marah aja lo, gue kan cuma mau ngasih tau. Gak sopan orang yang nanya baik baik ke lo tapi lo jawabnya gitu." Ezra mencoba menasehati. Ya walaupun dia sendiri masih kesal dengan jawaban gadis itu tadi.
"Gak usah nanya! Simpel 'kan?" balas Mora sewot. Kembali ke penjelasan tadi, bahwa Mora adalah gadis yang keras kepala.
Dira hanya diam menyaksikan perdebatan di depannya, gadis itu tidak berani menghentikannya bisa-bisa dia yang akan kena omel dari Kakaknya, Mora.
"Cape juga ya debat sama lo?" akhirnya Ezra mengalah.
***
"Lo setres ya? Bisa bisanya lo debat sama cowok seganteng dia. Aduh, mana belum kenalan lagi." Dira mengingat kejadian tadi siang membuatnya sedikit kesal pada Mora. Coba saja Mora sedikit bersikap manis seperti wajahnya, pasti laki-laki tadi itu akan berkenalan dengan mereka.
"Urusan gue?" sama sekali tidak merasa bersalah. Oke, seharusnya Dira sudah tau apa jawaban gadis itu.
Jawaban yang sangat menyebalkan, again and always.
Tak terasa Dira terus membayangkan betapa sempurna nya hidup jika gadis itu berhasil mendapatkan laki-laki tampan tadi siang. Ah sialnya, dia sudah berteman lama dengan sifat menyebalkan Mora yang selalu menggagalkan usaha nya untuk berkenalan dengan siapapun.
"Tidur! Udah malem masih aja melamun," sembur Mora berhasil membuyarkan lamunan yang sudah di buat buat oleh Dira.
"Yee, gegara lo nih. Gue gak jadi kenalan sama tuh cowok!" Dira masih saja terus membahas sifat menyebalkan Mora. Dan itu harus!
"Berisik!"
"Dia yang mulai." Dira mencebikan bibirnya seraya menggerutu.
...—To Be Continued—...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments