Acuh

"Nggak punya mata?"

Sintya terlihat sangat marah ketika Chaya tanpa sengaja menubruk tubuhnya, Chaya sama sekali tak berniat untuk menubruk Sintya. Hanya, Chaya tidak mampu mengontrol tubuhnya yang lemah.

"Gue udah berdiri di sini dari tadi dan lo masih nggak liat gue? Lo sakit mata juga?" Sekali lagi Sintya membentak Chaya.

Malam ini Chaya merasakan haus yang teramat sangat, mungkin efek pusing sejak tadi, Chaya juga sudah minum obat tapi pusingnya tak reda. Chaya turun dari lantai atas guma untuk mengambil air, air minumnya habis sedangkan Chaya sangat kehauasan. Meskipun tubuhnya sedang lemah, Chaya paksakan karena hausnya yang tak bisa ditunda.

"Maaf, Kak. Aku liat kok ada Kakak di situ," jawab Chaya lemah. Chaya tak ada tenaga jika harus beradu argumen dengan Kakaknya kali ini. "Aku lagi lemes aja, aku nggak sengaja nubruk Kakak karena badan aku nggak bisa dikontrol."

Sintya mendengus kesal. Malam ini Angga mendiaminya, sekarang dia juga harus bertemu dengan penghuni rumah yang paling tidak dia sukai. Ya, Sintya tidak suka dengan Chaya.

"Apapun alasannya, lo nggak bisa seenaknya nubruk gue. Lo tahu gue ini model terkenal, kalau sampai gue lecet dan kenapa-kenapa lo mau tanggung jawab, hah?"

Chaya membalas dengan gelengan kepala, dia sudah tidak ada tenaga untuk mendebat Kakaknya.

"Ah, gue lupa. Lo bertanggung jawab sama diri lo sendiri aja nggak bisa, gimana mau bertanggung jawab sama orang lain," ujar Sintya menohok.

"Gue sampe mikir, gunanya lo idup itu apa? Gunanya lo bertahan sampai sekarang itu apa? Lo sakit, tapi herannya tuhan kayak enggan cabut nyawa lo. Atau karena lo setidak berharganya sampai tuhan aja lupa kalo di dunia ini ada lo yang idupnya sekarat?"

Kata-katanya menyakitkan, Chaya sudah biasa mendapatkan kata-kata itu, tapi tetap saja rasanya menyakitkan. Chaya tidak pernah benar-benar kuat menahan setiap cacian yang keluar dari mulut anggota keluarganya, dia hanya berpura-pura kuat agar tak ada yang memikirkan soal perasaannya. Dibanding dengan sakit yang dia derita, cacian dari keluarganya lebih menyakitkan dari apapun.

Hampir saja air matanya jatuh, tapi sekuat mungkin Chaya menahannya. Dia berusaha untuk tersenyum, seolah cacian itu hanya omongan biasa yang tidak berarti apa-apa.

"Mau nangis ya nangis aja kali," Sintya menyadari jika ucapannya barusan cukup keterlaluan, tapi sama sekali dia tidak menyesal. "Lagian lo mau nangis darah juga gue nggak peduli. Bukan hanya gue, bokap sama nyokap juga nggak akan peduli."

Apa yang dikatakan Sintya tidak semuanya salah, mungkin Chaya memang tidak berharga untuk siapa-siapa sampai tidak ada yang peduli terhadap dirinya dan perasaannya.

"A-ak-aku mau ambil minum." Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya setelah cacian yang cukup menguliti hatinya keluar dari mulut sang kakak. "Kakak ngapain ada di sini malem-malem? Harusnya Kakak sudah tidur, begadang nggak baik untuk kesehatan Kakak."

"Orang penyakitan dilarang sok menggurui orang yang sehat! Mending lo diem."

"Soal tadi, aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja."

Sintya tak menggubris.

Chaya melanjutkan langkahnya menuju dapur yang sudah gelap, pasti para penghuni dapur sudah pada tidur. Jam menunjukkan hampir dini hari, pantas saja penghuni dapur sudah tidur, karena seharusnya Chaya juga sudah tidur. Sayang, badannya malam ini tak bersahabat, butuh waktu yang lebih untuk negosiasi dengan tubuhnya agar tenang dan bisa diajak tidur.

