Cinta tidak cukup dengan perasaan~
Makan bersama bukan hal yang aneh, setiap hari juga bisa makan bersama saat aku berpikir tentang Norin dalam benakku.
Entah kenapa, aku merasakan perasaan menggebu-gebu untuk berusaha lebih baik padahal aku sudah puas untuk saat ini.
Lili
"Norin, apakah perasaanku tersalurkan padamu juga?"
Niat hati ingin mempertanyakan begitu, tapi teringat kembali bagaimana Norin tidak bisa berekspresi seperti membeku membuatku bungkam dan hanya bisa tersenyum.
Norin Ghost!
"Kenapa senyum-senyum sendiri? Udah nggak waras ya?"
Lili
"Sembarang, kalau ngomong!!"
Hampir melupakan gentala yang berada di sebelah aku, hanya bisa memalingkan wajah dan mengcauhnya, dalam diam.
Mempercepat makanan agar bisa sendirian, gentala mungkin menatap aneh dan berkata untuk pelan-pelan saja.
Tersedak dengan kecerobohan sendiri, aku mulai terbatuk-batuk hingga rasa perih menyerang Terogong kan, meningitis air mata serta malu menyerang apalagi ada gentala disini.
Gentala
"Minum" katanya sambil mengelus punggungnya.
Aku bahkan tidak bisa berpikir apapun, selain keselamatan aku sendiri apalagi teringat sesosok Norin yang perlahan-lahan aku merasakan kehilangan atasnya.
Norin Ghost!
"Syukurlah.."
Entah siapa yang mengatakan gentala atau mungkin, aku tanpa sadar memandangnya.
'gentala agak tampan ya' pikirku.
Seolah merasakan tatapan yang aku tunjukkan, gentala menatap aku juga dan tersenyum sambil bertanya.
Gentala
"Kenapa baru sadar aku sangat tampan?"
Jawab aku mengakui, seolah kebenaran dan rasa solidaritas agar gentala tidak berkecil hati dengan penampilannya.
Gentala
"jelas dong, siapa dulu orangnya!"
Lili
"Iya deh, anaknya mama!"
Habis itu, aku mulai meledek dan kami saling menyerang seperti berdebat hingga tidak hentinya, aku tersenyum bersemangat karena berbicara dengan menyenangkan.
Gentala mendadak saja berhenti, menatap dan aku hanya bisa menunjukkan keheranan.
Gentala
"Kamu juga cantik kok"
Bluss...
Aku merona malu tapi sepertinya, gentala tidak menyadarinya karena pasti dia hanya melihat aku menunduk saja sambil menutupi wajah karena mendadak hangat.
Tidak berhenti, gentala mendadak maju yang berpikir mungkin aku menangis terharu atau apa yang jelas, rasanya jantungku berdetak kencang.
Gentala menyentuh kening secara bergiliran aku dan dirinya. Aku tidak ingin melepaskan tangan dari wajah tapi gentala malah menahan kedua tanganku dan berakhir, gentala yang melihat seberapa kacaunya.
Aku menatapnya, begitu dekat dan hampir saja, seperti berciuman. Bahkan tidak boleh, tidak jadi melakukan aku tetap merasakan gugup saat gentala mengadukan keningnya.
Rasanya begitu menebarkan sekali, tubuh terasa begitu lemas dan untungnya dia mau menahan tubuh yang seolah kehilangan roh.
Gentala
"Dasar si lemah ceroboh!!!"
Kalau biasanya, aku pasti bakal tidak terima dengan ucapannya itu. Akan tetapi, sekarang aku bener-bener tidak punya tenaga lagi untuk sebatas membalasnya.
Waktu terus berlalu tanpa kesadaran, sebab sesudah kejadian tersebut aku tidur atau mungkin pingsan dengan situasi ini.
Aku terbangun kembali, gentala masih ada dan aku hanya menatap sekitar tanpa niat untuk berbicara sepatah katapun. Seolah, aku merindukan sesuatu tapi aku tidak begitu ingat siapa orang spesial itu.
Panggil aku, gentala hanya diam sambil mendekatkan tubuhnya pada aku tapi kali ini, tidak terasa ekstrim seperti tadi.
Aku memeluk lehernya, lengan aku tergantung begini dan gentala membalas pelukan memeluk sambil mengusap punggung.
