...Happy reading, and enjoy!...
...•...
...•...
...•...
...—...
Sepertinya Mora memang di ciptakan untuk membuat rusuh. Lihat saja pagi ini, gadis itu kembali berdebat dengan laki-laki yang tak lain adalah Ezra. Masing-masing saling menyalahkan hingga Dira terdiam dan tidak bisa berkata-kata.
"Gue nanya nama dia bukan nama lo! Kenapa lo yang sewot?" kesal Ezra.
"Hak gue dong, dia kan ponakan gue terserah gue mau ngelarang dia kenalan sama siapapun. Termasuk lo!" balas Mora dengan nada bicara yang tidak santai.
"Salah gue apa sih? Perasaan gue baru kenal sama lo kemarin kok lo ngajak gue ribut mulu?!" jangan tanyakan bagaimana keadaan Ezra. Jelas saat ini, laki-laki itu kesal.
Dira yang berada di tengah-tengah mereka pun menatap mereka secara bergantian. Bingung, karena gadis itu tidak tau cara melerai keduanya. Apalagi kedua manusia di hadapannya ini sepertinya sudah tersulut emosi.
"Lo ganggu!"
Ezra menghela nafas panjang, berusaha sabar. "Yaudah, kalau gitu nama kalian berdua siapa?"
"Lah? Ko jadi nanya nama gue juga?"
Kata-katanya berhasil mengundang sorot tajam dari gadis itu. Sedangkan laki-laki yang tak lain adalah Ezra keningnya mengernyit, bingung bagaimana cara menghadapi gadis unik di hadapannya ini.
"Aduh, udah dong. Kalian gak malu apa udah pada gede masih berantem kayak bocil." Dira berusaha untuk menyudahi perkelahian yang menurutnya seperti bocil ini.
"Mending lo kasih tau ke kakak lo deh, soalnya kata kata itu gak cocok buat gue," sahut Ezra. Setelah itu Ia meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Bisa gila jika dia terus-terusan berada di sana.
"Heleh."
"Udah ah, ayok pulang." Mora menyetujui ajakan Dira.
Setelah ada laki-laki itu, tempat tenang mereka kini menjadi kacau. Ya, memancing bukan hanya hobi mereka tapi juga salah satu cara mereka untuk menenangkan pikiran.
Setibanya di rumah kecil yang tidak jauh dari tempat memancing mereka, Mora dan Dira duduk di sebuah tempat duduk yang terbuat dari bambu.
"Sumpah, ya! Gue gak ngerti lagi sama pemikiran lo, Mor." ucap Dira. Ingin sekali gadis itu menjambak rambut Mora saat ini juga.
Mora menoleh, bingung. "Kenapa?"
Dira membulatkan matanya selaras dengan mulutnya yang ikut menganga. Jika bukan Kakaknya sudah di pastikan akan ada cap lima jari di pipi gadis yang menyandang sebagai Kakak nya ini.
"Mor? Dari semua masalah yang lo buat hari ini, lo masih nanya kenapa?! Aduh, bisa gila gue kalau kelamaan berdua sama lo yaa!" celetuk Dira. Tangannya naik memegangi kepalanya seraya mengacak rambutnya frustasi.
"Lo tau nggak sih? Gue tuh hampir aja kenalan sama tuh cowok tapi lo? lo dengan segala kepercayaan diri lo menghancurkan semuanya." sembur Dira mengeluarkan uneg-uneg nya. Rasanya hari ini Ia ingin mencabik-cabik wajah gadis di hadapan ini.
"Dia nanya nama gue doang loh, Mor! Kenapa sikap lo udah kayak gue mau di culik sama gorila sih, Mor! Arrghh... " lanjut Dira. Suaranya memang tidak terdengar kencang tapi dari nada bicaranya Mora tau bahwa Ia membuat keponakannya itu kesal setengah mampus.
"Sengaja!" jawab Mora. Singkat padat dan jelas, bibir gadis itu melengkung hingga menampilkan sebuah senyum manis di wajahnya.
Masih dengan raut wajah kaget sekaligus syok dengan tingkah unik Mora, gadis itu bangkit dari tempat duduknya, tatapan tak percaya senantiasa Ia layangkan untuk gadis yang masih dengan posisi santai duduk di atas kayu itu.
Mora menatap gadis itu dengan kening terangkat sebelah seakan bertanya 'ada apa?'. Sedangkan Dira, gadis itu mengacak rambutnya seperti orang frustasi untuk yang kedua kalinya. Rambutnya hitam yang di kepang satu itu kini sudah tidak berbentuk kepang lagi, amburadul.
"Gila banget dah, gak ngerti lagi gue!" Dira kembali terduduk pasrah. Kelakuan Kakaknya memang benar-benar di luar dugaan.
***
Hari ini, cuacanya sedikit mendung tak seperti biasanya. Seorang gadis tengah bersantai di bawah pepohonan menatap ke arah langit yang ditutupi awan. Tenang tapi Ia kesepian tanpa seseorang yang menemaninya.
