Hari terus berjalan, tapi percakapan dengan Dito di pagi itu meninggalkan kesan mendalam bagi Raisa. Saat siang tiba, dia duduk di depan jendela apartemennya, menatap langit biru sambil memegang ponselnya. Tangan Raisa ragu-ragu mengetik pesan, tetapi hatinya berkata lain. Dia akhirnya mengirim pesan singkat.
Raisa
Dito, kamu lagi di mana sekarang?
Pesannya terkirim, dan tak lama balasan masuk.
Dito
Lagi di tempat biasa. Kamu tahu, aku nunggu kamu nanya kayak gini.
Raisa mengerutkan kening, penasaran. Dia membalas cepat.
Raisa
Tempat biasa? Apa maksudnya?
Dito
Nggak jauh dari tempat saat aku kirimkan foto kopi padamu tadi pagi. Di sini tenang, dan entah kenapa aku selalu kebayang kamu kalau duduk di sini
Raisa membaca pesan itu sambil membayangkan apa yang sebenarnya Dito lakukan. Keberadaan pria ini, meskipun tak terlihat, mulai memenuhi pikirannya. Dengan rasa penasaran yang semakin membesar, dia memutuskan untuk mencoba sedikit lebih berani.
Raisa
Kamu nggak bosan ngomongin aku terus? Aku bukan orang yang spesial, Dito.
Dito
Kalau kamu nggak spesial, aku nggak bakal ada di sini, nunggu kamu buka hati buat aku. Raisa, kadang aku ngerasa kita punya sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan. Kamu ngerasain hal yang sama nggak?
Raisa menggigit bibirnya, bingung harus menjawab apa. Pesan itu menyentuh sesuatu yang dia coba abaikan selama ini. Dia akhirnya membalas dengan hati-hati.
Raisa
Aku nggak tahu, Dito. Mungkin iya, mungkin aku cuma takut
Dito
Nggak apa-apa kalau kamu takut. Tapi aku nggak akan berhenti bikin kamu ngerasa aman. Kalau kamu mau coba, aku akan di sini
Pesan itu membuat Raisa tersenyum kecil. Dia tahu Dito tak hanya bicara manis, tapi benar-benar tulus. Namun, sebelum dia bisa membalas, Dito mengirimkan pesan suara.
Dito
(Pesan Suara): Kalau aku ada di dekatmu sekarang, Raisa, aku cuma pengen lihat senyummu. Kamu tahu nggak, senyummu itu sesuatu yang nggak pernah aku lupakan sejak pertama kali kita bicara. Jadi, jangan takut. Aku cuma mau bikin kamu bahagia.
Raisa mendengarkan pesan itu dengan hati yang bergetar. Dia tahu dirinya sedang terperangkap dalam sesuatu yang tak bisa dia abaikan lagi. Tapi untuk pertama kalinya, dia merasa ingin mengambil risiko. Dengan senyum kecil di wajahnya, dia akhirnya membalas.
Raisa
Kita lihat nanti, Dito. Aku nggak janji, tapi aku nggak akan pergi.
Dito
Itu lebih dari cukup buat aku, Raisa. Terima kasih
Siang itu, Raisa merasa ada cahaya kecil yang mulai tumbuh dalam hatinya. Dia tahu hubungan ini belum tentu sempurna, tetapi dia tak lagi ingin melarikan diri. Untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, Dito adalah harapan yang selama ini dia cari.
Comments