Rasanya aku ingin menangis, tapi aku tidak mengetahui apa yang aku tangis dan tidak ingat kapan terakhir, aku bisa begitu manja padanya. Aku seperti gadis kecil yang menerima pelukan seorang ayah.
Lili
'aku merindukan ayah'
Bener juga, aku telah kehilangan sesosok orang penting kehidupan anak perempuan semasa kecil dulu dan gentala,..
Lili
'tunggu, kenapa menjadi gentala?'
'rasanya bukan gentala, tapi siapa ya?'
Tidak mengingatnya, aku merasa hancur ada dalam lubuk hati yang terdalam dan mengasihi diri yang begitu menyedihkan.
Gentala ada disini, dia nyata serta bisa aku peluk saat aku bersedih begini. Dia penting, hal yang pasti aku membutuhkannya.
Sejak hari itu, aku menjadi lebih pemalu saat berada di dekatnya dan menghindari sebisa aku lakukan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Meski, begitu aku berusaha kalem saat kita harus bersama.
Tidak mungkin, aku ketakutan dengan serangga kecil seperti cicak begini. Kalau gentala lihat pasti terkejut, berapa lemah dan petakut aku ini.
Kaget dengan pemikiran aku sekarang, rasanya ada perubahan tapi yang pasti adalah aku tidak seperti sekarang yang mulai melemah tanpa ada seseorang.
Mungkin, aku hanya kelelahan saja dan aku mengistirahatkan diri di tempat istirahat. Gentala datang menjemput yang lebih mengejutkan aku lagi, aku merasa tidak kenapa-napa ataupun sakit.
Rekan-rekan kerja menatap aku dengan aneh serta bersemangat seolah-olah aku pacaran dengan gentala saja, tapi itu tidak mungkin karena dia hanya teman baikku.
Lili
'teman yang tidak bisa dinikahi, apalagi pacar'
Lili
'aku juga, tidak ingin kehilangan gentala dalam pertemanan denganya'
Lili
'walaupun aku bilang begitu, tidak akan ada yang paham selain aku sendiri'
Lili
"Gentala, mampir di pojok dulu"
Dia menuruti ucapan aku, merasa bingung tapi dia tetap diam seolah tidak peduli. Aku membeli buah-buahan secara impulsif dan cukup banyak untuk dua orang.
Gentala
"Hey, tunggu dulu"
Aku menghiraukan panggilannya, kembali dengan beberapa jajanan yang telah ada aku beli dan menitipkan padanya juga.
Gentala
"Ini, nggak salah?"
Barulah aku tersadar apa yang aku lakukan, aku begitu boros membelanjakan uang. Meski, tidak masalah membelikan uang yang aku bawa karena aku masih punya simpanan dan aku kehilangan kendali tadi.
Lili
"Nggak apa-apa, ayo pulang!"
Walaupun aku mengatakan terdengar santai, tapi sebenarnya aku akan menyesali apa yang sudah aku lakukan sekarang saat secara impulsif aku begitu boros.
Semua terasa terbayar hasil kerja keras aku, melihat bagaimana bahagianya gentala dan orang-orang yang aku bagikan juga. Mereka sebenarnya tau, seberapa pelit aku pada sendiri tapi mereka tetap senang meski agak tidak percaya.
Bahkan mereka mulai menggoda aku telah punya pacar, gentala yang menatap sekilas hanya diam dan menikmati makanan.
Pada sekarang, sudah ramai dengan banyak orang tapi aku merasa perlu berhati-hati dan santai nyaman disaat begini.
Karakter seseorang bisa terlihat saat Geme, seberapa fokus dan marahnya nanti saat merasa terganggu pada main. Tidak buruk, bersenang-senang dengan mereka.
Aku malah mulai agresif pada gentala yang membuatnya, kewalahan dan aku sempat tidak memperdulikan sekitar karena pada fokus bermain pada layar televisi.
Lili
"Gentala, mau makan disuapin"
Lili
"Gentala, peluk aku dong~"
Tentu, aku mengucapkannya sambil berbisik padanya agar tidak terdengar dan gentala merasa aneh terlihat tidak nyaman. Tetap saja, dia menuruti ucapan aku hingga kami bisa berpelukan tanpa mempedulikan.