"Akhirnya kamu angkat telpon aku juga, Sayang. Dari tadi aku tuh khawatir."

Chaya yang belum melangkah terlalu jauh dari tempat Sintya berdiri mendengar jelas jika Sintya tengah berbicara, seperti tengah berbicara dengan seseorang di telpon. Chaya menoleh untuk memastikan. Benar saja, Sintya terlihat sangat bahagia dengan telpon menempel pada telinganya.

"Aku minta maaf, aku tahu aku salah, tapi kamu harus ngertiin aku, Sayang."

Suara Sintya sangat lembut, berbeda dengan cara bicaranya barusan pada Chaya.

"Pekerjaan aku belum selesai, aku tidak bisa pergi begitu saja kalau pekerjaan aku belum selesai. Jangan marah, Sayang. Aku nggak bisa tidur kalau kamu marah kayak gini."

Perbedaan antara Chaya dan Sintya, Chaya tidak bisa tidur karena penyakitnya yang tidak bisa diajak kompromi, sedangkan Sintya tidak bisa tidur karena sedang marahan dengan Angga. Sangat jauh sekali, tapi Chaya akan terus mensyukuri apapun yang ada dalam hidupnya.

"Drama Korea part kesekian sudah dimulai," gumam Chaya sambil terus melangkah menuju dapur.

....

"Anak Papa itu cuma kamu, Sin. Harusnya kamu bisa menjadi yang Papa banggakan. Papa tidak pernah meminta banyak, Papa nggak pernah nuntut ini dan itu sama kamu. Tapi kamu kayak gini, nggak dengerin Papa."

Ruang makan menjadi mencekam karena Arif menumpahkan kekecewaannya semalam pada Sintya. Bagaimana tidak, Sintya tak jadi datang semalam sehingga rapat tentang pernikahannya dan Angga berjalan tanpa kehadiaran Sintya.

Tampak tidak ada yang aneh dengan ruang makan yang terisi tiga orang keluarga, ada Sintya, ada Mayang dan juga Arif. Mayang dan Sintya masih diam. Tapi, yang tidak mereka lihat, di tangga ada Chaya yang mendengar semua kemarahan Arif yang tumpah untuk Sintya. Kemarahan yang nyatanya juga membuat Chaya sakit, karena dalam kalimat kemarahan Papanya mengatakan jika anaknya hanya Sintya. Lalu, Chaya ini apa? Tanpa terasa air mata Chaya menggelinding tanpa diminta. Bendungannya tak kuat, ini terlalu menyakitkan.

"Anak Papa cuma Kak Sintya," gumam Chaya sengau. "Kak, betapa bahagianya kamu memiliki rasa cinta yang penuh dari Papa dan Mama. Padahal, dibagi padaku sedikit saja tidak akan berkurang."

Sementara itu, Arif masih tak habis pikir dengan Sintya. Dia sama sekali tak terlihat bersalah. Sintya diam, tapi dia seperti tidak pernah benar-benar ingin memperbaiki diri. Untung orang tua Angga dan juga Angga memaklumi sikap Sintya. Pernikahan akan tetap terlaksana bulan depan, persiapan sudah setengah jalan.

"Apa Angga ada menghubungimu pagi ini?" Arif tak jadi marah pada Sintya, karena sepertinya percuma saja marah pada Sintya, tidak ada gunanya juga.

"Ada, kenapa, Pa?" jawab Sintya tanpa beban, padahal baru saja Papanya itu meluapkan kekecewaannya.

Sintya sangat tahu seperti apa sifat Papanya, dia tidak akan bisa marah pada Sintya. Sintya adalah anak kesayangan, apapun yang Sintya mau tidak pernah ditolak, semua terpenuhi dalam sekejap mata.

"Bukannya dia sudah bilang?" Kali ini Mayang yang bertanya.

"Bilang apa? Angga cuma mengucapkan selamat pagi dan jangan lupa sarapan," kata Sintya, kali ini dia tidak berbohong. Bahkan, setelah Sintya membalas pesannya, Angga tidak merespon lagi. Mungkin dia masih ada sedikit rasa kecewa.

