Tidak memahami ucapannya, aku menatap penuh keheranan dan sosoknya berjubah seperti penyihir membuat aku agak takut.
Padahal aku mengira penyihir itu terlihat keren dengan penampilan memukau, tapi aku salah mengira setelah kesal dibuatnya. Dia membawa aku seperti karung beras pada pundaknya.
Lili
"Tidak bisakah kamu, membawa orang tidak seperti ini?"
Meski, aku memang sebal dan ingin turun tapi aku juga agak takut menyinggung apa yang tidak boleh disinggung apalagi keadaan aku yang agak sekarat.
Norin Ghost!
"Tidak, dan kamu bukan orang tapi makhluk astral!!!"
Lili
'apa lagi maksudnya itu?' batinku heran tapi langsung meledak setelah memahaminya.
Lili
"Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti ini!?!"
Norin Ghost!
"Kenapa tidak bisa?"
Lili
"Aku akan mengutuk kamu menjadi kodok!!"
Norin Ghost!
"Prrt... Hahahaha..."
Sepertinya penyihir ini, mengira aku sedang bercanda dengan dirinya dan ini mimpi aku, sudah seharusnya aku penguasa mimpi milikku sendirian.
Norin Ghost!
"Peri yang lucu.."
Lili
"Dimana?"
Norin Ghost!
"Aku sedang membawanya sekarang"
Aku berusaha mencarinya dan hal yang dapat aku pikirkan adalah tas yang dibawa penyihir dalam kantong. Terlihat tidak ada lubang untuk fentilasi berfungsi bernafas alias penyihir bener-bener pembunuh.
Mimpi indah berubah menjadi mimpi buruk, entah aku harus melarikan diri dari mimpi sekarang tapi aku harus memperbaikinya.
Bahkan bila bener-bener ada yang ingin menyakiti aku, penjahat selangkah ke depan dan aku tidak bisa terluka, meski mau saja.
Ada keraguan untuk keluar tanpa sadar telah membawa aku sampai ke tempat Markas para penyihir yang aku mengira pondok penginapan di sesi hutan belantara.
Agnes
"Hey, Apa yang kau bawa barang bagus ya?"
Seketika itu, ketakutan akan kematian datang membuat aku semakin emosi sebelum orang itu menjawabnya.
Lili
"Awas saja!! Kalau kau berani menjual ku, aku akan balas dendam!!"
Langsung saja aku berteriak-teriak membuat seisinya, memperhatikan kami dan aku tidak peduli apa yang dipikirkannya. Jelas aku takut bagaimana aku harus menikah atau menjadi budak seseorang yang kasar.
Lili
"Hiks.. kamu jahat!! Apakah aku membebani kamu saat kamu membawa aku kesini? Hiks. Padahal aku tidak meminta dibawa begitu!!"
Aku menangis sejadi-jadinya saat kepala ku terasa begitu berat karena terlalu banyak memikirkan skenario paling terburuk yang bisa aku bayangkan, perasaan terasa begitu meluap seolah menyatu dengan keadaan sekarang dan sesak sekali untuk sekedar bernafas saja.
Orang ini, penyihir yang membawa aku kemari terasa begitu familiar meski tidak mengetahui secara jelas wajahnya. Air mata menetes membuat penglihatan menjadi rabun dan hanya berusaha berhenti terisak.
Norin Ghost!
"Tenanglah, dia hanya bercanda padaku"
Walaupun penyihir itu diam dalam waktu lama, akhirnya ada beberapa kata saja menenangkan sambil mengelus pundak kepala aku dengan sentuhan lembut.
Setelahnya, ada beberapa kalimat lagi yang tidak bisa aku dengar secara jelas dan terbangun dengan linglung.
'kenapa kau berada disini?'batinku.
Pria yang berada disamping ranjang mendekati serta memelukku lembut, tidak aku sangkah orang itu bener-bener datang.
Hampir aku mengira sekarang juga mimpi, tapi aku memilih diam mengingat hubungan canggung kami saat berpisah.
Lili
"Kakak, kapan kau datang?"
Jimmy
"Baru saja, tadi kakak sudah mengetuk pintu tapi tidak ada yang menyahut. Untungnya, gentala memiliki kunci cadangan dan kamu habis mimpi buruk ya?"
Lili
"Tidak lagi, hanya kali ini."
Jimmy
"Apa?"
Lili
"Bukan apa-apa, dimana kakak ipar?"
Aku mengalihkan topik secara tidak sengaja malah mengatakan semacam tekad untuk bertarung pada sesuatu yang tidak nyata, tentu aku juga akan membalasnya nanti.