Salah satu orang melihat kami, tapi aku mengisyaratkan diam dengan satu jari pada mulut karena begitu mengerti mengangguk kepala dan aku mulai tertelap dalam pelukannya, kenyamanan hangat laki-laki.
Sesudah aku bangun tidak ingat apapun, aku sudah berada di kamar saja dan tanpa mengetahui siapa yang memindahkan aku.
Waktu terasa masih begitu pagi pada jam 4, aku melakukan runitinas biasa dan melihat gentala masih ada dengan keadaan tertidur.
Mendekati gentala yang tidur pada sofa, melihat sekeliling ruangan terbilang rapi serta bersih seolah tidak ada kekacauan sehabis semalam. Aku menatapnya gentala, mengira dia sudah berkerja keras.
Tidak enak hati menganggu dia tertidur, tapi ada keinginan yang kuat aku perlahan dekat disampingnya dan mencium keningnya.
Berpikir gentala tidak akan bangun karena kelelahan semalam dan aku merasa tidak cukup puas menjahilinya, langsung saja aku melancarkan aksi.
Lili
"Gen, genteng deh. Aku suka aromamu"
Aku membiarkan kepalaku untuk mengusik wajah serta tangannya, seolah minta dimanjain seperti seekor kucing yang lapar.
Dia tetap saja tertidur malah membuatku, lebih bersemangat dan bisa melepaskan hasrat penggoda dalam diriku ini.
Sekarang saja, aku tidak mengetahui hasrat yang aku miliki baik atau buruk karena aku tidak bisa membedakan pada saat begitu bersemangat. Berpikir mungkin bakat alami, wanita memiliki sebagai makhluk penggoda.
Maka, tidak mengherankan perempuan bisa menjadi racun bagi pria yang merupakan sesuatu yang aku pelajari. Bahkan mungkin, aku menjadi berpikir.
Terlalu terhanyut dalam pikiran, aku tidak sadar gentala bangun dan mendorong aku yang terkejut serta tidak menyadari kapan dia berada di atasnya tubuh aku.
Aku hampir tergagap tapi tidak bisa bilang maaf, seolah tersangkut dalam teronggok. Menatapnya penuh rasa takut, tanpa sadar aku meneteskan air mata dengan tangan di tahannya.
Gentala
"Apa yang coba kau lakukan?"
Gelisah menyelimuti hatiku, aku hanya bisa menangis tanpa suara dan dia mulai luluh, menghela napas hingga kami duduk berdua.
Niat hati ingin meminta maaf padanya, tapi sulit bagiku yang berpikir salah gentala yang bangun tidak bilang atau kenapa harus minta maaf, aku tidak merasa ada yang salah.
Dia yang mengambil keuntungan dariku, seorang gadis akan menerima banyak kerugian saat berdua dengan laki-laki.
Pertanyaan terlontarkan, membuat aku tambah canggung dan ingin sekali, bilang salah dia karena membuat aku takut begini hingga tidak bisa mengucapkan apapun.
Rasanya aku salah denger, tidak mungkin kami yang salah mendengar sesuatu dan saling memandang satu sama lain hingga tertawa melenyapkan situasi canggung.
Gentala
"Aku kekamar mandi dulu!"
Lili
'waduh, kelepasan omong deh' batinku.
Gentala
"Nggak akan lama kok" ucapan Gentala sambil mengelus kepala dan hanya terdiam diperlukan begitu.
Setelahnya, gentala buru-buru pergi begitu saja meninggalkan aku sendirian dan aku membenturkan kepala pada sandaran sofa.
'berapa bodohnya aku, beruntung gentala menganggap aku takut sendirian' batinku.
Melihat jam yang masih pagi, aku tersadar harus siap-siap untuk berkerja juga dan tidak punya banyak waktu memikirkan hal yang lain.
Kami hampir terpentur dan aku berhasil, menjaga keseimbangan tubuh serta masuk sesudah gentala keluar. Tanpa terduga, gentala dengan iseng membuka pintu.
Aku berteriak marah karena begitu kaget dengan apa yang dia lakukan, malah pelaku tertawa senang seolah lucu sesudah membuat aku lengkel di pagi hari.
Setelah kami sarapan dan berangkat ke tempat kerja masing-masing. aku tidak sangkah, akan menjadi bahan gosip selanjutnya.
Comments