"Hari ini kalian fitting baju, Papa sudah atur jadwalnya dengan designer-nya."

"Sekarang banget, Pa?" tanya Sintya tak yakin. Hari ini dia ada pemotretan sore, cuma dia tidak yakin bisa datang tepat waktu jika sudah bersama Angga. Angga tidak akan membiarkan Sintya pulang cepat jika sudah bersama. Maklum, Angga bucin berat. Membayangkan saja kadang Sintya senyum-senyum sendiri.

"Kamu pikir? Pernikahan kalian sudah bulan depan, Sintya. Ayolah, lebih serius sedikit. Satu lagi, pernikahannya tidak jadi di gedung itu. Papa, Mama dan juga orang tua Angga sepakat pernikahannya diadakan di rumah ini. Sudah tidak ada waktu untuk mencari gedung lain."

"Atur saja bagaimana baiknya menurut Papa."

Sementara Chaya, dia tetap turun tangga. Pagi ini bisa dikatakan pagi yang cukup baik untuknya. Tidak ada drama mimisan pagi-pagi, tidak ada drama pusing ataupun lemas. Chaya ingin makan bersama keluarganya, sudah lama Chaya tidak makan bareng dengan mereka.

"Selamat pagi," sapa Chaya. Chaya memasang wajah seceria mungkin.

Arif, Mayang dan Sintya melihat ke arah Chaya yang datang ke meja makan. Chaya memilih duduk di samping Sintya dan bersebrangan dengan Mayang, Mamanya.

"Aku ikut makan di sini, ya," pinta Chaya hati-hati.

Tidak ada jawaban dari tiga orang tersebut, Chaya tidak putus asa, dia tetap berusaha memasang tampang ceria. Meski pias sekali saat respon mereka acuh akan kedatangannya.

"Aku sudah lama tidak makan bareng kalian," lanjut Chaya.

Tetap tidak ada jawaban. Chaya mengambil piring dan sendok dengan hati-hati, Mayang membuang muka saat tak sengaja bertemu tatap dengan Chaya.

"Aku ada meeting sampai malam, aku mungkin pulang sedikit terlambat," ujar Arif. Tentu perkataan itu hanya ditujukan pada Mayang dan Sintya, tidak untuk Chaya. "Kalau ada yang perlu dibahas dengan Papa, kalian hubungi sekretaris saja."

"Kayak siapa aja, kita ini keluarga Papa, masak harus menghubungi sekretaris," sewot Sintya.

"Kalian harus ingat, Papa ini seorang pimpinan, selama di kantor Papa harus profesional."

"Iya deh iya, Papa pulangnya nanti lewat depan Alfaapril yang di simpang tiga itu 'kan?"

"Iya, kenapa?"

"Beliin aku batagor dong, Pa. Aku udah lama nggak makan batagor," rengek Sintya seperti anak kecil.

Sedangkan Chaya yang tidak diajak bicara berusaha menelan nasi yang telah iya kunyah. Menelan nasi rasanya sulit sekali ketika sambil melihat kebahagiaan yang juga ingin dia rasakan. Sayang, Chaya tidak pernah mendapatkan itu.

"Mau makan batagor malam-malam? Nggak takut gemuk, entar susah lagi dietnya," kelakar Papanya, dia tahu jika Sintya diet ketat untuk mendapatkan bentuk tubuh yang ideal seperti sekarang

"Sekali doang, Pa. Boleh ya ...." Sintya mengedipkan matanya demi mendapatkan perhatian Papanya.

"Iya, apa sih yang nggak buat anak Papa ini."

"Aku juga mau, Pa," celetuk Chaya yang membuat tiga orang tersebut menoleh ke arahnya. Entah dari mana dia mendapatkan keberanian sebesar itu. "Aku juga mau batagor."

Jangan dikira mereka langsung peduli, setelahnya mereka kembali bersikap acuh. Chaya dianggap bayangan yang tidak berguna.

"Apa boleh kalau aku minta dibelikan batagor juga?"

Terpopuler

Comments

thalexy

thalexy

Sudut pandang yang bervariasi menambah kedalaman cerita.

2025-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!