Setelah mengobrol beberapa saat, akhirnya aku ditinggal sendirian dan bergegas untuk sarapan bersama keluarga kecilnya kakak.
Lili
"Hey, Lisa!"
Keponakan aku yang cantik, melihatnya tumbuh tanpa sepengetahuan aku karena kakak memilih mengikuti sang istri di luar kota dan merasa waktu bener-bener cepat berlalu.
Lisa
"Bibi lili, kapan nikah?"
Tanya begitu polos tapi berasa menyerang urat sensitif yang terluka dan aku memilih diam, tapi itu percuma saja.
Lisa
"Bibi ih, jawab dong!!"
Lili
"Iya iya, doain aja moga ada pengeran berkuda putih yang menculik bibi mu ini"
Lisa
"Emangnya, bakal ada yang mau?"
Lili
'bocah ini!!' batinku berusaha sabar.
Gentala
"Hahahaha.."
Aku menatapnya dan bertanya apa yang lucu karena ditertawakan begitu. Meski begitu, percakapan Lisa dan gentala masih terdengar bagiku.
Lisa
"Bibi lili punya pacar ya, om?"
Lili
'kenapa malah nanya padanya?' Batinku pura-pura tidak mendengarkan.
Gentala
"Iya, sudah punya katanya" balas gentala terasa melirik padaku. Atau mungkin, cuma perasaan aku saja.
Jimmy
"Lili, ini sarapan untuk mu"
Lili
"Makasih, kakak yang baik hati!"
Aku menerima sarapan yang dibuat kakak ipar dan melihat kebahagiaan kakak yang selama ini, tidak aku temui. Padahal saat kami tinggal bersama, kakak hanya akan merawat aku tapi setelah punya keluarga.
Aku melamun sambil menatap hidangan sambil sekali-sekali memainkan makanan, aku mengira akan dilupakan begitu saja tapi ternyata aku lebih diperhatikan segitunya.
Gentala
"Hey, lili. Makan dong, jangan dimainkan Mulu!" Ucap gentala tapi aku menghiraukan.
Gentala mendekat dan sejajar dengan ku, lalu mengambil sendok makan membuat ku kaget.
Lili
"Apa...!!"
Bisa-bisanya gentala, aku melihat sekeliling tapi khawatir aku berakhir sia-sia karena para kakak sibuk mengurus Lisa kecil. Lega tidak ada yang memperhatikan tapi aku malah melihat gentala menyeringai puas.
Setelah menikmati sarapan bersama, aku mau keluar dengan gentala pada hari libur. Padahal aku berusaha untuk tidak menjadi penganggu bagi keluarga kecilnya kakak.
Jimmy
"Kau mau kencan? Pergilah!"
Lili
"Apa???"
Tidak mengerti apa yang dia maksudkan, dia malah pergi meninggalkan aku seolah aku mengajak keluar hanya untuk bertemu seseorang dan beruntung sekali, bertemu teman tanpa sengaja.
Lili
"Alice!!!"
Alice
"Lili!!"
Kami saling berpelukan sebagai sesama gadis dan bercerita dalam perjalanan. Kami nyambung hingga sudah berada dirumah Alice yang sederhana.
Alice
"Lili, aku berharap kau bahagia ya"
Lili
"Apa maksudmu?"
Alice
"Bukan apa-apa kok, terpenting aku ingin kamu terus hidup dengan pilihan yang kau pilih sekarang!"
Walaupun aku tidak mengerti, memahami maksud Alice yang tersenyum untuk kebahagiaan aku tapi aku memandang penuh keraguan pada pandangannya.
Alice
"Ayo, kita pergi ke Pameran!"
Lili
"Kapan?"
Alice
"Malam ini, katanya akan ada wahana juga!"
Lili
"Sejak kapan kau suka karya seni?"
Alice menatap aku dengan aneh, seolah tidak mengerti apa yang aku ucapkan barusan dan menertawakan ketidaktahuan.
Alice
"Ah.. Sorry, maksudku Pameran adalah pasar malam semeriah festival dimana tempat untuk bersenang-senang"
Lili
"Oh, aku kira pemeran yang memajang barang antik dan lukisan!"
Alice
"Aduh.. ladies, kamu terlalu berkelas untuk hal semacam ini!"
Lili
"Hey, apa maksudnya itu?"
Alice
"Dasar orang kota!!"
Lili
"Biarin, terserah akulah!"
Kami tertawa terkekeh bersama dan berjalan bersama ketempat hiburan malam.
Penuh pedagang kaki lima di sepanjang jalan serta lampu-lampu menghiasi, layaknya bintang penerang dari kejauhan dan inilah, kami bermain setelah kian lama.
Comments