Gue pengen kayak mereka, tapi gue gak bisa. batin Mora. Ya, gadis itu adalah Mora.
Ada sedikit kekecewaan dalam dirinya. Diam meratapi nasibnya yang sekarang sudah menjadi hobi nya setiap hari atau bahkan setiap waktu, bukannya tidak bersyukur dengan kehidupannya tapi Mora merasa tidak adil dengan hidupnya.
Dulu sejak gadis itu masih kecil, Mora mempunyai keinginan untuk jalan-jalan di kota menikmati keindahan gedung-gedung tinggi yang di hiasi kelap-kelip lampu jika malam hari. Sungguh! Mora sangat ingin melihat itu, tapi gadis itu harus menerima keadaan jika sekarang Ia hanya seorang gadis desa yang jauh dari kata mampu.
Sudah beberapa hari ini Mora ke kebun sendiri karena Dira sudah mulai aktif di sekolah. Jujur saja, tidak adanya Dira membuatnya kesepian dan juga sunyi tanpa suara gadis itu, karena Dira cukup cerewet dan random jika bersama Mora. Apalagi anaknya mudah pusing dengan hal-hal sepele seperti pada saat perdebatan Mora dengan Ezra beberapa hari yang lalu.
Senyum manis terlukis indah di wajah Mora, menatap langit yang di selimuti awan membuatnya sedikit tenang dan damai. Meskipun ada beberapa ungkapan yang terus saja berputar di kepalanya.
Mora menghela nafas panjang. Karena bosan, gadis itu memilih untuk pergi memancing untuk menenangkan diri. Baginya, gemercik air sungai dan ikan kecil yang meliuk-liuk di dalam nya bisa menenangkan pikirannya.
Sekitar dua jam memancing, Mora berniat kembali ke saung di kebun nya untuk beristirahat. Mora cukup bersyukur laki-laki yang mengganggu tempat ternyaman nya sudah hampir sepuluh hari lebih tidak menampakan dirinya lagi.
Setelah membereskan semua alat memancing nya, Mora bangkit dari kayu sepenggal yang sudah menjadi tempat duduknya sejak dulu. Namun, baru beberapa langkah dari tempat sebelumnya netra nya tak sengaja menangkap seseorang yang cukup jauh darinya.
Mata gadis itu menyipit, mengamati seorang wanita yang bisa di bilang masih cukup muda sedang berjalan berjalan di sekitaran lahan tambak. Dari pengamatan Mora, wanita itu bukanlah warga kampung nya, hanya melihat dari penampilannya Mora cukup tau kalau wanita itu berasal dari kota besar.
Gadis itu kembali melanjutkan perjalanan menuju ke arah saung nya tapi baru saja hendak melangkah, sebuah teriakan yang cukup besar berhasil mengalihkan pandangannya.
"AHKK! TOLONG!" teriak wanita setengah paruh baya itu.
Saking takutnya, wanita itu melompat melompat seakan tidak ingin kaki nya menyentuh tanah lagi.
"ADA ULAR! TOLONG!" lagi, wanita itu berteriak sekencang mungkin berharap ada yang menghampirinya dan menolongnya.
Mora, gadis itu menghempaskan semua alat pancing nya ke tanah dan langsung berlari ke arah wanita yang berteriak itu.
"BU! IBU KENAPA?" tanya Mora panik. Siapa yang tidak panik coba kalau ada yang berteriak ketakutan seperti itu.
"Ya ampun, Nak! Itu ada ular, tante takut!" ucap Ibu itu semakin berteriak ketakutan.
Mora mengikuti arah sumber ketakutan Ibu itu dan benar saja ada ular di sana. Ular hijau yang besarnya sama dengan jari kelingking orang dewasa itu sedang berjalan mungkin ingin menyebrang jalan saja.
"Oh itu?"
"Iya, Nak! Kamu gak takut?" tanya Ibu itu. Raut wajahnya masih ketakutan tangannya sedikit gemetar.
Mora tersenyum, "saya udah biasa Bu, sama ular kayak gini. Lagian dia cuma mau lewat doang kok, asal jangan di deketin aja," jelas Mora tenang membuat Ibu itu juga sedikit tenang walaupun masih ada rasa takut sedikit.
"Udah biasa? Berarti disini banyak ular dong, ya?" tanya Ibu itu, lagi. Wanita itu hanya tidak menyangka saja Ia akan bertemu dengan hewan yang dibenci nya di sini.
Mora mengangguk mengiyakan, senyum manis itu tak pernah pudar dari wajahnya. Setelah mendengar jawaban Mora, indra penglihatan wanita itu menyusur ke segala arah tambak. Hal itu membuat Mora kebingungan apa yang di cari wanita ini sebenarnya.
...—TBC—...
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Hao Asakura
Cocok di hati nih.
2025-01-19
0